Monday, March 28, 2016

Sifat-sifat Muhammad bin Abdul Wahhab

Disadur dari Kitab DURARUSSANIYAH FIR RADDI ALAL WAHABIYAH karya Al- Allamah Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan Asy-Syafi’I :


Diantara sifat-sifat Muhammad bin Abdul Wahhab yang tercela ialah kebusukan dan kekejiannya yang melarang orang-orang berziarah ke makam dan membaca sholawat atas Nabi Muhamad SAW, bahkan Muhammad bin Abdul Wahhab sampai menyakiti orang yang hanya sekedar mendengarkan bacaan sholawat dan yang membacanya dimalam Jum’at serta yang mengeraskan bacaannya di atas menara-menara dengan siksaan yang amat pedih.

Pernah suatu ketika ada seorang lelaki yang buta dan memiliki suara yang bagus bertugas sebagai muadzin, dia telah dilarang mengucapkan shalawat di atas menara, namun setelah dia selesai mengumandangkan adzan lalu bergegas membaca shalawat, maka langsung seketika itu pula Muhammad bin Abdul Wahhab memerintahkan untuk membunuhnya, kemudian dibunuhlah dia, setelah itu Muhammad bin Abdul Wahhab berkata :

“Perempuan-perempuan yang berzina dirumah pelacuran adalah lebih sedikit dosanya daripada para muadzin yang melakukan adzan di menara2 lalu membaca shalawat atas Nabi setelahnya". 

Kemudian Muhammad bin Abdul Wahhab memberitahukan kepada sahabat-sahabatnya bahwa apa yang dilakukan itu adalah untuk memelihara kemurnian tauhid . Maka betapa kejinya apa yang diucapkannya dan betapa jahatnya apa yang dilakukanya. 

Tidak hanya itu saja, bahkan Muhammad bin Abdul Wahhab juga membakar kitab Dalailul Khairat ( kitab ini yang dibaca para pejuang Afghanistan sehingga mampu mengusir Uni Sovyet / Rusia) dan juga kitab-kitab lainnya yang memuat bacaan-bacaan shalawat serta keutamaan membacanya ikut dibakar, sambil berkata apa yang dilakukan ini semata-mata untuk memelihara kemurnian tauhid.

Muhammad bin Abdul Wahhab juga melarang para pengikutnya membaca kitab-kitab fiqih, tafsir dan hadits serta membakar sebagian besar kitab-kitab tsb, karena dianggap susunan dan karangan orang-orang kafir. Kemudian menyarankan kepada para pengikutnya untuk menafsirkan Al Qur’an sesuai dengan kadar kemampuannya, sehingga para pengikutnya menjadi tak berakhlaqul karimah dan masing-masing personal menafsirkan Al Qur’an sesuai dengan kadar kemampuannya, sekalipun tidak secuilpun dari ayat Al Qur’an yang dihafalnya. Lalu ada seseorang dari mereka berkata kepada seseorang : 
“Bacalah ayat Al Qur’an kepadaku, aku akan menafsirkanya untukmu"
dan apabila telah dibacaka ntuknya, maka Muhammad bin Abdul Wahhab akan menafsirkan dengan pendapatnya sendiri. 

Muhammad bin Abdul Wahhab memerintahkan kepada pengikut dan sahabat-sahabatnya untuk mengamalkan dan menetapkan hukum sesuai dengan apa yang mereka fahami serta memperioritaskan kehendaknya diatas kitab-kitab ilmu dan nash-nash para ulama, Muhammad bin Abdul Wahhab mengatakan bahwa sebagian besar pendapat para imam keempat madzhab itu tidak ada apa-apanya.

Sekali waktu, Muhammad bin Abdul Wahhab menutupinya dengan mengatakan bahwa para imam ke empat madzhab Ahlussunnah adalah benar, namun Muhammad bin Abdul Wahhab juga mencela orang-orang yang sesat lagi menyesatkan. Dan dilain waktu Muhammad bin Abdul Wahhab mengatakan bahwa syari’at itu sebenarnya hanyalah satu, namun mengapa mereka (para imam madzhab) menjadikan 4 madzhab. Ini adalah kitab Allah dan sunnah Rasul, kami tidak akan beramal, kecuali dengan berdasar kepada keduanya dan kami sekali-kali tidak akan mengikuti pendapat orang-orang Mesir, Syam dan India. Yang dimaksud adalah pendapat tokoh-tokoh ulama Hanbaliyyah dll dari ulama-ulama yang menyusun buku-buku yang menyerang fahamnya.

