Apakah pekerjaan atau jabatan yang paling tinggi dan paling mulia itu?.
Mengenai hal ini Menurut Prof. H. Bambang Hartadi, Ph.D,MM, CPA Senior Eksekutif Universitas Teknologi Yogyakarta (UTY):
“Jabatan atau pekerjaan yang paling mulia dan paling tinggi, adalah sebagai pengurus Masjid, bukan Rektor, Bupati, Gubernur atau bahkan Presiden. Karena Masjid merupakan Rumah Allah, maka mereka yang mengelola rumah Alloh pasti lebih mulia daripada yang lainnya”.
Memakmurkan masjid sekaligus mengajak dan memudahkan orang lain beribadah kepada Allah, sungguh merupakan perbuatan yang sangat mulia. Dan semua pekerjaan dan jabatan memang bisa dijadikan sarana beribadah, namun pada kenyataannya tidak mudah. Sedangkan jabatan sebagai pengurus masjid yang notabene ‘reward’ nya adalah keridhoaan Allah, tentunya lebih mulia, karena membutuhkan pengorbanan waktu, tenaga, pikiran, dan lain sebagainya, hal ini dilakukan semata-mata hanya untuk melayani hamba-hamba Allah yang hendak beribadah kepada Allah di rumah-Nya.
Dalam sutu riwayat disebutkan selama kurun waktu kurang lebih 20 tahun ada seorang yang sangat sholeh telah menjadi pengurus masjid Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani. Pada suatu waktu dimalam Jumat, Beliau tiba-tiba saja terbangun karena dikejutkan oleh riuh suara orang yang sangat banyak. Ketika beliau melihat keluar rumahya, ternyata suara tersebut berasal dari masjid Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani bersamaan dengan adanya cahaya yang terang benderang dari dalam masjid Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani , tanpa berpikir panjang lagi maka beliaupun segera bergegas untuk mengambil air wudhu dan bergegas pergi menuju ke masjid untuk mengikuti sholat berjamaah di masjid Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani, karena beliau mengira telah tertinggal sholat subuh secara berjamaah di masjid Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani.
Setelah setibanyanya di masjid Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani, beliaupun langsung ikut bergabung dalam jamaah sholat dan karena masjid telah penuh naka beliau menjadi masbuk di shaf paling belakang. Namun setelah beliau selesai melakukan sholat dan mengucapkan salam serta membaca dzikir dan tahmid, ternyata beliaupun baru menyadari, jika beliau itu hanyalah seorang diri yang berada di dalam masjid Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani, tidak ada orang lain yang mengerjakan sholat di dalam masjid Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani kecuali beliau seorang diri. Suasana masjidpun masih tetap sama seperti malam-malam sebelumnya, masih sepi yang hanya dihiasi oleh cahaya lampu yang redup tidak terlalu terang. Pada saat itu beliaupun baru menyadari jika ternyata waktunya pada saat itu bukanlah waktu subuh yang beliau perkirakan, akan tetapi waktunya masih sepertiga malam yang akhir . Dengan hati yang penuh dengan tanda tanya kemudian beliaupun memutuskan untuk bergegas kembali ke rumahnya.
Keesokan harinya seperti biasanya, setiap ba'da sholat subuh berjamaah beliaupun mengikuti ziarah ke makam Quthbil-anfas Al-Habib Umar Bin Abdurrahman Al-Atthos sebagaimana lazimnya yang dilakukan setiap hari Jum'at.
Ziarah ke makam Quthbil-anfas Al-Habib Umar Bin Abdurrahman Al-Atthos tersebut dipimpin oleh Al-Qutbh Al Habib Ahmad bin Hasan Al-Atthos. Setelah selesai ziarah, Al-Qutbh Al-Habib Ahmad Bin Hasan Al-Atthos memegang tangan beliau dengan mengabarkan suatu bisyarah ( kabar gembira), Al-Qutbh Al-Habib Ahmad Bin Hasan Al-Atthos lalu berkata:
"Masya Allah, engkau telah diajak sholat berjamaah oleh para Wali yang dipimpin oleh Al Imam Al-Qutbh Rabbani Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani semalam, sebagai hadiah karena engkau telah mengurusi masjidnya dengan baik".
Dalam riwayat lain diceritakan jika pengurus masjid Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani yang sangat sholeh tersebut adalah Alhabib Muhammad Bin Hasan Al-Atthos yang merupakan ayah dari Alhabib Umar Bin Hoed. Sedangkan istri beliau bernama Syarifah Nur binti Hasan Al Attas seorang wanita sholehah,
Wallahu A'lam Bishowab.
No comments:
Post a Comment