Showing posts with label Syech Siti Jenar. Show all posts
Showing posts with label Syech Siti Jenar. Show all posts

Saturday, November 23, 2019

Penemuan Makam Ki Ageng Demang Joyo Martoyo.

Peristiwa langka penemuan jenazah berumur ratusan tahun namun masih utuh dan bersih kain kafannya, di desa Mantub, Jaken, Pati.

Berikut laporannya :

KI AGENG DEMANG JOYOMURTOYO

LAHIR   : YOGJAKARTA
                TAHUN 1691 M

WAFAT  : SENEN KLIWON
                 22 januari 1781 M
                ________________
                 26 MUHARAM 1195 H

Tuesday, November 5, 2019

Adab Kepada Wali Majdzub

Habib Syaikhon bin Musthofa Al-Bahar Atau yang biasa disebut dengan Wan Sehan dari Kota Bekasi kota merupakan salah satu Wali Majdzub atau Wali nyeleneh.  Wali Majdzub merupakan salah satu tingkatan wali yang memiliki sifat Jadzb. Sebagai ummat Rasulullah ﷺ ketika berjumpa dengan Wali Majdzub kita harus tetap mengedepankan Akhlaqul karimah seperti yang telah dicontohkan oleh Rasulullah ﷺ. Salah satu diantaranya adalah Kita dilarang untuk menyakiti hati  dan tetap wajib untuk selalu menghormati wali Majdzub. Menurut kalam Al Habib Anis bin Alwi bin Ali Solo, jika bertemu dengan Wali Majdzub sebaiknya jangan minta doa. Jika suatu waktu kita bertemu  dengan Wali Majdzub, mengharaplah keberkahan  dan pandangan dari Beliau itu sudah lebih  dari cukup. 

Monday, November 4, 2019

Wali Majdzub

Walau secara fisik terlihat seperti orang gila kita sebagai ummat Rasulullah ﷺ dilarang untuk mencaci dan harus tetap mencintai dan menghormati wali Majdzub  atau bisa dibilang juga dengan sebutan  Wali nyeleneh. Wali Majdzub merupakan salah satu tingkatan wali yang memiliki sifat Jadzb. Istilah Jadzb ini mungkin bagi sebagian orang awam yang belum mengetahui dunia atau ilmu tasawuf, masihlah sangat asing terdengar.

Jadzab dalam kamus bahasa Arab Jadzaba-Yajdzibu-Jadzban yang berarti menarik, sedang obyek atau Maf’ul Majdzub orang gila yang berkeramat. Istilah Jadzab ditulis oleh (658 H/1259 M –709 H/1309 M) dalam kitab Al-Hikam 5) Imam Ahmad bin Muhammad bin Abdul Karim bin Athoillah Assakandari.  Sifat Jadzb dalam kehidupan sehari-hari boleh dikatakan sifat yang nyeleneh yang terkadang cenderung seperti orang yang kehilangan akal sehatnyaSebab maqom Majzdub,, sudah melampui tananan iman yang terjaga  puluhan tahun lamanya dan beliau sudah menempati maqom tertinggi dihadapan Allah, sebagai ahli fana' (tidak membutuhkan kehidupan lain kecuali hanya kepada Allah semata).

Monday, May 14, 2018

Sluku-Sluku Batok


SLUKU-SLUKU BATOK
Sluku-Sluku Batok.
Bathoke Ela Elo.
Si Rama Menyang Solo.
Oleh-Olehe Payung Mutho.
Mak Jenthit Lolo Lo Bah.
Yen Mati Ora Obah.
Yen Obah Medeni Bocah.
Yen Urip Goleko Duwit.

Sluku-Sluku Batok adalah sebuah tembang dolanan anak-anak yang sepintas mirip dengan bahasa Jawa ataupun dapat dikatakan jika Sluku-Sluku Batok merupakan sebuah tembang dalam bahasa Jawa, namun bukan itu pada intinya, namun hakekatnya Sluku-Sluku Batok adalah sebuah tembang yang digubah oleh Kanjeng Sunan Kalijaga yang berasal dari bahasa Arab. Dalam tembang ini pada hakekatnya menyimpan banyak sekali makna filosofi yang dalam tentang kehidupan kita didunia dan akhirat kelak.

Tuesday, August 8, 2017

Doa Harian Rasulullah Disaat Malam


Allah SWT dalam surah Al-Muzammil memerintahkan kepada kita untuk beribadah dan berdoa pada malam hari sebagaimana firman-Nya:

«قُمِ اللَّیْلَ إِلاَّ قَلیلاً. نِصْفَهُ أَوِ انْقُصْ مِنْهُ قَلیلاً. أَوْ زِدْ عَلَیْهِ وَ رَتِّلِ الْقُرْآنَ تَرْتیلاً. إِنَّا سَنُلْقی‏ عَلَیْکَ قَوْلاً ثَقیلاً. إِنَّ ناشِئَةَ اللَّیْلِ هِیَ أَشَدُّ وَطْئاً وَ أَقْوَمُ قیلاً»

“Bangunlah (untuk salat) di malam hari, kecuali sedikit (darinya). (yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit. Atau lebihkan dari seperdua itu, ban bacalah Al-Qur’an itu dengan perlahan-lahan. Sesungguhnya Kami akan menurunkan kepadamu firman yang berat. Sesungguhnya bangun di waktu malam itu adalah lebih kokoh dan lebih istikamah.” (Qs. al-Muzammil [73]:2-5)

Lalu Rasulullahmengajarkan doa harian pada waktu malam sebagai berikut:

أشهد أن لا اله الا الله استغفرالله أ سألك الجنة ونعوذ بك من النار

اللهم إنك عفوّ تحب العفو فاعفو عنا

"Asyhaduallaa ilaaha illallah astagfirullah, as- aluka ridhoka wal jannah wa au'dzubika min syakhotika wannaar, allahumma innaka Afuwwun tuhibbul afwa fa'fu anna".