Dengan demikian, maka Muhammad bin Abdul Wahhab adalah orang yang membatasi kebenaran, hanya yang ada pada sisinya, yang sejalan dengan nash-nash syara’ dan ijma’ ummat, serta membatasi kebathilan di sisinya apa yang tidak sesuai dengan keinginannya, sekalipun berada diatas nash yang jelas yang sudah disepakati oleh ummat.

Dan Muhammad bin Abdul Wahhab adalah orang yang mengurangi keagungan Rasulullah SAW dengan banyak sekali atas dasar memelihara kemurnian tauhid. Muhammad bin Abdul Wahhab mengatakan bahwa Nabi SAW itu tak ubahnya :” Thorisy” yang merupakan istilah kaum orientalis yang berarti seseorang yang diutus dari suatu kaum kepada kaum yang lain. Artinya, bahwa Nabi SAW itu adalah pembawa kitab, yakni puncak kerasulan beliau itu seperti “Thorisy” yang diperintah seorang amir atau yang lain dalam suatu masalah untuk manusia agar disampaikannya kepada mereka, kemudian sesudah itu berpaling (atau tak ubahnya seorang tukang pos yang bertugas menyampaikan surat kepada orang yang namanya tercantum dalam sampul surat, kemudian sesudah menyampaikannya kepada yang bersangkutan, maka pergilah dia. Dengan ini maka jelaslah bahwa Muhammad bin Abdul Wahhab hanya mengambil sebagian al Qur’an dan sebagian dia lagi tinggalkannya).

Diantara cara Muhammad bin Abdul Wahhab mengurangi ke-agungan Rasulullah SAW ialah pernah mengatakan :
 “Aku melihat tentang kisah perjanjian Hudaibiyah, maka aku dapati mestinya begini dan begini”, 
dengan maksud menghina dan mendustakan Nabi SAW (seolah-olah bahwa Muhammad bin Abdul Wahhab lebih mngetahui jika dibandingkan dengan Nabi SAW mengenai perjanjian itu) dan seterusnya masih banyak lagi nada-nada yang serupa yang Muhammad bin Abdul Wahhab ucapkan, sehingga para pengikutnya pun melakukan seperti apa yang dilakukannya dan berkata seperti apa yang diucapkannya itu. Sehingga Muhammad bin Abdul Wahhab berkata kepada para sahabat dan pengikutnyapun :
“Sesungguhnya tongkatku ini lebih berguna daripada Muhammad, karena tongkatku ini bisa aku pakai untuk memukul ular, sedang Muhammad telah mati dan tiada sedikit manfaatpun yang tersisa darinya, karena dia (Nabi Muhamad SAW) adalah seorang Thorisy dan sekarang sudah berlalu”.

Banyak para ulama’ yang menyusun buku guna menolak faham ini mengatakan bahwa ucapan-ucapan seperti itu adalah “KUFUR” menurut ke empat madzhab, bahkan kufur menurut pandangan seluruh para zumhur Ulama.

Wallahu Alam Bishowab.

Tuesday, March 15, 2016

Al-Habib Abdullah bin Ali Al-Atthas, Pelantun Diba' dari Bekasi

Mari Kita berkenalan dengan Pelantun Diba' dari Bekasi, seorang guru sekaligus Ulama muda yang memiliki Akhlaqul karimah dan seorang figur kharismatik. Dialah Al-Habib Abdullah bin Ali Al-Atthas Pelantun Diba' (Maulid Ad-Diba’i) dari kota Bekasi yang meneruskan jejak ayahandanya Al-Habib Ali bin Sholeh Al-Atthas. 

