Jika saja akal dapat mengendalikan seseorang secara utuh. Maka hawa nafsu akan tunduk patuh kepadanya. Demikian sebaliknya, jika saja manusia berada ditangan hawa nafsu, maka akal akan menjadi tawanan dan hamba baginya. Rasulullah ﷺ memuji orang yang mampu mengendalikan hawa nafsunya sebagai petarung sejati.
Sebagaimana dalam sebuah hadist Rasulullah ﷺ bersabda:
“Petarung sejati bukanlah yang pandai bergulat, tetapi yang mampu mengendalikan nafsunya saat marah.” (HR. Bukhari-Muslim).
Oleh karena itu sebagaimana halnya ruh, jiwa, dan qalbu. Akal dan nafsu manusia pun memiliki beberapa maqam, diantaranya yaitu:
Maqam Nafsu.
Di dalam tafsir Al-Azhar mahakarya dari Buya Hamka pada surah Al-Fajr, dijelaskan bahwa nafsu terbagi menjadi tiga tingkatan yakni
- Nafsul Ammarah, nafsu yang selalu mendorong agar berbuat sesuatu diluar petimbangan akal yang tenang.
- Nafsul Lawwamah. Kita lebih mengenalnya di dalam keseharian dengan istilah tekanan batin atau merasa berdosa.
- Nafsul Muthmainnah yakni jiwa yang mencapai tenang dan tentram akibat digambleng terlebih dahulu oleh penderitaan dan pengalaman.
- Akal Awan Yaitu akal yang dimiliki oleh orang kebanyakan atau pada umumnya. Kerja akal pada tingkatan ini sangat bersifat normative dan terbatas menurut apa adanya, belum dapat memahami dibalik apa adanya. .
- Akal Khawas bil Khawas Yaitu akal yang dimiliki oleh para nabi, rasul, dan ahli waris mereka(auliyah) Allah Swt. Daya berpikir pada tingkatanakala ini bukan melalui usaha sebagaimana pada tingkatan awam dan khawas, akan tetapi tingkat akal ini merupakan anugerah dan karunia Allah Swt. Atas ketaatan dan ketakwaan hamba-Nya.
Wallahu Alam Bishowab.
No comments:
Post a Comment