Artinya :
"Hamba bersaksi bahwa tiada tuhan yg berhak diibadati kcuali Allah, hamba mohon ampunan-Mu, ridho dan syurga-Mu, lindungi hamba dari murka dan neraka-Mu, a Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf dan menyukai maaf, maka maafkanlah aku".

Dalam suatu riwayat Aisyah RA  pernah bertanya kepada Rasulullah ﷺ:
“Ya Rasulullah, apabila aku mengetahui letaknya malam Lailatul Qadr, maka doa apakah yang hendak aku baca?.” 

Rasulullah ﷺ lalu menjawabnya dan bersabda:
 “Duhai ‘Aisyah, Bacalah:

أللّهمّ إنَّك عَفُوٌّ تُحِبُّ العَفوَ فاعْفُ عَنّي

"Allahumma innaka ‘afuwwun, tuhibbul ‘afwa, fa’fu ‘annaa"

Artinya:
“Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf dan menyukai maaf, maka maafkanlah aku”.

Wallahu A'lam Bishowab.

Wednesday, June 8, 2016

An-Nifari

Nama lengkap beliau ialah Muhammad ibnu Abdul Jabbar bin Al-Husain An-Nifari yang lahir di Basrah, Irak, tapi tanggal dan tahunnyatidak diketahui.  Semua ini dikarenakan An-Nifari suka menyendiri. dan berkelana. Orang-orang menyebutnya dengan sebutan An-Nifari, Sang Pengelana yang enggan bicara.  Ketinggian tokoh sufi dari Irak yang satu ini konon melebihi Rumi dan Hallaj. An-Nifari adalah teoritikus sufi sekaligus sastrawan terbesar ini pernah mengatakan:
"Ketika kita sudah melakukan sesuatu dengan baik dan bersungguh-sungguh, mengapa harus meributkan penilaian orang lain? Bukankah Ridha-Nya yang kita harapkan?".

An-Nifari nama seorang mistikus yang agak asing di telinga orang-orang awam. Tidak seperti al-Hallaj, An-Nifari seakan kurang begitu terdengar. Padahal dimata para ahli tasawuf, pandangan-pandangan sufistiknya sangatlah berpengaruh. Terbukti dari banyaknya para sufi sesudahnya yang banyak mengikutinya. An-Nifari, yang telah meninggalkan jejak kesufian yang luar biasa. Dalam memaknai tasawuf, misalnya, ia lebih berhati-hati. Itu sebabnya ia menjadi panutan bagi para sufi yang lain. Di dunia sastra klasik Irak, namanya menjulang karena karya-karyanya yang masyhur. Tapi sejarah hidupnya sulit dilacak. 

Itu pula sebabnya seorang pengamat sufisme Dr. Margareth Smith mernjulukinya sebagai Guru besar di jalan Mistik. Kalaupun sekarang ditemukan karya-karyanya, hal itu semata-mata lantaran jasa orientalis Ingris, Arthur Jhon Arbery, pengamat Islam ini berhasil menerjemahkan beberapa karya an-Nifari pada 1934  meski tidak semuanya berhasil dilacak.  Karya-karya An-Nifari penuh dengan catatan perjalanan spritual  yang tahap demi tahap dilakukannya sampai kepuncak ruhaniyah paling tinggi. Sosok an-Nifari memang unik. Pengalaman spritualnya terbingkai dengan indah dalam bahasa sastra nan elok. Karena itu tak dapat dipungkiri bahwa nama an-Nifari disejajarkan dengan para sufi dan sastrawan Irak lainnya. Bait-bait puisinya selalu menampilkan pemaknaan tentang Allah. Dengarlah, misalnya, puisinya tentang penyerahan diri kepada Allah.
  • Ilmu adalah huruf yang tak terungkap kecuali oleh perbuatan.
  • Dan perbuatan adalah huruf yang tak terungkap kecuali oleh keikhlasan.
  • Dan keikhlasan adalah huruf yang tak terungkap kecuali oleh kesabaran.
  • Dan kesabaran adalah huruf yang tak terungkap kecuali oleh penyerahan.
 Menurut An-Nifari, sabar ialah upaya untuk menahan diri dalam menanggung penderitaan, baik dalam menemukan sesuatu yang tidak di inginkan, maupun dalam bentuk kehilangan sesuatu yang disenangi. Sabar adalah kondisi mental dalam mengendalikan nafsu yang tumbuh atas dasar ajaran agama. Karena merupakan kondisi mental dalam mengandalikan diri, sabar merupakan salah satu tingkatan yang harus dijalani oleh seorang sufi dalam mendekatkan diri kepada Allah  سبحانه و تعالى.

Dalam tingkatan-tingkatan yang harus dilalui oleh seorang sufi, biasanya sabar diletakkan sesudah zuhud, karena orang yang dapat mengendalikan diri dalam menghadapi duniawi berarti telah berusaha menahan diri dari dunia. Keberhasilan dalam tingkatan zuhud akan membawanya ke tingkatan sabar. Dalam tingkatan sabar ia tidak lagi terguncang oleh penderitaan, dan hatinya sudah betul-betul teguh menghadap Allah  سبحانه و تعالى.

Menurut An-Nifari, unsur sabar adalah ilmu. Sedang yang dimaksud dengan ilmu ialah pengetahuan atau kesadaran bahwa sabar mengandung kemaslahatan dalam agama, dan memberi manfaat bagi seseorang dalam menghadapi segala problem kehidupan  yang seterusnya bersemayam di hati.

