Ada seorang murid bertanya kepada gurunya:
"Duhai guru, apakah ibadah paling panjang itu???".
Gurunya pun langsung meresponnya dan berkata:
"Menikah".
Murid itu pun bertanya kepada gurunya lagi:
"Duhai guru, Kenapa dalam menikah itu disebut ibadah paling panjang,,???.
Gurunya pun langsung meresponnya dan berkata:
"Pahamilah bahwa tidak semua pernikahan itu adalah bernilai ibadah, begitu juga dengan amalan kita yang lainnya, karena amalan kita itu tergantung daripada niat kita. Sebagaimana ada satu riwayat dari Amirul Mukminin, Abu Hafsh ‘Umar bin Al-Khattab radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah ﷺ bersabda:
إنَّمَا الأعمَال بالنِّيَّاتِ وإِنَّما لِكُلِّ امريءٍ ما نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إلى اللهِ ورَسُولِهِ فهِجْرَتُهُ إلى اللهِ ورَسُوْلِهِ ومَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُها أو امرأةٍ يَنْكِحُهَا فهِجْرَتُهُ إلى ما هَاجَرَ إليهِ
“Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya. Setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya. Siapa yang hijrahnya karena mencari dunia atau karena wanita yang dinikahinya, maka hijrahnya kepada yang ia tuju.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Begitu juga dengan Menikah yang akan mendapatkan nilai ibadah dan memperoleh pahala jika memang diniatkan untuk beribadah dan mengikuti Sunnah Rasulullah ﷺ. Akan tetapi jika niatnya beda maka kita hanya akan dapat apa yang kita tuju saja dan hanya Allah saja yang maha mengetahui ganjarannya.
Dalil menikah itu mengikuti Sunnah Rasulullah ﷺ sebagaimana At-Tirmidzi meriwayatkan dari Abu Ayyub Radhiyallahu anhu, ia menuturkan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
أَرْبَعٌ مِنْ سُـنَنِ الْمُرْسَلِيْنَ: اَلْحَيَـاءُ، وَالتَّعَطُّرُ، وَالسِّوَاكُ، وَالنِّكَاحُ.
“Ada empat perkara yang termasuk Sunnah para Rasul: rasa-malu, memakai wewangian, bersiwak, dan menikah”.
Siapa yang mampu di antara kalian untuk menikah, maka menikahlah.
Rasulullah ﷺ memerintahkan demikian, sebagaimana diriwayat-kan oleh al-Bukhari dari ‘Abdullah bin Mas’ud RA. Ia menuturkan: “Kami bersama Rasulullah ﷺ sebagai pemuda yang tidak mempunyai sesuatu, lalu Rasulullah ﷺ bersabda kepada kami:
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ، مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ، فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ.
‘Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian yang mampu menikah, maka menikahlah. Karena menikah lebih dapat menahan pandangan dan lebih memelihara kemaluan. Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia berpuasa; karena puasa dapat menekan syahwatnya (sebagai tameng)”.
Jadi menikah dikatakan ibadah yang panjang karena selama kita menikah itu dan tidak bercerai akan dinilai ibadah dan insya Allah akan mendapatkan ganjaran pahala sampai akhir hayat kita.
Lalu muridnya bertanya lagi:
"Bukankah sholat juga termasuk ibadah yg panjang guru??".
Gurunya pun juga langsung meresponnya dan berkata:
"Shalat dan menikah memang sama-sama ibadah tapi yang membedakan adalah waktunya. Shalat itu yang ada waktunya dan hanya pada waktu-waktu tertentu juga bukan ibadah yang panjang tapi ibadah yang rutin. Sedangkan menikah itu ibadahnya sangat panjang selama 24 jam dalam sehari. 7 hari dalam 1 Minggu atau bisa dibilang ibadah yang kita lakukan sampai akhir hayat kita".
Wallahu a'lam bishowab.
No comments:
Post a Comment