Nama asli beliau adalah Abul Futuh Yahya bin Habsyi bin Amrak, lahir di Suhrawardi, Zanda, Persia utara, pada 549 H / 1129 M. seperti Al-Hallaj, ia juga di bunuh oleh penguasa. Itu sebabnya ia dijuluki Al-Maqtul (yang terbunuh).
Ada tiga sufi yang namanya mirip dengan beliau: As-Suhrawardi, Abu An-Najib As-Suhrawardi, dan Abu Hafs Syihabuddin As-Suhrawardi Al-Baghdadi yang dikenal sebagai pengarang kitab Awarif al-Maarif.
Beliau lahir di lingkungan keluarga yang taat beribadah. Seperti halnya sufi atau ulama besar lainnya, sejak kecil ia juga belajar dasar-dasar ilmu agama, seperti Al-Quran dan fiqih. Juga seperti sufi yang lain, catatan perjalanan kehidupannya sangat sedikit diketahui orang. Beliau hidup di suatu zaman ketika muncul kebutuhan untuk menyatukan kembali ilmu pengetahuan Islam dengan memadukan berbagai mazhab. Ditengah perdebatan intelektual itulah muncul pemikiran beliau tentang Isyraq, yang antara lain meyakini bahwa wacana filosofis merupakan bagian dari perjalanan spritual seseorang.
Beliau adalah salah seorang sufi besar yang suka mengembara untuk berburu ilmu dan kebenaran. Beliaulah pencetus paham Isyraq (Kerinduan pada Allah سبحانه و تعالى) yang dikenal Dalam dunia tasawuf. Paham ini meyakini, bahwa Allah adalah Nurus Samawati wal Ardi (cahaya langit dan Bumi) sebagaimana disebut dalam firman Allah سبحانه و تعالى:
۞ اللَّهُ نُورُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۚمَثَلُ نُورِهِ كَمِشْكَاةٍ فِيهَا مِصْبَاحٌ ۖالْمِصْبَاحُ فِي زُجَاجَةٍ ۖالزُّجَاجَةُ كَأَنَّهَا كَوْكَبٌ دُرِّيٌّ يُوقَدُ مِنْ شَجَرَةٍ مُبَارَكَةٍ زَيْتُونَةٍ لَا شَرْقِيَّةٍ وَلَا غَرْبِيَّةٍ يَكَادُ زَيْتُهَا يُضِيءُ وَلَوْ لَمْ تَمْسَسْهُ نَارٌ ۚنُورٌ عَلَىٰ نُورٍ ۗيَهْدِي اللَّهُ لِنُورِهِ مَنْ يَشَاءُ ۚوَيَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ ۗوَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
Artinya: "Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lobang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat (nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu"(QS. An-Nur[24]:35).
Dari Nur Allah itulah lahir cahaya-cahaya yang lain di alam semesta dan di jagat rohaniah. Paham ini juga dikenal sebagai paham Iluminatif (pencerah), dan terpengaruh oleh paham-paham Filsafat. Karena itu Prof. Dr. Hamka menyebutnya sebagai filsafat Isyraq.
Beliau dikenal sebagai seorang pengembara yang gandrung menuntut ilmu dan berguru kepada sejumlah ulama dan pakar dalam berbagai ilmu pengetahuan. Di Marga Azarbaijan, Asia Tengah, ia belajar fiqih dan filsafat kepada Syekh Majduddin Al-Jilli, seorang fuqaha yang termasyhur kala itu. Di Isfahan, Iran, beliau belajar Mantiq (logika) kepada Ibnu Shlan As-Sawi pengarang kitab Al-Basair An-Nasiriyah. Selain itu juga tercatat belajar filsafat India, Persia dan Yunani. Menurut seorang pengikutnya, pengetahuan beliau sangat dalam dan sangat menguasai ilmu hikmah.
Beliau merintis perjalanan sufistisnya sejak bergabung dengan para sufi dalam kehidupan asketisnya. Beberapa tahun bergelut dengan ajaran-ajaran sufi, setelah itu beliau mengembara mengunjungi sejumlah ulama dan pakar di Aleppo Damaskus, Anatolia, sampai ke Azarbaijan. Terakhir kali beliau melakukan perjalanan ke Halb, belajar tasawuf kepada sufi besar As-Syafir Iftikharuddin.