Dalam kesanggupan dalam mengendalikan kesabaran, manusia dibagi menjadi tiga tingkatan. 
  • Pertama, orang yang sanggup mengalahkan hawa nafsu karena mempunyai daya juang dan kesabaran yang tinggi. 
  • Kedua, orang yang kalah oleh hawa nafsu. Ia telah mencoba bertahan atas dorongan nafsu, tapi karena kesabarannya lemah, ia kalah. 
  • Ketiga, orang yang mempunyai daya tahan  terhadap dorongan nafsu, tapi suatu kali ia kalah, karena besarnya dorongan nafsu. 

Dalam hal ini para sufi berpijak pada hadist Rasulullah ﷺ yang di riwayatkan oleh Imam Tirmidzi, Sabar terhadap segala sesuatu yang engkau benci merupakan kebajikan yang sangat besar.

Sikap kepasrahan itu ia ungkapkan dalam  bahasa yang begitu indah. Puisi ini menggambarkan bagaimana memaknai kepasrahan kepada Allah secara mendasar, kepasrahan dengan totalitas yang penuh, yang menghasilkan pemaknaan yang benar tentang islam. Dan itulah pula makna sujud dalam shalat. Bukan hanya kening yang melekat dihamparan Sajadah, tapi lebih jauh lagi adalah menyerahkan segenap jiwa dan raga kepada Allah. Pemahamannya yang tinggi terhadap nilai-nilai tasawuf menempatkannya dalam deretan teoritikus mistik yang piawai.

Ada yang berpendapat, An-Nifari mempunyai kemiripan dengan al-Hallaj, keduanya telah mencapai Wahdatus Syuhud (penyatuan penyaksian). Bedanya hanya dalam hal kehati-hatian. An-Nifari cendrung lebih hati-hati, sementara al-Hallaj dan al-Bustami lebih suka berterus terang, al-Hallaj dalam menanggapi perjalanan spritualnya sering kali emosional. Kata-katanya tidak jarang menimbulkan kontroversi. Bahkan gara-gara pencapaiannya yang diluar jangkauan kaum awam, ia dihukum mati. Berbeda dengan al-Bustami dan an-Nifari yang lebih hati-hati dalam mengungkapkan pencapaian-pencapaian spritualnya.

Terlepas dari semuanya, pemikiran tasawufnya memang sangat memukau. Tasawuf, dikaji secara mendalam dengan argumentasi yang cerdas. Sufisme merupakan bahasa spritual sekaligus ilmu pengetahuan. Melalui simbol-simbol tampaklah perjalanan dan konsep-konsep tentang tasawuf. Meski dengan dengan hati-hati, seorang sufi mampu menerjamahkannya dalam sebuah pola pikir yang pas. An-Nifari menulis sebuah kitab berjudul Al-Mawafiq Wal Mukhthabat (posisi-posisi dan percakapan-percakapan). Para pengamat sufi mengakui, karya ini sarat dengan simbol. Di dalamnya terkandung berbagai kiasan yang sering menimbulkan kontroversi dalam penafsiran. Jika menafsirkannya kurang hati-hati pastilah bisa menimbulkan pemaknaan yang salah.

Kitab tersebut dibagi dalam dua bagian penting, tapi dua-duanya tidak bisa dipisahkan satu dari yang lain. Menurut Afifuddin at-tilmisani, pensyarah karya-karya an-Nifari, sayang ia tidak menulis sendiri karya-karyanya. Melainkan hanya mendiktekan ide dan pengalaman spritualnya kepada anaknya. Atau hanya menulis pada sobekan-sobekan kertas yang kemudian di susun kembali oleh anaknya. Andai ia menulis sendiri, pastilah jauh lebih sempurna dan indah. Bagian pertama kitab itu menjelaskan tentanag maqam, posisi, atau tempat berdiri seorang sufi, sementara Muafiq (Jamak dari Mauqif) menunjukkan posisi seorang sufi dalam tingkatan spritualitas. Posisi itu sendiri disebut Waqfah, yang juga merupakan sumber ilmu. Tentang hal ini, Dr. Fudholi Zaini, pengamat sufi dari Indonesia, menulis Waqfah adalah Ruh dari Marifat, dan pada Marifat adalah Ruh dari kehidupan. Pada waqfah telah tercakup didalamnya Marifah, dan pada Marifah telah tercakup di dalamnya ilmu. Waqfah berada di balik kejauhan (al-Abud) dan kedekatan (al-Qurb) dan Marifah berada dalam kedekatan, dan ilmu ada dalam kejauhan. Waqfah adalah kehadiran Allah dan Marifah adalah ucapan Allah, sementara ilmu adalah tabir Allah. Dengan demikian urutan dari besar ke kecil sebagai berikut: Waqfah, Maifah dan Ilmu.

Proses penyaksian seperti itu pada seorang sufi menjadi hal yang sangat pribadi. Bila seorang sufi mencapai maqam tinggi, ucapan-ucapannya bisa menjadi sesuatu yang tidak jelas dan sulit dimengerti, bahkan dalam beberapa hal sulit dikomunikasikan. Oleh karena itu an-Nifari memilih diam ketika melewati tahapan spritualitasnya. Baginya kata-kata tidak bisa menampung pengalaman dan penglihatannya. Dalam kitab tersebut juga diterangkan tentang ilmu dan amal perbuatan atau Marifah dan Ibadah. Ia berpendapat bahwa hakikat ilmu adalah perbuatan, hakikat perbuatan adalah keikhlasan, hakikat keikhlasan adalah kesabaran, dan hakikat kesabaran adalah penyerahan. Dan baginya hakikat tidak akan terbentuk kecuali dengan Syariat. Demikian pula ide tidak akan terlaksana jika tidak ada penerapan dan perbuatan. Oleh karena itu keterkaitan antara Syariat dan hakikat menjadi sangat penting.

