Ahmad ibn Taimiyah lahir di Harran, Syiria, di tengah keluarga berilmu yang bermadzhab Hanbali. Ayahnya adalah seorang yang berperawakan tenang. Beliau dihormati oleh para ulama’ Syam dan para pejabat pemerintah sehingga mereka mempercayakan beberapa jabatan ilmiyah kepadanya untuk membantunya. Setelah ayahnya wafat, Ibnu Taimiyah menggantikan posisinya. Orang-orang yang selama ini mempercayai ayahnya, menghadiri majelisnya guna mendorong dan memotivasinya dalam meneruskan tugas-tugas ayahnya dan memujinya. Namun pujian tersebut ternyata justru membuat Ibnu Taimiyah terlena dan tidak menyadari motif sebenarnya di balik pujian tersebut. Ibnu Taimiyah mulai menyebarkan satu demi satu bid’ah-bid’ahnya hingga para ulama’ dan pejabat yang dulu memujinya tersebut mulai menjauhinya satu persatu.
Komentar ulama’ Ahlussunnah tentang Ibnu Taimiyah
1. Al-Hafizh Ibnu Hajar (W. 852 H) menukil dalam kitab ad-Durar al-Kaminah, juz I, hlm 154-155 bahwa para ulama’ menyebut Ibnu Taimiyah dengan tiga sebutan: Mujassim, Zindiq, Munafiq.
2. Ibnu Hajar al-Haitami (W. 974 H) dalam karyanya Hasyiyah al-Idhah fi Mansik Hajj wa ‘Umrah li an-Nawawi, hlm. 214 menyatakan tentang pendapat Ibnu Taimiyah yang mengingkari kesunnahan safar (perjalanan) untuk ziarah ke makam Rasulullah: “Janganlah tertipu dengan pengingkaran Ibnu Taimiyah terhadap kesunnahan ziarah ke makam Rasulullah, karena sesungguhnya ia adalah seorang hamba yang disesatkan oleh Allah ......”
3. Pengarang kitab Kifayatul Akhyar; Syeikh Taqiyyuddin al-Hushni (W. 829 H) setelah menuturkan bahwa para ulama’ dari empat madzhab menyatakan Ibnu Taimiyah sesat, dalam karyanya Daf’u Syubah Man Syabbaha wa Tamarrada beliau menyatakan: “Maka dengan demikian, kekufuran Ibnu Taimiyah adalah hal yang disepakati oleh para ulama’.”
4. Adz-Dzahabi (mantan murid Ibnu Taimiyah) dalam risalahnya Bayan Zaghal al-Ilmi wa ath-Thalab, hlm 17 berkata tentang Ibnu Taimiyah: “Saya sudah lelah mengamati dan menimbang sepak terjangnya (Ibnu Taimiyah), hingga saya merasa bosan setelah bertahun-tahun menelitinya. Hasil yang saya peroleh, ternyata bahwa penyebab tidak sejajarnya Ibnu Taimiyah dengan ulama’ Syam dan Mesir serta ia dibenci, dihina, didustakan dan dikafirkan oleh penduduk Syam dan Mesir adalah karena dia sombong, terlena oleh diri dan hawa nafsunya (ujub), sangat haus dan gandrung untuk mengepalai dan memimpin para ulama’ dan sering melecehkan para ulama’ besar. Lihatlah para pembaca betapa berbahayanya megaku-ngaku sesuatu yang tidak dimilikinya dan betapa nestapanya akibat yang ditimbulkan dari gandrung akan popularitas dan ketenaran. Kita mohon semoga Allah mengampuni kita.” Adz-Dzahabi melanjutkan: “Sesungguhnya apa yang telah menimpa Ibnu Taimiyah dan para pengikutnya hanyalah sebagian dari resiko yang harus mereka peroleh, janganlah pembaca ragukan hal ini.”
Beberapa Penyimpangan Ibnu Taimiyah
Kami menyebutkan pendapatnya yang sesat dan menyebutkan sumbernya. Dan kami menyebutkan bantahannya yang bersumber dari para ulama, namun kami tidak menyebutkan dalil lengkapnya. Bagi yang ingin lebih tahu bantahannya, silahkan cek kitab tersebut.
