Disadur dari Kitab DURARUSSANIYAH FIR RADDI ALAL WAHABIYAH karya Al- Allamah Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan Asy-Syafi’I :
Diantara sifat-sifat Muhammad bin Abdul Wahhab yang tercela ialah kebusukan dan kekejiannya yang melarang orang-orang berziarah ke makam dan membaca sholawat atas Nabi Muhamad SAW, bahkan Muhammad bin Abdul Wahhab sampai menyakiti orang yang hanya sekedar mendengarkan bacaan sholawat dan yang membacanya dimalam Jum’at serta yang mengeraskan bacaannya di atas menara-menara dengan siksaan yang amat pedih.
Pernah suatu ketika ada seorang lelaki yang buta dan memiliki suara yang bagus bertugas sebagai muadzin, dia telah dilarang mengucapkan shalawat di atas menara, namun setelah dia selesai mengumandangkan adzan lalu bergegas membaca shalawat, maka langsung seketika itu pula Muhammad bin Abdul Wahhab memerintahkan untuk membunuhnya, kemudian dibunuhlah dia, setelah itu Muhammad bin Abdul Wahhab berkata :
“Perempuan-perempuan yang berzina dirumah pelacuran adalah lebih sedikit dosanya daripada para muadzin yang melakukan adzan di menara2 lalu membaca shalawat atas Nabi setelahnya".
Kemudian Muhammad bin Abdul Wahhab memberitahukan kepada sahabat-sahabatnya bahwa apa yang dilakukan itu adalah untuk memelihara kemurnian tauhid . Maka betapa kejinya apa yang diucapkannya dan betapa jahatnya apa yang dilakukanya.
Tidak hanya itu saja, bahkan Muhammad bin Abdul Wahhab juga membakar kitab Dalailul Khairat ( kitab ini yang dibaca para pejuang Afghanistan sehingga mampu mengusir Uni Sovyet / Rusia) dan juga kitab-kitab lainnya yang memuat bacaan-bacaan shalawat serta keutamaan membacanya ikut dibakar, sambil berkata apa yang dilakukan ini semata-mata untuk memelihara kemurnian tauhid.
Muhammad bin Abdul Wahhab juga melarang para pengikutnya membaca kitab-kitab fiqih, tafsir dan hadits serta membakar sebagian besar kitab-kitab tsb, karena dianggap susunan dan karangan orang-orang kafir. Kemudian menyarankan kepada para pengikutnya untuk menafsirkan Al Qur’an sesuai dengan kadar kemampuannya, sehingga para pengikutnya menjadi tak berakhlaqul karimah dan masing-masing personal menafsirkan Al Qur’an sesuai dengan kadar kemampuannya, sekalipun tidak secuilpun dari ayat Al Qur’an yang dihafalnya. Lalu ada seseorang dari mereka berkata kepada seseorang :
“Bacalah ayat Al Qur’an kepadaku, aku akan menafsirkanya untukmu",
dan apabila telah dibacaka ntuknya, maka Muhammad bin Abdul Wahhab akan menafsirkan dengan pendapatnya sendiri.
Muhammad bin Abdul Wahhab memerintahkan kepada pengikut dan sahabat-sahabatnya untuk mengamalkan dan menetapkan hukum sesuai dengan apa yang mereka fahami serta memperioritaskan kehendaknya diatas kitab-kitab ilmu dan nash-nash para ulama, Muhammad bin Abdul Wahhab mengatakan bahwa sebagian besar pendapat para imam keempat madzhab itu tidak ada apa-apanya.
Sekali waktu, Muhammad bin Abdul Wahhab menutupinya dengan mengatakan bahwa para imam ke empat madzhab Ahlussunnah adalah benar, namun Muhammad bin Abdul Wahhab juga mencela orang-orang yang sesat lagi menyesatkan. Dan dilain waktu Muhammad bin Abdul Wahhab mengatakan bahwa syari’at itu sebenarnya hanyalah satu, namun mengapa mereka (para imam madzhab) menjadikan 4 madzhab. Ini adalah kitab Allah dan sunnah Rasul, kami tidak akan beramal, kecuali dengan berdasar kepada keduanya dan kami sekali-kali tidak akan mengikuti pendapat orang-orang Mesir, Syam dan India. Yang dimaksud adalah pendapat tokoh-tokoh ulama Hanbaliyyah dll dari ulama-ulama yang menyusun buku-buku yang menyerang fahamnya.
Dengan demikian, maka Muhammad bin Abdul Wahhab adalah orang yang membatasi kebenaran, hanya yang ada pada sisinya, yang sejalan dengan nash-nash syara’ dan ijma’ ummat, serta membatasi kebathilan di sisinya apa yang tidak sesuai dengan keinginannya, sekalipun berada diatas nash yang jelas yang sudah disepakati oleh ummat.
Dan Muhammad bin Abdul Wahhab adalah orang yang mengurangi keagungan Rasulullah SAW dengan banyak sekali atas dasar memelihara kemurnian tauhid. Muhammad bin Abdul Wahhab mengatakan bahwa Nabi SAW itu tak ubahnya :” Thorisy” yang merupakan istilah kaum orientalis yang berarti seseorang yang diutus dari suatu kaum kepada kaum yang lain. Artinya, bahwa Nabi SAW itu adalah pembawa kitab, yakni puncak kerasulan beliau itu seperti “Thorisy” yang diperintah seorang amir atau yang lain dalam suatu masalah untuk manusia agar disampaikannya kepada mereka, kemudian sesudah itu berpaling (atau tak ubahnya seorang tukang pos yang bertugas menyampaikan surat kepada orang yang namanya tercantum dalam sampul surat, kemudian sesudah menyampaikannya kepada yang bersangkutan, maka pergilah dia. Dengan ini maka jelaslah bahwa Muhammad bin Abdul Wahhab hanya mengambil sebagian al Qur’an dan sebagian dia lagi tinggalkannya).
Diantara cara Muhammad bin Abdul Wahhab mengurangi ke-agungan Rasulullah SAW ialah pernah mengatakan :
“Aku melihat tentang kisah perjanjian Hudaibiyah, maka aku dapati mestinya begini dan begini”,
dengan maksud menghina dan mendustakan Nabi SAW (seolah-olah bahwa Muhammad bin Abdul Wahhab lebih mngetahui jika dibandingkan dengan Nabi SAW mengenai perjanjian itu) dan seterusnya masih banyak lagi nada-nada yang serupa yang Muhammad bin Abdul Wahhab ucapkan, sehingga para pengikutnya pun melakukan seperti apa yang dilakukannya dan berkata seperti apa yang diucapkannya itu. Sehingga Muhammad bin Abdul Wahhab berkata kepada para sahabat dan pengikutnyapun :
“Sesungguhnya tongkatku ini lebih berguna daripada Muhammad, karena tongkatku ini bisa aku pakai untuk memukul ular, sedang Muhammad telah mati dan tiada sedikit manfaatpun yang tersisa darinya, karena dia (Nabi Muhamad SAW) adalah seorang Thorisy dan sekarang sudah berlalu”.
Banyak para ulama’ yang menyusun buku guna menolak faham ini mengatakan bahwa ucapan-ucapan seperti itu adalah “KUFUR” menurut ke empat madzhab, bahkan kufur menurut pandangan seluruh para zumhur Ulama.
Wallahu Alam Bishowab.
No comments:
Post a Comment