Wallahu A'lam Bishowab.

Wednesday, June 1, 2016

Abu Said Al-Kharraz.

Nama lengkap beliau  adalah Abu Said Ahmad Ibnu Isa Al-Kharraaz Al-Baghdadi yang berasal dari kota Baghdad dan pekerjaannya adalah seorang tukang sepatu. Abu Said sezaman dan bahkan sempat bertemu dengan Dzun Nun Al-Misri, serta bersahabat dengan Bisyir Al-Hafi dan Sarri As-Saqathi.

Abu Said dijuluki sebagai Lidah Sufisme karena belum ada seorangpun di komunitas sufi yang memiliki kebenaran mistis sebagaimana dirinya. 

Ada sebuah doktrin yang telah dinisbatkan kepadanya, yaitu doktrin Fana (keterputusan dari sifat-sifat manusiawi) dan Baqa (kesinambungan/keabadian dalam Tuhan). Abu Said telah  menulis sebanyak empat ratus kitab dengan tema yang terpisah dan lepas. Termasuk diantaranya alah beberapa kitab yang masih ada hingga kini. Abu Said adalah orang yang pertama kali berbicara tentang keadaan Fana dan Baqa dalam pengertian mistis, merangkum keseluruhan doktrinnya dalam dua istilah tersebut.

Monday, April 25, 2016

Mati Menurut Syech Siti Jenar.

Syech Siti Jenar telah membabarkan kematian yang terpilih ketika Kanjeng Sunan Kalijaga bertanya pada para wali di salah satu surau disekitar kediaman Sunan ampel, Para wali yang hadir diantaranya adalah Kanjeng Sunan Bonang, Kanjeng Sunan Giri, Syekh siti jenar, Kanjeng Sunan Kalijaga, dan Maulana Malik Ibrahim (Kanjeng Sunan Ampel) mengenai :

"Apakah kematian terpilih itu, lantas apakah setelah kita dapat melalui kematian terpilih, kemana tujuan akhirnya?".

Syech Siti Jenar lalu membabarkannya didepan para wali tentang kematian terpilih sebagai berikut:

Gagasan adanya badan halus itu mematikan kehendak manusia. Di manakah adanya Hyang Sukma, kecuali hanya diri pribadi. Kelilingilah cakrawala dunia, membubunglah ke langit yang tinggi, selamilah dalam bumi sampai lapisan ke tujuh, tiada ditemukan wujud yang mulia.

Syukur kalau aku sampai tiba di dalam kehidupan yang sejati. Dalam alam kematian ini aku kaya akan dosa. Siang malam hamba berdekatan dengan api neraka. Sakit dan sehat aku temukan di dunia ini. Lain halnya apabila aku sudah lepas dari alam kematian. Aku akan hidup sempurna, langgeng tiada ini dan itu.

Menduakan kerja bukan watakku. Siapa yang mau mati dalam alam kematian orang kaya akan dosa. Balik lagi jika aku hidup yang tak kekal ajal, akan langeng hidupku, tidak perlu ini dan itu. Akan tetapi aku disuruh untuk memilih hidup atau mati saya tidak sudi. Sekalipun aku hidup, biar aku sendiri yang menentukan.

Betapa banyak nikmat hidup manfaatnya mati. Kenikmatan ini dijumpai dalam mati, mati yang sempurna teramat indah, manusia sejati adalah yang sudah meraih ilmu. Tiada dia mati, hidup selamanya, menyebutnya mati berarti syirik, lantaran tak tersentuh lahat, hanya beralih tempatlah dia memboyong kratonnya.


Jangalah ragu dan janganlah menyekutukan, karena engkau adalah kesucian Allah. Disebut Imannya Kematian.


Kenikmatan mati tak dapat dihitung ….tersasar, tersesat, lagi terjerumus, menjadikan kecemasan, menyusahkan dalam patihnya, justru bagi ilmu orang remeh…..

Kematian ada dalam hidup, hidup ada dalam mati. Kematian adalah hidup selamanya yang tidak mati, kembali ke tujuan dan hidup langgeng selamanya, dalam hidup ini adalah ada surga dan neraka yang tidak dapat ditolak oleh manusia. Jika manusia masuk surga berarti ia senang, bila manusia bingung, kalut, risih, muak, dan menderita berarti ia masuk neraka. Maka kenikmatan mati tak dapat dihitung.

Apakah tidak tahu bahwa penampilan bentuk daging, urat, tulang, dan sumsum busa rusak dan bagaimana cara kita memperbaikinya. Biarpun bersembahyang seribu kali setiap barinya akhirnya mati juga. Meskipun badan kita ditutupi akhirnya kena debu juga. Tetapi jika penampilan bentuknya seperti Tuhan, apakah para wali dapat membawa pulang dagingnya, hamba rasa tidak dapat. Alam semesta ini adalah baru. Tuhan tidak akan membentuk dunia ini dua kali dan juga tidak akan membuat dunia ini dua kali dan juga tidak akan membuat tatanan baru.