1. Ibnu Taimiyah meyakini jenis alam adalah azali seperti halnya Allah azali. (lihat Muwafaqah Sharih al-Ma’qul Li Shahih al-Manqul 1/64, 1/245, 2/75, Minhaj as-Sunnah an-Nabawiyah 1/109, 224, Naqd Maratib al-Ijma’ 168, Syarah Hadits ‘Imran bin Husain 193, Majmu’ al-Fatawa 18/239, Syarah Hadits an-Nuzul 161, al-Fatawa 6/300, Majmu’ah Tafsir 12-13)
Bantahan:
Az-Zarkasyi dalam Tasynif al-Masami’ menegaskan: “Dan alam ini seluruhnya; alam atas, alam bawah, jawahir dan ‘aradhnya adalah baru (makhluk) .....”.
Al-Qadhi ‘Iyadh dalam asy-Syifa’ menyatakan: “Demikian pula kita memastikan kekafiran orang yang meyakini keqadiman alam dan kekalnya alam ....”
Al-Imam as-Subki menegaskan: “Ketahuilah bahwa hukum Jawahir dan ‘Aradh semuanya adalah baru, jadi alam semuanya baru, hal ini disepakati (ijma’) oleh ummat Islam bahkan semua agama, barangsiapa menyalahi dalam masalah ini maka dia telah kafir karena menyalahi ijma’ yang qath’i.”
2. Ibnu Taimiyah meyakini berlakunya sifat-sifat baru bagi Allah. (lihat Muwafaqah Sharih al-Ma’qul li Shahih al-Manqul 1/64, 142, Minhaj as-Sunnah an-Nabawiyyah 1/210, 224, Majmu’ al-Fatawa 6/299, Majmu’ah Tafsir 309,312-314)
Bantahan: lihat kitab at-Tabshir fi ad-Din, hlm 97-98 karya al-Imam Abu al-Muzhaffar al-Asfarayini, al-Maqalat, hlm 32 karya syeikh Muhammad Zahid al-Kawtsari
3. Ibnu Taimiyah meyakini bahwa Allah adalah jisim (benda). (lihat Syarah Hadits an-Nuzul, 80, Muwafaqah Sharih al-Ma’qul Li Shahih al-Manqul 1/162, 148, Minhaj as-Sunnah an-Nabawiyyah 1/197, 180, 204, Majmu’ al-Fatawa 4/152, Bayan Talbis al-Jahmiyyah 1/101)
Bantahan:
Al-Imam asy-Syafii menyatakan:
المجسم كافر
“al-Mujassim (orang yang meyakini bahwa Allah adalam jisim), maka ia telah keluar dari Islam.” (lihat al-Asybah wa an-Nazhair, hlm 273 karya al-Hafizh as-Suyuthi)
Imam Ahmad bin Hanbal juga berkata:
من قال الله جسم لا كالأجسام كفر
“Orang yang berkata bahwa Allah adalah benda yang tidak seperti benda-benda, maka ia telah kafir.” (Riwayat al-Hafizh Badruddin az-Zarkasyi dalam Tasynif al-Masami’).
Al-Imam Abu Hasan al-Asy’ari dalam kitabnya an-Nawadir menegaskan:
من اعتقد ان الله جسم فهو غير عارف بربه وإنه كافر بربه
“Barangsiapa meyakini bahwa Allah adalah jisim maka ia tidak mengenal Tuhan-nya dan kafir terhadap-Nya.”
4. Ibnu Taimiyah meyakini bahwa Allah berbicara dengan huruf dan suara dan bahwa Allah kadang berbicara dan kadang diam. (lihat Risalah fi Shifat al-Kalam 51, 54, Minhaj as-Sunnah an-Nabawiyyah 1/221, Muwafaqah Sharih al-Ma’qul Li Shahih al-Manqul 2/143, 151, 4/107, Majmu’ al-Fatawa 6/160, 234, 5/556-557, Majmu’ah Tafsir 311).
Bantahan: lihat kitab al-Fiqh al-Akbar karya al-Imam Abu Hanifah, syarah ath-Thahawiyah, hlm 14 karya asy-Syaibani, at-Tabshir fi ad-Din, hlm 102 karya al-Imam Abu al-Muzhaffar al-Asfarayini,
5. Ibnu Taimiyah meyakini bahwa Allah berpindah, bergerak dan turun. (lihat Minhaj as-Sunnah an-Nabawiyyah 1/210,262, Muwafaqah Sharih al-Ma’qul Li Shahih al-Manqul 2/4-5, syarih Hadits an-Nuzul 38,66,99, Majmu’ al-Fatawa 5/131,415)
Bantahan: lihat kitab Tarikh, 10/327 karya Ibnu Katsir, al-Asma’ wa ash-Shifat, hlm 454-455 karya al-Baihaqi, Fathul Bari, 3/31 karya al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani.
