Kita sering mendengar pepatah yang mengatakan :
"Diatas langit masih ada langit".
Begitu juga didunia sufi. Diatas nya sufi masih ada sufi lagi. Atau bisa dikatakan dengan Sufi Di Atasnya Sufi. Untuk mengetahuinya kita bisa ambil dari pengalaman dari lisan seorang guru sufi asal Khurasan yakni As Syaikh Syaqiq bin Ibrahim Al-Balkhi RA.
Kisahnya tercatat dalam kitab Shifat Al-Shafwah karya Ibn Al-Jauzi (w. 579 H), seorang ulama Sunni bermazhab Hanbali, jilid 1, juz 2, halaman 125-126.
Ketika As Syaikh Syaqiq bin Ibrahim Al-Balkhi sedang pergi dalam rangka melaksanakan haji pada tahun 249 H. Dalam perjalanan tersebut As Syaikh Syaqiq bin Ibrahim Al-Balkhi singgah di kota Qadisiyyah bersama rombongan lain. As Syaikh Syaqiq bin Ibrahim Al-Balkhi pun melihat orang-orang ramai dengan perhiasan mereka. Seketika pandangan As Syaikh Syaqiq bin Ibrahim Al-Balkhi tertumpu kepada seorang pemuda yang berwajah tampan.
Tubuhnya memakai pakaian yang berkain kasar dan kakinya memakai sendal kayu. Pemuda itu duduk sendirian (tersisih dari keramaian).
As Syaikh Syaqiq bin Ibrahim Al-Balkhi lalu berkata dalam dirinya bahwa si pemuda berpura-pura hendak menjadi seorang sufi. Ia nanti akan menjadi beban terhadap orang lain. As Syaikh Syaqiq bin Ibrahim Al-Balkhi akan mendapatinya, mengujinya, dan mencela atas kepura-puraannya. Ketika As Syaikh Syaqiq bin Ibrahim Al-Balkhi mendekatinya, pemuda itu tiba-tiba saja berkata:
"Wahai Syaqiq".
Lalu pemuda itu membaca ayat:
اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ
Artinya: "Jauhilah kebanyakan prasangka karena sungguh sebagian prasangka merupakan dosa". (QS. Al-Hujurat, 12).
Lalu pemuda tersebut beranjak meninggalkan As Syaikh Syaqiq bin Ibrahim Al-Balkhi.
As Syaikh Syaqiq bin Ibrahim Al-Balkhi pun berkata dalam dirinya:
"Bahwa sungguh kejadian tadi merupakan sebuah perkara besar/luar biasa. Bagaimana mungkin ia berbicara atas apa yang terbesit dalam hatiku?".
Pemuda tersebut juga menyebut nama As Syaikh Syaqiq bin Ibrahim Al-Balkhi padahal As Syaikh Syaqiq bin Ibrahim Al-Balkhi sendiri tidak pernah bertemu dengannya. Pastilah pemuda tersebut diantara hamba yang shalih.
As Syaikh Syaqiq bin Ibrahim Al-Balkhi kemudian segera mengejarnya dari belakang, tetapi pemuda tersebut dalam sekejap telah hilang dari penglihatannya.
Ketika As Syaikh Syaqiq bin Ibrahim Al-Balkhi singgah di Waqishah, As Syaikh Syaqiq bin Ibrahim Al-Balkhi bertemu lagi dengan pemuda itu.
Pemuda tersebut sedang melaksanakan shalat dalam keadaan anggota badan bergetar dan air matanya mengalir. Lalu As Syaikh Syaqiq bin Ibrahim Al-Balkhilalu duduk di dekatnya, menunggu pemuda tersebut selesai shalat dan dalam hatinya mengatakan bahwa As Syaikh Syaqiq bin Ibrahim Al-Balkhi harus meminta maaf atas kesalahannya (karena mungkin telah membuatnya tersinggung).
Setelah shalat, pemuda tersebut menoleh kepada As Syaikh Syaqiq bin Ibrahim Al-Balkhi sambil berkata:
"Wahai Syaqiq".
Lalu membaca ayat:
وَإِنِّي لَغَفَّارٌ لِّمَن تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا ثُمَّ اهْتَدَى
Artinya: Dan sungguh Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat, beriman, dan beramal shalih, kemudian tetap dijalan yang benar (QS. Thaha, 82).
Lalu pemuda itupun kembali beranjak meninggalkan As Syaikh Syaqiq bin Ibrahim Al-Balkhi lagi. As Syaikh Syaqiq bin Ibrahim Al-Balkhi hanya merenungi pemuda itu yang termasuk dari Wali 'Abdal karena ia telah berbicara atas apa yang ku sembunyikan dalam hatinya sebanyak dua kali.