Di dunia ini kita merupakan mayat-mayat yang cepat juga akan menjadi rusak dan bercampur tanah. Ketahuilah juga bahwa apa yang dinamakan kawulo-gusti tidak berkaitan dengan seorang manusia biasa seperti yang lain-lain. Kawulo dan Gusti itu sudah ada dalam diriku, siang dan malam tidak dapat memisahkan diriku dari mereka. Tetapi hanya untuk saat ini nama kawula-gusti itu belaku, yakni selama saya mati. Nanti kalau saya sudah hidup lagi, gusti dan kawulo lenyap, yang tinggal hanya hidupku sendiri, ketentraman langgeng dalam Anda sendiri. Bial kamu belum menyadari kata-kataku, maka dengan tepat dapat dikatakan bahwa kamu masih terbenam dalam masa kematian. Di sini memang terdapat banyak hihuran macam warna. Lebih banyak lagi hal-hal yang menimbulkan hawa nafsu. Tetapi kau tidak melihat, bahwa itu hanya akibat panca indera. Itu hanya impian yang sama sekali tidak mengandung kebenaran dan sebentar lagi akan cepat lenyap. Gilalah orng yang terikat padanya. Saya tidak merasa tertarik, tak sudi tersesat dalam kerajaan kematian, satu-satunya yang ku usahakan ualah kembali kepada kehidupan


Bukan kehendak, bukan pula angan-angan,  ingatan, pikir ataupub niat, hawa nafsupun bukan, bukan juga kekosongan atau kehampaan, penampilanku bagai mayat baru, andai menjadi gusti jasadku dapat busuk bercampur debu, nafsu terhembus ke segala penjuru dunia, tanah, api, air kembali sebagai asalnya, yaitu kembali menjadi baru.

Di dunia manusia pasti mati. Siang malam manusia berpikir dalam alam kematian, mengharap-harap akan permulaan hidupnya. Hal ini mengherankan sekali. Tetapi sesungguhnya manusia di dunia ini dalam alam kematian, sebab di dunia ini banyak neraka yang dialami. Kesengsaraan, panas, dingin, kebingungan, kekacauan, dan kehidupan manusia dalam alam yang nyata.


Aku merindukan hidup aku yang  dahulu, tatkala aku masih suci tiada terbayangkan, tiada kenal arah, tiada kenal tempat, tiada tahu hitam, merah, putih, hijau, biru dan kuning. Kapankah saya kembali ke kehidupan saya yang dulu? Kelahiranku di dunia alam kematian itu demikian susah payahnya karena saya memiliki hati sebagai orang yang mengandung sifat baru.

Kelahiranku di dunia kematian itu demikian susah payahnya karena saya memiliki hati sebagai orang yang mengandung sifat baru.

Keinginan baru, kodrat, irodat, samak, basar dan ’aliman. Betul-betul terasa amat berat di alam kematian ini. Panca pranawa kudus, yaitu lima penerangan suci, semua sifat saya, baik yang dalam maupun yang luar, tidak ada yang saya semuanya iti berwujud najis, kotor dan akan menjadi racun. Beraneka ragam terdapat tersebut dalam alam kematian ini. Di dunia kematian, manusia terikat oleh panca indera, menggunakan keinginan hidup, yang dua puluh sifatnya, sehingga saya hampir tergila-gila dalam kematian ini.

Apakah tidak tahu bahwa penampilan bentuk daging, urat, sungsum, bisa merusak dan bagaimana cara anda memperbaikinya. Biarpun bersembahyang seribu kali tiap harinya akhirnya mati juga. Meskipun badan anda, anda tutupi akhirnya kena debu juga. Tetapi jika penampilan bentuknya seperti Tuhan, apakah para wali dapat membawa pulang dagingnya, saya rasa tidak dapat. Alam semesta ini adalah baru. Tuhan tidak akan membentuk dunia ini dua kali dan juga tidak akan membuat tatanan baru.

Mayat-mayat berkeliaran kemana-mana, ke Utara dan ke Timur, mencari makan dan sandang yang bagus dan permata serta perhiasan yang berkilauan, tanpa mengetahui bahwa mereka adalah mayat-mayat belaka. Yang naik kenderaan, dokar atau bendi itu juga mayat, meskipun seringkali ia berwatak keji terhadap sesamanya.


Di alam kematian ada surga dan neraka, dijumpai untung serta sial. Keadaan di dunia seperti ini menurut Syekh Siti Jenar, sesuai dengan dalil Samarakandi ”al mayit pikruhi fayajitu kabilahu” artinya Sesungguhnya orang yang mati, menemukan jiwa raga dan memperoleh pahala surga serta neraka.

Di alam kematian terdapat surga dan neraka, yakni bertemu dengan kebahagian dan kecelakaan, dipenuhi oleh hamparan keduniawian. Ini cocok dengan dalil Samarakandi analmayit pikutri, wayajidu katibahu. Sesungguhnya orang mati itu akan mendapatkan raga bangkainya, terkena pahala surga serta neraka.

Untuk keadaan kematian saya sebut akhirat, hanyalah bentuk dari bergantinya keadaan saja. Adapun sesungguhnya mati itu juga kiamat. Kiamat itu perkumpulan, mati itu roh, jadi semua roh itu kalau sudah menjadi satu hanya tinggal kesempurnaannya saja.

Moksanya roh aku sebut mati, karena dari roh itu terwujud keberadaan Dzat semua, letaknya kesempurnaan roh itu adalah musnahnya Dzat. Akan tetapi bagi penerapan ma’rifat hanya yang waspada dan tepat yang bisa menerapkan aturannya. Disamping semua itu, sesungguhnya semuanya juga hanya akan kembali kepada asalnya masing-masing.


Manusia hidup dalam alam dunia ini hanya menghadapi dua masalah yang saling berpasangan, yaitu baik buruk berpasangan dengan kamu, hidup berjodoh dengan mati, Tuhan berhadapan dengan hambanya.

Orang hidup tiada merasakan ajal, orang berbuat baik tiada merasakan berbuat buruk dan jiwa luhur tiada bertempat tinggal. Demikianlah pengetahuan yang bijaksana, yang meliputi cakrawala kehidupan, yang tiada berusaha mencari kemuliaan kematian, hidup terserah kehendak masing-masing.