Maulid Ad-Diba’i merupakan sebuah maha karya maulid yang sangat termasyhur dikalangan Ahlus Sunnah Wal Jama'ah, sebuah gubahan dari  seorang ulama besar yang juga ahli hadits yaitu Imam Wajihuddin ‘Abdur Rahman bin Muhammad bin ‘Umar bin ‘Ali bin Yusuf bin Ahmad bin ‘Umar ad- Diba`ie asy-Syaibani al-Yamani az- Zabidi asy-Syafi` yang berisikan tentang syair-syair sanjungan (madah) atas Nabi Muhammad SAW dan kisah tentang ihwal kehidupan Nabi Muhamad SAW.

Al-Habib Abdullah bin Ali Al-Atthas adalah anak keempat dari pernikahan Al-Habib Ali bin Sholeh Al-Atthas dengan Syarifah Lu’lu binti Abdullah Al-Atthas yang telah dikaruniai tujuh orang anak. 

Beberapa waktu sebelumnya, ketika Al-Habib Abdullah bin Ali Al-Atthas masih menuntut ilmu di Hadramaut, ayahanda Al-Habib Abdullah bin Ali Al-Atthas yaitu Al-Habib Ali bin Sholeh Al-Atthas sempat gundah, atas apa yang terjadi diluar expetasi Al-Habib Ali bin Sholeh Al-Atthas (Manusia boleh saja berencana tapi kembali lagi kepada Allah SWT yang maha berkehendak),  ketika mendapati putra sulungnya  yang diharapkan akan meneruskan jejak Al-Habib Ali bin Sholeh Al-Atthas sebagai pewaris, pembaca dan penghafal Maulid Ad-Diba’i telah berpulang ke rahmatullah. 

Tetapi tidak lama kemudian setelah Al-Habib Abdullah bin Ali Al-Atthas yang baru saja pulang sehabis menuntut ilmu dari Hadramaut, Al-Habib Ali bin Sholeh Al-Atthas dapat merasa lega ketika mendapati bahwa Al-Habib Abdullah bin Ali Al-Atthas ternyata juga dapat menghafal Maulid Ad-Diba’i dan disiapkan untuk meneruskan jejak ayahandanya Al-Habib Ali bin Sholeh Al-Atthas untuk membaca dan melantunkan Maulid Ad-Diba’i. Dan Al-Habib Abdullah bin Ali Al-Atthas juga telah mewarisi kepiawaian ayahandanya, Al-Habib Ali bin Shalih Al-Atthas dalam  membaca, menghafal dan melantunkan Maulid Ad-Diba’i.

Ada pepatah bilang jika Buah Jatuh Tidak Jauh Dari Pohonnya yang artinya bahwa akhlaq anak tidak akan berbeda jauh dari orang tuanya. Ini juga berlaku bagi   Al-Habib Abdullah bin Ali Al-Atthas memiliki kepribadian akhlaqul karimah Seperti hal ayahandanya, Al-Habib Ali bin Sholeh Al-Atthas. Al-Habib Abdullah bin Ali Al-Atthas juga akan selalu meluangkan waktu hanya untuk  memenuhi undangan  membacakan dan melan­tunkan  Maulid Ad-Diba’i.

Ihwal kepiawaian Al-Habib Abdullah bin Ali Al-Atthas mem­baca kitab Maulid Ad-Diba’i ini telah digariskan secara turun temurun berawal dari Al-Ha­bib Muhammad bin Muhsin Alatas, gene­rasi pertama habaib yang telah menjejakkan kaki di kota Bekasi, kemudian diturunkan kepada kakeknya Al- Habib Sholeh bin Abdullah Alatas, lalu diturunkan lagi kepada ayahnya Al-Habib Ali bin Sholeh Al-Atthas bin Abdullah Alatas. Dan akhirnya diturunkan lagi kepada Al-Habib Abdullah bin Ali Al-Atthas.



Wallahu Alam Bishowab.

Wednesday, March 9, 2016

Kenapa Sih Wanita Dianggap Kurang Akal?

