Dalam Majalah Al-Usrah edisi 80 Dzulqa’dah 1420 H menuliskan
curahan hati seorang wanita perawan tua dari kota Madinah Al-Munawaroh, sebagai berikut:
”Semula aku sangat bimbang sebelum menuliskannya semua karena ketakutanku terhadap cercaan dari kaum wanita, dan akupun sangat mengerti bahwasanya mereka akan mengatakan dan menganggapku bahwa aku ini sudah gila, ataupun sudah tidak waras lagi. Akan tetapi hal ini realita yang aku alami yang mungkin telah dialami pula oleh sebagian besar wanita-wanita lainnya, dan tidak ada seorangpun dapat mengetahuinya, hal inilah yang membuatku memberanikan diri untuk menceritakan kisahku ini".
"Sewaktu umurku mulai menginjak usia 20 tahun, aku ini layaknya seperti gadis normal lainnya mengidamkan seorang pemuda yang multazim dan berakhlak mulia. Dahulu
aku sering berpikiran dengan dipenuhi harapan-harapan bagaimana aku dan suamiku hidup nanti dan
bagaimana kami mendidik anak-anak kami… dan banyak hal lainnya".
Tetapi faktanya aku adalah salah seorang dari wanita yang menentang dan sangat memerangi ta’adud
(poligami).
Bahkan suatu saat karena mendengar ada orang yang berkata:
“SiFulan telah menikah lagi untuk yang kedua kalinya”.
Lalu aku langsung mendoakan lelaki tersebut agar ia mendapat celaka atau tertimpa musibah. Dalam hati akupun berandai-andai:
“Jika saja aku adalah istri pertamanya pastilah aku akan langsung mencampakkannya,
sebagaimana ia telah mencampakkanku".
Akupun sering mengikuti diskusi dengan saudara laki-lakiku
dan terkadang dengan pamanku mengenai ta’addud. Mereka berusaha meyakinkanku agar
aku mau menerima ta’addud, sementara aku tetap saja berkeras kepala untuk tetap tidak mau menerima ta’addud.
Kepada mereka, seringkali aku mengatakan:
"Sangat mustahil bagiku jika ada wanita lain akan hidup berdampingan bersama denganku dan juga mendampingi suamiku”.
Seringkali akupun yang menjadi penyebab
munculnya kekisruhan antara pasangan suami-istri karena suami ingin memadu istrinya, dengan berusaha untuk menghasutnya agar ia menentang dan memerangi ta’adud (poligami) sehingga ia melawan kepada suaminya.
Begitulah seterusnya , waktu demi waktu telah berlalu sedangkan aku masih saja menanti
lelaki idamanku. Tak terasa telah lama aku menanti, akan tetapi ia tetap saja belum juga datang dan akupun masih
terus saja menanti.
Hampir 30 tahun umurku dan masih hidup dalam penantian. Dan Telah lewat 30 tahun yang kunanti tak kunjung datang.
Ya Illahi, apa yang harus kuperbuat? Apakah aku harus keluar untuk mencari calon pengantin laki-laki? Akupun tidak sanggup lagi menahannya, orang-orang pastinya akan berkata bahwa aku adalah wanita yang tidak punya rasa malu. Jadi, apa yang akan aku lakukan? Tidak ada yang bisa aku perbuat, selain hanya menanti.
Pada suatu hari ketika aku sedang duduk-duduk, aku mendengar salah seorang tetanggaku berkata :
"Si Fulanah telah menjadi perawan tua”.
Aku
berkata kepada diriku sendiri:
“Kasihan sekali ya Fulanah menjadi perawan tua”.
Akan
tetapi, aku baru tersadar dan berkata dalam hati:
"Bukankah fulanah yang dimaksud itu adalah aku. Ya Illahi! ternyata itu memang diriku. Tanpa aku sadari akupun telah menjadi perawan tua. Bagaimana aku bisa melukiskannya, membayangkan saja aku tak sanggup, karena orang lainpun tidak akan sanggup untuk merasakannya. Akupun telah dihadapkan pada sebuah
kenyataan sebagai seorang perawan tua. Akupun mulai mengulang kembali kisah-kisah kehidupanku dan apa yang telah aku perbuat?".
Waktu terus berlalu, hari silih berganti, dan batinkupun seolah ingin
menjerit. Yang aku inginkan adalah hanya seorang suami, Ya seorang laki-laki tempatku bernaung di
bawah naungannya, membantuku menyelesaikan problema-problemaku. Aku memang memiliki Saudara yang
laki-laki yang tidak akan akan melalaikanku sedikit pun, tetap saja dia itu bukanlah suamiku. Aku ingin hidup bahagia, aku ingin melahirkan anak-anak, aku ingin menjadi seorang istri soleha dan ibu bagi anak-anakku , yang aku harapkan hanya dapat menjalani kehidupan yang normal.
Akan tetapi takdir telah menjadikanku seperti ini, akupun tidak sanggup dan ingin mengucapkan perkataan ini kepada setiap laki-laki.
Tetapi mereka pasti akan mengatakan:
“Wanita ini tidak tahu malu”.