Akhirat di dunia ini tempatnya. Hidup dan matipun hanya didunia ini. Orang mati tidak akan merasakan sakit, yang merasakan sakit itu hidup yang masih mandiri dalam raga. Apabila jiwaku telah melakukan tugasnya, maka dia akan kembali ke alam aning anung, alam yang tentram bahagia, aman damai dan abadi. Oleh karena itu aku tidak takut akan bahaya apapun.

Karena aku di dunia ini mati, luar dalam aku yang sekarang ini, yang di dalam hidupku besok, yang di luar kematianku sekarang.

Cermin batin itu bukanlah cermin yang dipakai orang-orang biasa. Cermin ini sangat istemewa, karena mendekati kenyataan. Bila kau mengetahui badan yang sejati itulah yang dinamakan kematian terpilih.

Mati raga orang-orang ulama yang mengundurkan diri di dalam kesunyian hutan ialah hanya memperhatikan yang satu itu tanpa membiarkan pandangan mereka menyinpang. Mereka tidak menghiraukan kesukaran tempat tinggal mereka hanya Dialah yang melindungi badan hidup mereka yang diperlihatkan. Tak ada sesuatu yang lain yang mereka pandang, hanya Sang Penciptalah yang mereka perhatikan.

Wallahu Alam Bishowab.

Sunday, April 24, 2016

Syech Siti Jenar Tidak Pernah Dieksekusi Wali Songo

Tulisan ini hanya untuk Meluruskan Fitnah Kubro mengenai pandangan orang-orang tentang kisah kematian Syech Siti Jenar yang telah dieksekusi Wali Songo. Apakah benar jika Syech Siti Jenar itu telah dieksekusi Wali Songo?. Dan mana versi yang benar mengenai kisah kematian Syech Siti Jenar hanya Allah yang maha mengetahui. 

Banyak versi yang kita temui menceritakan tentang kematian Syech Siti Jenar menunjukkan bahwa tokoh Syech Siti Jenar memang sangat kontroversional. Berbagai literatur yang ada tidak dapat memastikan keberadaannya dan proses kematiannya, disebabkan oleh banyak faktor dan kepentingan yang mengitarinya. 

Walaupun demikian, sejumlah besar keterangan yang mengisahkan tentang keberadaannya dan memerlihatkan ajarannya yang selalu dipertentangkan dengan paham para Wali, namun sekaligus tidak jarang membuat para Wali itu sendiri “kagum” dan “mengakui” kebenaran ajarannya. Tentu saja, “pengakuan” dan “kekaguman” itu tidak pernah diperlihatkan secara eksplisit karena akan mengurangi “keagungan” mereka, disamping kurang objektifnya penulisan serat dan babad tanah Jawa, yang terkait dengan Syech Siti Jenar. 

Kita bisa lihat  dalam berbagai Serat dan Babad tersebut, akhir dari kisah Syech Siti Jenar selalu dihiasi dengan usaha-usaha intrik politik para Wali. Bisa jadi hal ini memang dilakukan oleh para ulama penjilat kekuasaan dan bukan para wali ataupun oleh murid-murid generasi penerus para ulama yang tidak menyukai ajaran Syech Siti Jenar, atau para penulis kisah yang juga memiliki kepentingan tersendiri terkait dengan motif politik, ideologi, keyakinan, dan ajaran keagamaan yang dianutnya. 

Dalam sebuah riwayat mengenai versi lain kematian Syech Siti Jenar disebutkan bahwa terdapat dua orang aktor utama, yang memiliki nama asli yang berdekatan dengan nama kecil Syech Siti Jenar, San Ali (San Ali Anshar al-Isfahani dari Persia, ) yang merupakan teman seperguruan dengan Syech Siti Jenar di Baghdad. Namun ia menyimpan dendam pribadi kepada Syech Siti Jenar karena keilmuan dan kerohanian yang dimiliki oleh Syech Siti Jenar.  Dan  adalah Hasan Ali, yang merupakan nama Islam dari  Pangeran Anggaraksa, anak Rsi Bungsi yang sangatberambisi menguasai Cirebon, namun kemudian diusir dari Keraton, karena kedurhakaan kepada Rsi Bungsi dan pemberontakannya kepada Cirebon. Ia menaruh dendam kepada Syech Siti Jenar yang telah berhasil menjadi seorang Imam besar dan guru utama di Giri Amparan Jati. 



Suatu ketika saat usia Syech siti Jenar sudah udzur, kedua aktor ini bekerja sama saling membahu untuk berkeliling ke berbagai pelosok tanah Jawa, ke tempat-tempat yang penduduknya menyatakan diri sebagai pengikut Syech Siti Jenar, padahal mereka belum pernah bertemu dengan Syech Siti Jenar. Sehingga masyarakat tersebut kurang mengenal sosok asli Syech Siti Jenar. Pada tempat-tempat seperti itulah, dua tokoh pemalsu ajaran Syech Siti Jenar memainkan perannya, mengajarkan berbagai ajaran mistik, bahkan klenik perdukunan yang menggeser ajaran tauhid Islam. 



Hasan Ali mengaku dirinya sebagai Syech Lemah Abang, dan San Ali Anshar mengaku dirinya sebagai Syech Siti Jenar. Hasan Ali beroperasi di Jawa bagian Barat, sementara San Ali Anshar di Jawa Bagian Timur. Kedua aktor ini sebenarnya yang dihukum mati oleh para Wali Songo, karena sudah melancarkan berbagai fitnah keji terhadap Syech Siti Jenar sebagai guru dan anggota Wali Songo. 