Ketika rombongan As Syaikh Syaqiq bin Ibrahim Al-Balkhi berada di Rammala, As Syaikh Syaqiq bin Ibrahim Al-Balkhi melihat pemuda itu lagi. Kali ini ia menuju ke sebuah sumur. Di tangannya ada sebuah teko untuk mengambil air. Karena air dalam sumur agak jauh untuk dijamah, tak disangka teko itu terlepas dari tangannya dan jatuh ke dalam sumur.
Lalu As Syaikh Syaqiq bin Ibrahim Al-Balkhi melihatnya menengadah ke arah langit seraya berkata:
"Engkau Tuhanku yang ku berharap bila kehausan. Kepadamu kuberharap bila kelaparan".
Setelah pemuda itu berdoa, As Syaikh Syaqiq bin Ibrahim Al-Balkhi melihat air sumur itu berangsur naik. Pemuda itu lalu mengambil teko yang tadi terlepas dari tangannya. Lalu berwudhu dan melaksanakan shalat empat rakaat. Setelah shalat, pemuda tersebut mengambil segenggam pasir dan dibubuhnya ke dalam teko itu serta diaduk dengan air, kemudian ia meminumnya.
As Syaikh Syaqiq bin Ibrahim Al-Balkhi menghampirinya dan mengucapkan salam. Pemuda itupun menjawab salam As Syaikh Syaqiq bin Ibrahim Al-Balkhi .
Lalu As Syaikh Syaqiq bin Ibrahim Al-Balkhi berkata kepadanya:
"Berikanlah kepadaku sebagian dari nikmat Allah yang diberikan kepadamu."
Pemuda itu menjawab:
"Wahai Syaqiq, tidak terhitung nikmat Allah yang diberikan-Nya kepada kita, ada nikmat zhahir dan juga nikmat batin, Oleh karenanya, berprasangka baiklah kepada Tuhanmu".
Pemuda itu memberikan As Syaikh Syaqiq bin Ibrahim Al-Balkhi tekonya dan As Syaikh Syaqiq bin Ibrahim Al-Balkhi segerameminumnya. Rasanya seperti bubur yang manis. Demi Allah, belum pernah As Syaikh Syaqiq bin Ibrahim Al-Balkhi merasakan yang lebih lezat dan lebih harum daripada itu. As Syaikh Syaqiq bin Ibrahim Al-Balkhi mencicipinya hingga kenyang. Bahkan setelah mencicipi itu, As Syaikh Syaqiq bin Ibrahim Al-Balkhi merasa tidak ingin makan dan minum hingga beberapa hari.
Kemudian As Syaikh Syaqiq bin Ibrahim Al-Balkhi tidak melihatnya lagi hingga As Syaikh Syaqiq bin Ibrahim Al-Balkhi berada di Makkah. Pada suatu malam di Makkah, As Syaikh Syaqiq bin Ibrahim Al-Balkhi melihat pemuda itu di dekat kubah air. Ia sedang melaksanakan shalat saat pertengahan malam dengan khusyuk seraya menangis. Ia tidak beranjak hingga malam berlalu.
Ketika fajar terlihat, ia pun duduk dalam mushalla dan bertasbih kepada Allah SWT. Kemudian setelah melaksanakan shalat Subuh, ia bertawaf mengelilingi Ka'bah tujuh kali. Setelah itu ia pergi, lalu As Syaikh Syaqiq bin Ibrahim Al-Balkhi bergegas mengikutinya. Di tengah jalan, As Syaikh Syaqiq bin Ibrahim Al-Balkhi melihat orang-orang mengelilingi pemuda itu dan menyampaikan salam kepadanya.
As Syaikh Syaqiq bin Ibrahim Al-Balkhi pun bertanya kepada sebagian orang yang kulihat berada di dekatnya:
"Siapakah pemuda itu?".
Mereka menjawab:
"Beliau adalah Al Imam Musa bin Al Imam Ja'far bin Muhammad bin Al Imam 'Ali bin Al Imam Al-Husain bin As Sayyidina 'Ali bin Abi Thalib 'alaihimussalam".
As Syaikh Syaqiq bin Ibrahim Al-Balkhi lalu berkata:
"Saya dibuat terheran, keajaiban itu hanya untuk yang serupa Sayyid ini."
______________
Wallahu a'lam bishowab.
Referensi:
Al-Imam Al-'Alim Jamal Al-Din Abi Al-Faraj Ibn Al-Jauzi (510-597 H), Shifat Al-Shafwah, cet. 1, jld. 1, juz 2, (Beirut: Dar Al-Kutub Al-'Ilmiyyah, 1409 H/1989 M), tarjamah no. 191, hlm. 125-126.
No comments:
Post a Comment