6. Ibnu Taimiyah meyakini bahwa Allah memiliki hadd (ukuran). (lihat Muwafaqah Sharih al-Ma’qul Li Shahih al-Manqul 2/29-30, Bayan Talbis al-Jahmiyyah 1/111, 427, 433, 445)
Bantahan: I’tiqad al-Imam al-Mubajjal Ahmad ibn Hanbal, hlm 6 karya Abu al-Fadhl at-Tamimi, al-Farq bayna al-Firaq, hlm 332 karya Abu Manshur al-Baghdadi, al-Asma wa ash-Shifat, hlm 47, 415 karya al-Bayhaqi.
7. Ibnu Taimiyah meyakini bahwa Allah berada di suatu arah dan tempat. (lihat Minhaj as-Sunnah an-Nabawiyyah 1/56, 142, 217, 242, 249, 250,262,264, ar-Risalah at-Tadmuriyyah, 46, Bayan Talbis al-Jahmiyyah 1/526)
Bantahan: al-Farq bayna al-Firaq, hlm 333 karya al-Baghdadi, Ithaf as-Sadah al-Muttaqin, 2/108-109 karya az-Zabidi, at-Ta’awun ‘ala an-Nahy ‘an al-Munkar, hlm 43-44 karya al-Harari, Najm al-Muhtadi wa Rajm al-Mu’tadi, hlm 545, 551 karya Ibnu al-Mu’allim al-Qurasyi, Fath al-Bari, 6/136 karya al-‘Asqalani, al-Minhaj al-Qawim, hlm 64 karya al-Haytami, Syarah al-Misykat al-Mashabih 3/300 karya Syeikh Ali al-Qari.
8. Ibnu Taimiyah meyakini bahwa Allah duduk di atas arsy. (lihat Minhaj as-Sunnah an-Nabawiyyah 1/260-262, Syarah Hadits an-Nuzul 66, 105, 145, 151, Majmu’ al-Fatawa 5/519, 527, 16/434, Bayan Talbis al-Jahmiyah 1/576, Majmu’ah Tafsir 354-355, 356-359, al-Fatawa al-Hamawiyyah 79, al-Fatawa 4/374, Bayan Talbis al-Jahmiyyah 1/568)
Bantahan: lihat kitab al-Asma’ wa ash-Shifat, hlm 413 karya al-Bayhaqi, as-Sayf ash-Shaqil, hlm 99 karya at-Taqiyy as-Subki, Ithaf as-Sadah al-Muttaqin, 2/108-109 karya az-Zabidi, Daf’u Syubah at-Tasybih, hlm 40 karya Ibn al-Jauwzi, asy-Syarh al-Qawim, hlm 114-115, 121-122 karya al-Harari.
9. Ibnu Taimiyah meyakini bahwa neraka akan punah dan siksa orang-orang kafir di neraka akan berakhir dan usai. (lihat ar-Radd ‘ala Man Qala bi Fana’ al-Jannah wa an-Nar, hlm 52,67,71-72, Hadi al-Arwah, hlm 579,582)
Bantahan: lihat kitab al-I’tibar bi Baqa’ al-Jannah wa an-Nar, hlm 60,67 karya at-Taqiyy as-Subki, syarah al-‘Aqidah an-Nasafiyyah, hlm 140 karya at-Taftazani, al-Maqalat al-Kawtsari, hlm 396 karya al-Kawtsari, at-Tadzkirah karya al-Qurthubi, Fath al-Bari, 11/421 karya al-‘Asqalani, Faidh al-Qadir, 6/241 karya al-Munawi.
10. Ibnu Taimiyah menafikan Takwil Tafshili dari para ulama’ salaf. (lihat Majmu’ah al-Fatawa 6/394).
Bantahan: lihat kitab al-Asma’ wa ash-Shifat, hlm 100, 309 karya al-Bayhaqi
11. Ibnu Taimiyah mengharamkan Tawassul dengan para nabi dan orang-orang shaleh dan Tabarruk dengan mereka dan peninggalan-peninggalan mereka. (lihat at-Tawassul wa al-Wasilah 24,150, ar-Radd ‘ala al-Manthiqiyyin 534).
Bantahan: lihat kitab syifa’ as-Saqam, hlm 160 karya at-Taqiyy as-Subki, al-Qaul al-Badi’, hlm 430, 442 karya as-Sakhawi. Juz fihi ar-Radd ‘ala al-Bani, hlm 55-61 karya al-Ghumari, al-Maqalat as-Sunniyyah, hlm 278-279, 284 karya al-Harari.