Dikarenakan  silang sengkarut kemiripan nama itulah, maka dalam berbagai Serat dan babad di tanah Jawa, cerita tentang Syech Siti Jenar menjadi simpang siur. Namun pada aspek yang lain, ranah politik juga ikut memberikan andil pendiskreditan nama Syech Siti Jenar. Karena naiknya Raden Fatah ke tampuk kekuasaan Kesultanan Demak, diwarnai dengan intrik perebutan tahta kekuasaan Majapahit yang sudah runtuh, sehingga segala intrik bisa terjadi dan menjadi “halal” untuk dilakukan, termasuk dengan mempolitisasi ajaran Syech Siti Jenar yang memiliki dukungan massa banyak, namun tidak menggabungkan diri dalam ranah kekuasaan Raden Fatah. 


Kisah kematian Syech Siti Jenar dapat juga dikaitkan dengan kekuasaan Sultan Trenggono, sebagaimana tercatat dalam berbagai fakta sejarah, naiknya Sultan Trenggono sebagai penguasa tunggal Kesultanan Demak, adalah dengan cara berbagai tipu muslihat dan pertumpahan darah. Karena sebenarnya yang berhak menjadi Sultan adalah Pangeran Suronyoto, yang dikenal dengan sebutan Pangeran Sekar Seda Ing Lepen, kakak laki-laki Sultan Trenggono yang seharusnya menggantikan Adipati Unus. “Seda Ing Lepen” artinya meninggal di sungai. 

Sebenarnya Pangeran Suronyoto tidak meninggal di sungai, namun dibunuh oleh orang-orang suruhan Pangeran Trenggono, baru setelah terbunuh, mayatnya dibuang ke sungai (Daryanto, 2009: 215-278). Kematian kakaknya tersebut diduga atas strategi Sultan Trenggono. Sultan Trenggono sendiri, pada mulanya tidaklah begitu disukai oleh para adipati dan kebanyakan masyarakat, karena sifatnya yang ambisius, yang dibingkai dalam sikap yang lembut. 

Salah satu tokoh penentang utama naiknya Trenggono sebagai Sultan adalah Pangeran Panggung di Bojong, yang merupakan salah satu murid utama Syech Siti Jenar. Demikian pula masyarakat Pengging yang sejak kekuasaan Raden Fatah belum mau tunduk pada Demak. Banyak masyarakat yang sudah tercerahkan kemudian kurang menyukai Sultan Trenggono. Mungkin oleh karena faktor inilah, maka Sultan Trenggono dan para ulama yang mendekatinya kemudian memusuhi pengikut Syech Siti Jenar. Maka kemudian dihembuskan kabar bahwa Syech Siti Jenar dihukum mati oleh Dewan Wali Songo di masjid Demak, dan mayatnya berubah menjadi anjing kudisan, dan dimakamkan di bawah mihrab pengimaman masjid. Suatu hal yang sangat mustahil terjadi dalam konteks hukum Islam, namun tentu dianggap sebagai sebuah kebenaran atas nama karomah bagi masyarakat awam. 

Keberadaan para ulama “penjilat” penguasa, yang untuk memenuhi ambisi duniawinya bersedia mengadakan fitnah terhadap sesama ulama, dan untuk selalu dekat dengan penguasa bahkan bersedia menyatakan bahwa suatu ajaran kebenaran sebagai sebuah kesesatan dan makar, karena menabrak kepentingan penguasa itu sebenarnya sudah digambarkan oleh para ulama. Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya’ “Ulum al-Din menyebutkan sebagai al-‘ulama’ al-su’ (ulama yang jelek dan kotor). Sementara ketika Sunan Kalijaga melihat tingkah laku para ulama pada zaman Demak, yang terkait dengan bobroknya moral dan akhlak penguasa, disamping fitnah keji yang ditujukan kepada sesama ulama, namun beda pendapat dan kepentingan, maka Sunan Kalijaga membuatkan deskripsi secara halus. Sesuai dengan profesinya dalam budaya, utamanya sebagai dalang, Sunan Kalijaga menggambarkan kelakuan para ulama yang ambisi politik dan memiliki karakter jelek sebagai tokoh Sang Yamadipati (Dewa Pencabut Nyawa) dan Pendeta Durna (ulama yang bermuka dua, munafik). 

Kedua tokoh tersebut dalam serial pewayangan model Sunan Kalijaga digambarkan sebagai ulama yang memakai pakaian kebesaran ulama; memakai surban, destar, jubah, sepatu, biji tasbih dan pedang. Pemberian karakter seperti itu adalah salah satu cara Sunan Kalijaga dalam mencatatkan sejarah bangsanya, yang terhina dan teraniaya akibat tindakan para ulama jahat yang mengkhianati citra keulamaannya, dengan menjadikan diri sebagai Sang Yamadipati, mencabut nyawa manusia yang dianggapnya berbeda pandangan dengan dirinya atau dengan penguasa di mana sang ulama mengabdikan dirinya. Hal tersebut merupakan cara Sunan Kalijaga melukiskan suasana batin bangsanya yang sudah mencitrakan pakaian keulamaan, dalil-dalil keagamaan sebagai atribut Sang Pencabut Nyawa. Atas nama agama, atas nama pembelaan terhadap Tuhan, dan karena dalil-dalil mentah, maka aliran serta pendapat yang berbeda harus dibungkus habis. 

Gambaran pendeta Durna adalah wujud dari rasa muak Sunan Kalijaga terhadap para ulama yang menjilat kepada kekuasaan, bahkan aktivitasnya digunakan untuk semata-mata membela kepentingan politik dan kekuasaan, menggunakan dalil keagamaan hanya untuk kepentingan dan keuntungan pribadi dengan mencelakakan banyak orang sebagai tumbalnya. Citra diri ulama yang ‘tukang’ hasut, penyebar fitnah, penggunjing, dan pengadu domba. Itulah yang dituangkan oleh Sunan Kalijaga dalam sosok Pendeta Durna. 