Tidak ada
yang dapat aku lakukan selain hanya berdoa dan menanti. Akupun mencoba untuk tersenyum, akan tetapi ini munafik namanya karena tidak menggambarkan hatiku yang sesungguhnya. Apakah orang lain ingin melihatku tersenyum, sedangkan hatiku ingin menjerit? Akupun tidak sanggup lagi merasakan dan menghadapinya.
Suatu hari, Saudara laki-lakiku datang mengunjungiku dan
berkata:
“Hari ini telah datang seorang calon pengantin laki-laki untuk mu".
Tapi entah kenapa aku masih saja menolaknya. Tanpa
sadar dari lubuk hatikupun berkata:
“Apa yang kamu lakukan? Itu tidak boleh!”.
Lalu ia berkata kepadaku:
“Apakah hanya karena ia menginginkanmu sebagai istri kedua, dan aku tahu
kalau kamu sangat memerangi ta’addud (poligami)”.
Hampir saja aku berteriak di
hadapan Saudara laki-lakiku :
"Akupun rela menjadi
istri kedua, atau ketiga, atau keempat… "
“Tetapi kenapa aku masih saja tidak menyetujuinya?".
Tetapi dalam hatikupun bergejolak dan pada akhirnya akupun menyetujuinya, lalu akupun berdalih:
"Ya, dahulu memang aku telah berbuat mungkar dengan memerangi ta’addud, tetapi sekarang aku akan menerimanya".
Kakakkupun berkata:
“Maaf Sudah terlambat”.
Sekarang akupun menyesal lalu tersadar dan mengetahui hakekat dalam ta’addud. Satu hikmah
ini telah membuatku menerima, bagaimana dengan hikmah-hikmah yang lain?.
Ya Allah, ampunilah dosaku. atas apa yang tidak aku ketahui.
Pesanku untuk setiap laki-laki:
“Berta’addud-lah,
nikahilah satu, dua, tiga, atau empat djika memang kamu mampu dan adil. Aku ingatkan kepada laki-laki dengan firman-Nya:… Maka nikahilah olehmu apa yang baik
bagimu dari wanita, dua, atau tiga, atau empat, maka jika kalian takut tidak
mampu berlaku adil, maka cukuplah satu saja”.
"Duhai lelaki yang bijaksana Selamatkanlah kami. Kami adalah manusia seperti
kalian, merasakan juga kepedihan. Tutupilah kami, kasihanilah kami dan bahagiakanlah kami”.
Pesanku kepada saudariku muslimah
yang telah bersuami:
“Syukurilah nikmatmu ini karena kamu tidak merasakan gejolak hati menjadi wanita perawan tua. Aku harapkan kamu tidak marah apabila suamimu ingin
menikah lagi dengan wanita lain. Janganlah kamu mencegahnya, akan tetapi
doronglah dia. Aku tahu bahwa ini sangat berat atasmu. Akan tetapi, harapkanlah
pahala di sisi Allah. Lihatlah keadaan suadarimu yang menjadi perawan tua,
wanita yang dicerai, dan janda yang ditinggal mati, siapa yang akan mengayomi
mereka? Anggaplah ia saudarimu, kamu pasti akan mendapatkan pahala yang sangat
besar dengan kesabaranmu”.
Kamu mungkin akan mengatakannya kepadaku, :
“Akan datang
seorang laki-laki yang akan menikahimu”.
Aku akan katakan sekali lagi kepadamu:
“Cobalah kamu lihat dan bandingkan jumlah penduduk wanita dan laki-laki. Ketahuilah karena sesungguhnya jumlah wanita lebih banyak daripada laki-laki. Jika saja setiap laki-laki menikah dengan satu wanita, niscaya akan banyak dari wanita-wanita seperti kita yang akan menjadi perawan tua. Janganlah kamu hanya memikirkan dirimu sendiri saja. Akan
tetapi, pikirkanlah juga saudarimu. Anggaplah dirimu berada dalam posisinya”.
Kamu mungkin juga akan mengatakan:
“Semua itu tidak
penting bagiku, yang penting suamiku tidak menikah lagi”.
Akan tetapi aku akan tegaskan kembali kepadamu,:
“Hati yang berada di dalam air tidak seperti hati yang berada di
bara api. Ini mungkin saja terjadi. Jika suamimu menikah lagi dengan wanita
lain, ketahuilah bahwasanya dunia ini adalah fana, akhiratlah yang kekal.
Janganlah kamu bersikap egois, dan janganlah kamu halangi saudarimu dari nikmat ini.
Tidak akan sempurna keimananmu sehingga kamu juga ikut mencintai saudaramu apa yang ia cintai untuk dirinya sendiri”.
Demi Allah, Jika saja kamu merasakan jeritan hati seperti aku menjadi perawan tua,
kemudian kamu menikah, kamu pasti akan bersyukur dan berkata kepada suamimu:
“Menikahlah dengan saudariku dan jagalah ia”.
"Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepadamu kemuliaan, kesucian, dan suami yang shalih”.
Wallahu Alam Bishowab.
“Menikahlah dengan saudariku dan jagalah ia”.
"Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepadamu kemuliaan, kesucian, dan suami yang shalih”.
Wallahu Alam Bishowab.
NN-Madinah
No comments:
Post a Comment