Sering sekali perempuan itu mengeluh dan bertanya "Kenapa sih wanita itu dianggap kurang akal". Hal itu  berdasarkan hadist berikut:

Diriwayatkan dari Abu Sa’id al Khudriy  رضي الله ﺗﻌﺎﻟﯽٰ عنه  berkata: 

“Suatu ketika Rasulullah   keluar pada hari raya menuju ketempat shalat Id dan melewati sekelompok wanita. Beliau ﷺ bersabda: 
"Duhai kaum wanita bersedekahlah kalian, karena sesungguhnya aku telah diperlihatkan bahwa kalian adalah mayoritas penghuni neraka".

Mereka lalu bertanya: 
"Mengapa wahai
Rasulullah?".

Rasulullah ﷺ  pun menjawab: 
"Kalian sering melaknat dan durhaka terhadap suami. Dan tidaklah aku menyaksikan orang yang memiliki kekurangan akal dan agama yang dapat menghilangkan akal kaum laki-laki yang setia daripada salah seorang diantara kalian". 

Mereka lalu bertanya:
"Apa yang dimaksud dengan kekurangan agama dan akal kami wahai Rasulullah?".

Rasulullah  menjawab:
"Bukankah kesaksian seorang wanita sama dengan separuh dari kesaksian seorang pria?’".

Mereka menjawab:
"Benar".

Rasulullah   berkata lagi: 
"Bukankah apabila wanita mengalami haidh maka dia tidak melakukan shalat dan puasa?’".

Mereka menjawab:
"Benar".

Beliau  ﷺ berkata:
"itulah (bukti) kekurangan agamanya".
(HR. Bukhari).

Mengenai  jawaban dari pertanyaan  mengenai wanita itu dianggap kurang akal  selain karena " kesaksian seorang perempuan itu sama dengan separuh dari kesaksian seorang laki-laki " maka salah satu alasannya  adalah sebagai berikut:

Al-Habib Abdullah Bin Ali Bin Soleh Al-Atthos (Kartini -Bekasi) pernah mengatakan:
"Dalam sebuah riwayat disebutkan Allah سبحانه و تعالى telah menciptakan akal sebanyak 1000 akal.
  • 999 akal telah Allah  سبحانه و تعالى anugerahkan kepada Rasulullah  
  • 9/10 dari 1 akal yang tersisa Allah   سبحانه و تعالى  anugerahkan kepada Para Al-Anbiya Wal Mursalin. 
  • 9/100 dari 1 akal yang tersisa Allah   سبحانه و تعالى anugerahkan kepada Laki-laki. 
  • Dan 1/100 dari 1 akal yang tersisa Allah   سبحانه و تعالى  anugerahkan kepada kaum wanita".
Insya Allah dengan adanya penjelasan dari riwayat diatas semakin jelas kenapa wanita itu dianggap kurang akal yang hanya diberikan 1/100.000 akal dari 1000 akal yang ada bandingkan dengan laki-laki yang hanya diberikan 9X lebih banyak dari akal perampuan (9/100.000 akal dari 1000 akal yang ada) dan bagaimana kemuliaan dari Rasulullah   yang dianugerahkan Allah 999 akal dari 1000 akal yang diciptakan. Semoga dengan memilki pemahaman yang benar mengenai hal ini tidak menyebabkan laki-laki untuk merendahkan perempuan, atau sebagai perempuan tidak perlu merasa rendah diri. karena sebagai laki-laki itu dianjurkan untuk selalu berbuat baik kepada perempuan dan memuliakannya, sebagai perempuan harus merasa terhormat dengan kebaikan dari laki-laki yang juga akan memuliakan perempuan.Dalam sebuah riwayat lain Rasulullah    bersabda:
“Berbuat baiklah pada para wanita. Karena wanita diciptakan dari tulang rusuk. Yang namanya tulang rusuk, bagian atasnya itu bengkok. Jika engkau mencoba untuk meluruskannya (dengan kasar), engkau akan mematahkannya. Jika engkau membiarkannya, tetap saja tulang tersebut bengkok. Berbuat baiklah pada para wanita.” (HR. Bukhari -Muslim).

Wallahu Alam Bishowab.