Wallahu Alam Bishowab.

Sumber : Ternyata Syekh Siti Jenar Tidak Dieksekusi Wali Songo.  K.H. Muhammad Sholikhin. Erlangga. Boyolali: 2008.

Sunan Kalijaga Bertanya Syech Siti Jenar Menjawab.

Diriwayatkan  pada suatu malam selepas ba'da Sholat isya' berkumpulah para wali di salah satu surau disekitar kediaman Sunan ampel, Para wali yang hadir diantaranya adalah Kanjeng  Sunan Bonang, Kanjeng Sunan Giri, Syekh siti jenar, Kanjeng Sunan Kalijaga, dan  Maulana Malik Ibrahim (Kanjeng Sunan Ampel) yang tengah duduk santai. Lalu Kanjeng Sunan kalijaga bertanya kepada  para wali  sebuah pertanyaan yg selama ini mengusik kalbunya.

Kanjeng Sunan Kalijaga lalu berkata :
"Mohon ampun sebelumnya pada semua Bopo guru sekalian, karena ingsun bermaksud untuk bertanya kepada kanjeng sekalian, akan sesuatu yg sangat demikian rumit dalam kalbu ingsun yang selama ini hamba belum juga menemukan jawabannya".

Lalu Kanjeng Sunan Ampel bertanya: 
"Ananda Kalijaga, apakah gerangan yang akan ananda tanyakan itu, sampai-sampai kalbu ananda bisa terusik karenanya? Insya Allah atas Rahmat dan Ridho-Nya diantara kami ada yang mampu untuk menjawabnya".

Kanjeng Sunan Kalijaga bertanya : 
"Mohon ampun beribu ampun Bopo guru semuanya, adapun pertanyaan yg demikian mengusik kalbu ingsun ialah : "apakah kematian terpilih itu menurut Bopo Guru yg semuanya hadir, lantas apakah setelah kita dapat melalui kematian terpilih, kemana tujuan akhir nya?".

Kanjeng Sunan Ampel lalu berkata:
"Subhanallah. La qoula quata illa billah, demikian dalam pertanyaan Adimas Kalijaga, kiranya apakah yg hadir di sini mau menjelaskan apa yg jd ganjalan Kholbu dari Ananda kali jaga, semoga ada yg mampu menjawabnya,. dan ingsunpun belum dapat menjelaskan karena ingsun sendiri belumlah menguasainya,. barang kali ada yg dapat membantu menjawab nya,. monggo ingsun persilahkan dg segala hormat".

Suasana di dalam surau mendadak menjadi hening setelah Sunan Ampel mempersilahkan kepada wali yang hadir untuk menjawab pertanyaan dari Kanjeng Sunan Kalijaga. Lalu dalam suasana yang penuh dengan kehenigan akhirnya Syech Siti Jenarpun ikut Angkat bicara.

Syech Siti Jenar berkata: 
"Sekiranya para kanjeng sunan yang hadir di sini tidak keberatan dan tiada juga mengurangi rasa hormat  ingsun kepada para kanjeng sunan sekalian  InsyaAllah  ingsun dapat jelaskan maksud dan jawaban atas pertanyaan Adimas kali jaga, agar tiada lagi ganjalan dalam kholbunya sertasenantiasa memuji kebesaran Sang hyang manon".

Kanjeng Sunan Ampel lalu berkata:
"Oh,. Ananda siti jenar, tiadalah kami akan terhina jika ananda Siti Jenar mau membabarkannya kepada kami semua tentang ilmu yg belum kami ketahui, kira nya Sang hyang manon merahmati ananda siti jenar akan ilmu yg demikian dalam ini bagi kami. Monggo silahkan ananda Siti Jenar, kami akan dengan seksama menyimak ilmu yg anada ketahui tersebut".

Syech Siti Jenar lalu menjawab pertanyaan Kanjeng Sunan Kalijaga : 
"Cermin batin itu bukanlah cermin yang dipakai orang-orang biasa. Cermin ini sangat istemewa, karena mendekati kenyataan. Bila kita mengetahui badan yang sejati itulah yang dinamakan kematian terpilih".

Kemudian pada saat itu pula Syekh siti jenar mengurai satu demi satu tentang kematian terpilih yang ditanyakan oleh Kanjeng Sunan kalijaga, dan semua yg hadir menyimak dengan penuh hormat akan keilmuan yang telah di sampaikan oleh Syekh siti jenar, hingga mejelang sholat subuh. 

Waalahu Alam Bishowab.

Saturday, March 28, 2015

Hakekat Sholat



"Dalam sebuah hadist nabi Muhamad SAW menyebutkan bahwa amal hamba yang pertama kali diperhitungkan adalah sholat. Jika sholatnya baik, maka semua dianggap baik. Ini bagaimana?" seorang santri bertanya kepada Syech Siti Jenar.

Apakah Kehendak Seseorang Itu Karena Kehendak Allah SWT juga




"Jika Allah SWT telah berkehendak, maka apakah kehendak seseorang itu karena kehendak Allah SWT juga?" Seorang murid bertanya kepada Syech Siti Jenar.

Friday, March 27, 2015

Hakekat Kodrat.



Pada suatu kesempatan seorang santri bertanya kepada Syech Siti Jenar:
"Jelaskan kepada kami tentang hakikat kodrat !”

Hakekat Sifat Wujud


Suatu hari ketika Syech Siti Jenar sedang   mengajarkan ilmu kepada para santri-santrinya, Beliau berkata:

”Manusia wajib berpegang kepada akal dan harus meyakini pula dua puluh sifat yang dimiliki Allah".