12. Ibnu Taimiyah mengharamkan melakukan safar (perjalanan jauh) untuk berziarah ke makam Nabi dan menganggap safar tersebut adalah maksiat yang tidak boleh mengqashar shalat di dalamnya. (lihat Majmu’ Fatawa 4/520, al-Fatawa al-Kubra 1/142, ar-Radd ‘ala al-Akhna-i 165).
Bantahan: lihat kitab asy-Syifa’, 2/83 karya al-Qadhi ‘Iyadh, al-Adzkar, hlm 216 karya an-Nawawi, al-Madkhal, 1/256 karya Ibnu al-Hajj, Hasyiyah Ibnu Hajar ‘ala Matn al-Idhah, hlm 443 karya al-Haitami, Tharh at-Tatsrib, 6/43-44 karya abu Zur’ah al-Iraqi, Syifa’ as-Saqam, hlm 118-119 karya at-Taqiyy as-Subki, Fath al-Bari, 3/66 karya al-‘Asqalani, Siyar A’lam an-Nubala’, 4/484, Subul al-Huda wa ar-Rasyad, 1/383 karya ash-Shalihi.
13. Ibnu Taimiyah membenci dan memusuhi Sayyidina Ali serta mencela dan menyalahkan Sayyidina Ali yang memerangi orang-orang yang membangkang (Bughat) terhadapnya. (lihat Minhaj as-Sunnah an-Nabawiyyah 2/203, 204,208,214, 3/156, 145,175, 4/38, 180, 205, 208,281)
Bantahan: lihat kitab Fath al-Bari 1/543, at-Talkhis al-Habir, 4/44 karya Ibnu Hajar, al-I’tiqad, hlm 248 karya al-Bayhaqi, Fath al-Jawad bi Syarh al-Irsyad, 2/295 karya al-Haytami.
14. Ibnu Taimiyah menilai dhaif atau maudhu’ sekitar 11 hadits yang menunjukkan keutamaan Sayyidina Ali, padahal menurut para ulama’ hadits-hadits tersebut mutawatir, shahih atau hasan. (lihat Minhaj as-Sunnah an-Nabawiyyah 2/119,204,208, 3/9-10,17,156, 4/16,75,84-86, 96-97,99,104,138, al-Fatawa 4/138, 415, Majmu’ al-Fatawa 4/410).
Bantahan: al-Maqalat as-Sunniyyah, hlm 353-377 karya al-Harari, Hadiyyah ash-Shugra, Fath al-Malik al-‘Aliyy, al-Burhan al-Jaliyy, ketiganya karya al-Ghumari.
15. Menyalahi ijma’ ulama’ dalam banyak masalah fiqih seperti beberapa masalah talak. Talak tiga di satu majlis, thalaq muallaq dan talaq al-Haidh. Ibnu Taimiyah menyatakan bahwa talak tiga jatuh satu dan menurutnya talak muallaq adalah seperti sumpah-sumpah biasa, cukup membayar kaffarat jika syaratnya dilakukan, dan talak tersebut tidak jatuh, serta talak yang dijatuhkan saat istri haidh juga tidak jatuh. (Majmu’ al-Fatawa 33/8-9,46,66,71,92)
Bantahan: lihat kitab al-Ijma’, hlm 103 karya Ibnu al-Mundzir, Fath al-Bari, 9/365 karya al-Asqalani, Hasyiyah ash-Shawi ‘ala al-Jalalein 1/107, al-Isyfaq ‘ala Ahkam ath-Thalaq, hlm 43-44 karya al-Kawtsari, Ikhtilaf al-Ulama’, hlm 219 karya al-Marwazi, as-Sunan al-Kubra, 7/325 karya al-Bayhaqi, Shahih al-Bukhari, kitab ath-Thalaq, Ithaf as-Sadah al-Muttaqin, 5/396 karya az-Zabidi,
Pendapat yang kami sebutkan diatas sudah cukup jel as bahwa Ibnu Taimiyah adalah hamba yang Allah sesatkan. Maka hendaklah jangan mengambil pemikiran Taimiyyah dan pengikutnya.
Semoga Allah memberikan hidayah, taufiq dan inayah kepada kita semua, sehingga kita menjadi hamba Allah dan ummat Rasullullah Saw yang diridhai, aamiin.
Wallahu alam bishowab
No comments:
Post a Comment