Beliau juga termasuk sufi besar yang produktif membukukan pikiran-pikirannya. Karya-karyanya yang dianggap monumental, antara lain, Hikmah al-Isyraq. Al-Muqawwamat dan Al-Mutaribat, salah satu kitab yang banyak diperbincangkan ialah Hikamh al-Isyraq. Memuat berbagai pandangannya perihal filsafat Isyraq atau Iluminatif. Karya-karyanya rata-rata terwujud dalam sebuah kitab yang tipis seperti: Hikayat An-Nur, Alwah wa Imadiyah. Partaw Nama, Fil Itikad al-Hukama, Al-Lahamat, Bustan al-Qulub sebagian besar di tulis dalam bahasa arab. Sementara karya-karyanya dalam bahasa Persia banyak dipuji sebagai karya sastra yang indah. Karya yang lain, diantaranya, Aqil Surkh, Awazi Par-I Jabarail, Al-Qissah Al-Ghurbah al-Gharbiyah, Lugati Muran, Risalah fil Hallah al-Tufuliyyah, Ruzi Ba Jamaah Sufiyan, Safir Simurg dan Risalah fi Mikraj.
Ada pula karya Risalah beliau yang bersifat Filosofis, berupa terjemahan karya Ibnu Sina, berjudul Risalah Tayr, dan komentar mengenai karya Ibnu Sina dalam bahasa Persia, Isyraf wa Tanbihat. Juga sebuah risalah berjudul Risalah fi Haqiqah al-Isyq, didasarkan pada karya Ibnu Sina berjudul Risalah fil Isyq. Ada juga karyanya yang memuat doa, dzikir, wirid, berjudul Al-Waridat wa Taqdisat.
Banyak pandangan beliau yang di ikuti para sufi, misalnya ucapannya yang terkenal, Semua yang menyenangkan anda, seperti hak milik, perabotan dan kenikmtan duniawi, dan hal-hal yang serupa itu, lemaprkanlah. Jika resep ini anda ikuti, penglihatan anda akan tercerahkan. Pandangan lain yang juga terkenal, Ketika mata batin terbuka, mata lahir harus di tutup, bibir harus di kunci, dan lima indra lahir harus dibungkam. Indra batin hendaknya mulai berfungsi, sehingga jika ia mencapai sesuatu, melakukakannya dengan jasad batin, jika mendengar, dia mendengar dengan telinga batin.
Salah satu peristiwa yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan Suhrawardi ialah saat kematiannya. Ia meninggal di tiang gantungan dalam sebuah upacara pengadilan yang digelar oleh Sultan Salahuddin Al-Ayyubi, dari dinasti Bani Saljuk gara-gara ajarannya yang dianggap sesat. Di tengah kemasyhurannya sebagai seorang ulama tasawuf dan cendikiawan, pendapat-pendapatnya memang seringkali memancing kontroversi yang kerap dipermasalahkan oleh fuqoha. Seperti pandangan-pandangan Al-Hallaj maupun Junaid Al-Baghdadi, pendapat Suhrawardi sering dianggap menyimpang sehingga memancing polemik yang berkepanjangan.
Sebelum di adili, terlebih dahulu beliau dipanggil oleh pangeran Zahir bin Salahuddin Al-Ayyubi agar dapat mempertanggung jawabkan ajarannya didalam suatu forum debat terbuka yang dihadiri Teolog dan Fuqaha. Dalam debat itu, ia berhasil mempertahankan argumentasinya, sehingga pangeran Zahir pun memaafkannya, bahkan belakangan bersahabat dengannya, tapi akibatnya hal itu memancing rasa iri dan dengki.
Maka timbullah berbagai fitnah dan hasutan kepadanya. Bahkan ada yang sempat yang mengirim surat ke Sultan Shalahuddin yang memperingatkan perihal Kesesatan ajarannya. Dan celakanya lagi sang Sultan malah memerintakan Pangeran Zahir putranya, agar menghukum beliau. Zahir segera menggelar sidang untuk memutuskan hukuman baginya, keputusan pun jatuh: beliau di jatuhi hukuman pancung. Itu terjadi pada tahun 587 H / 1167 M. ketika Suhrawardi berusia 38 tahun. Mungkin karena ia korban persekongkolan politik dan keberadaan makam beliaupun tidak diketahui sampai saat ini.
Dengan adanya hukuman pancung itu membuat namanya menjadi semakin terkenal, masyarakat menggelarinya dengan sebutan Al-Maqtul (tokoh yang terbunuh). belaiu memang telah wafat dan jasadnya telah dibuang, akan tetapi ajaran dan pikiran-pikirannya yang cemerlang tetap hidup hingga kini, bahkan hingga akhir zaman.
Wallahu A'lam bishowab.
No comments:
Post a Comment