Wednesday, June 19, 2013

Habib Neon

Nama lengkap Beliau adalah Habib Muhammad bin Husein bin Zainal Abidin bin Ahmad Alaydrus dan ketika lahir beliau diberi nama Muhammad Masyhur yang merupakan salah seorang ulama yang menjadi cahaya umat pada saat itu. Cahaya keilmuan dan akhlaqnya menjadi suri tauladan bagi kita  yang mengikuti jejak ulama salaf.



Dalam suatu kisah diceritakan, pada suatu malam, ketika ribuan jamaah tengah mengikuti taklim di sebuah masjid di Surabaya, tiba-tiba listrik padam & membuat para Jamaah risau & heboh. Satu-persatu jamaah mulai keluar, apalagi malam itu bulan sedang bulan purnama Dan dari kejauhan tampak Habib Muhammad bin Husein berjalan menuju masjid. Ia mengenakan gamis dan sorban putih, berselempang kain warna hijau. Begitu beliau masuk ke dalam masjid, mendadak masjid terang benderang seolah-olah seperti ada lampu neon yang menyala. Padahal, Beliau tidak membawa alat penerangan. Para jamaah terheran-heran. Apa yang telah terjadi? Setelah diperhatikan, ternyata cahaya terang benderang itu berasal dari tubuh Habib Muhammad bin Husein. Subhanallah.  
Dan sejak itu beliau mendapat julukan Habib Neon.

Al-Habib Muhammad bin Husein al-Aydrus lahir di kota Tarim Hadramaut. Kewalian dan sir Beliau tidak begitu tampak di kalangan orang awam dan aromah beliau sudah bukanlah hal yang asing lagi bagi kalangan kaum ‘arifin billah, karena memang Beliau sendiri lebih sering bermuamalah dan berinteraksi dengan mereka. Sejak kecil habib Neon dididik dan diasuh secara langsung oleh ayah Beliau sendiri al-’Arifbillah Habib Husein bin Zainal Abidin al-Aydrus. Setelah usianya dianggap cukup matang oleh ayahnya, Beliau merantau ke Singapura. Beliau lalu pindah ke Palembang, Sumatera Selatan. Di kota ini Beliau menikah dan dikaruniai seorang putri. Dari Palembang, Beliau melanjutkan perantauannya ke Pekalongan, Jawa Tengah, sebuah kota yang menjadi saksi bisu pertemuan beliau untuk pertama kalinya dengan al-Imam Quthb al-Habib Abu Bakar bin Muhammad as-Seggaf, Gresik. Di Pekalongan jugalah beliau seringkali mendampingi Habib Ahmad bin Tholib al-Atthos. Dari Pekalongan beliau pindah ke Surabaya ketempat Habib Musthafa al-Aydrus yang tidak lain adalah pamannya. Seorang penyair, al-Hariri pernah mengatakan;

Cintailah negeri-negeri mana saja yang menyenangkan bagimu  dan jadikanlah (negeri itu) tempat tinggalmu 

Akhirnya Beliau memutuskan untuk tinggal bersama pamannya di Surabaya, yang waktu itu terkenal di kalangan masyarakat Hadramaut sebagai tempat berkumpulnya para awliya. Di antaranya adalah Habib Muhammad bin Ahmad al-Muhdor, Habib Muhammad bin Idrus al-Habsyi, Habib Abu Bakar bin Umar bin Yahya dan masih banyak lagi para habaib yang mengharumkan nama kota Surabaya waktu itu. Selama menetap di Surabaya pun Habib Muhammad al-Aydrus sangat suka berziarah, terutama ke kota Tuban dan Kudus selama 1-2 bulan. Dikatakan bahwa para sayyid dari keluarga Zainal Abidin (keluarga ayah Habib Muhammad) adalah para sayyid dari Bani ‘Alawy yang terpilih dan terbaik karena mereka mewarisi asrar (rahasia-rahasia). Mulai dari ayah, kakek sampai kakek-kakek buyut Beliau tampak jelas bahwa mereka mempunyai maqam di sisi Allah SWT. Mereka adalah pakar-pakar ilmu tashawuf dan adab yang telah menyelami ilmu ma’rifatullah, sehingga patut bagi kita untuk menjadikan Beliau sebagai figur teladan. Diriwayatkan dari sebuah kitab manaqib keluarga al-Habib Zainal Abidin mempunyai beberapa karangan yang kandungan isinya mampu memenuhi 10 gudang kitab-kitab ilmu ma’qul/manqul sekaligus ilmu-ilmu furu’ (cabang) maupun ushul (inti) yang ditulis berdasarkan dalil-dalil jelas yang hasilnya dapat dipertanggungjawabkan sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh para pakar dan ahli (para ashlafuna ash-sholihin).

Habib Neon adalah tipe seorang yang pendiam, sedikit makan dan tidur. Setiap orang yang bersilaturahim kepada beliau pasti merasa nyaman dan senang kketika memandang wajah Beliau yang selalu ceria dengan Nur Illahi. Setiap waktu beliau gunakan untuk selalu berdzikir dan bersholawat kepada Nabi Muhamad SAW. Beliau juga gemar memenuhi undangan kaum fakir. Setiap pembicaraan yang keluar dari mulut Beliau selalu bernilai kebenaran-kebenaran sekalipun pahit akibatnya. Tak seorangpun dari kaum muslimin yang beliau khianati, apalagi dianiaya. Setiap hari jam 10 pagi hingga dzuhur Beliau selalu menyempatkan untuk openhouse untuk menjamu para tamu yang datang dari seluruh nusantara, bahkan ada sebagian berasal dari mancanegara. Sedangkan waktu antara maghrib sampai isya’ beliau pergunakan untuk menelaah kitab-kitab yang menceritakan perjalanan kaum salaf. Setiap malam Jum’at beliau mengadakan pembacaan Burdah bersama para jamaahnya. 

Beliau adalah pewaris karateristik Imam Ali Zainal Abidin yang haliyah-nya agung dan sangat mulia. Beliau juga memiliki maqam tinggi yang jarang diwariskan kepada generasi-generasi penerusnya. Dalam hal ini al-Imam Abdullah bin Alwi al-Haddad telah menyifati mereka dalam untaian syairnya: Mereka tetap dalam jejak Nabi dan sahabat-sahabatnya Juga para tabi’in. Maka tanyakan kepadanya dan ikutilah jejaknya Mereka menelusuri jalan menuju kemulyaan dan ketinggian Setapak demi setapak (mereka telusuri) dengan kegigihan dan kesungguhan “Itu pula yang saya ketahui secara langsung. 

Beliau adalah guru saya,” tutur Habib Mustafa bin Abdullah Alaydrus, kemenakan dan menantunya, yang juga pimpinan Majelis Taklim Syamsi Syumus, Tebet Timur Dalam Raya, Jakarta Selatan. 


Di antara laku mujahadah (tirakat) yang dilakukan Beliau ialah berpuasa selama tujuh tahun, dan hanya berbuka dan bersantap sahur dengan tujuh butir korma. Bahkan pernah selama setahun Beliau berpuasa, dan hanya berbuka dan sahur dengan gandum yang sangat sedikit. Untuk jatah buka puasa dan sahur selama setahun itu Beliau hanya menyediakan gandum sebanyak lima mud saja. Dan itulah pula yang dilakukan oleh Imam Ghazali. Satu mud ialah 675 gram. ”Aku gemar menelaah kitab-kitab tasawuf. Ketika itu aku juga menguji nafsuku dengan meniru ibadah kaum salaf yang diceritakan dalam kitab-kitab salaf tersebut,” katanya. Habib Neon wafat pada 30 Jumadil Awwal 1389 H / 22 Juni 1969 M dalam usia 71 tahun, dan jenazahnya dimakamkan di Taman Pemakaman Umum Pegirikan, Surabaya, di samping makam paman dan mertuanya, Habib Mustafa Alaydrus, sesuai dengan wasiatnya. Setelah Beliau wafat, aktivitas dakwahnya dilanjutkan oleh putranya yang ketiga, Habib Syaikh bin Muhammad Alaydrus dengan membuka Majelis Burdah di Ketapang Kecil, Surabaya. Haul Habib Neon diselenggarakan setiap hari Kamis pada akhir bulan Jumadil Awal.

No comments: