Tuesday, March 7, 2017

Bersyukur Kepada Haters.

Haters, siapa sih yang tidak kenal dengannya. Karena kita sebagai manusia itu pasti memilikinya. Haters adalah sebutan untuk orang-orang yang acapkali membenci dan mengkritik kita. Tanpa disadari pula jika haters itu juga adalah fans kita. Soal menghadapi haters gak perlu bingung dan pusing tujuh keliling. Sangat simple dan cukup dengan hanya bersyukur dan kita meyadari jika punya haters. lalu setelah menyadarinya maka kita akan berterimakasih kepada mereka. Pastinya banyak dari kita akan bertanya:

"Punya haters kok malah bersyukur, dan mengucapkan terima kasih kepada haters, bagaimana bisa? Yang ada malahan hanya membuat emosi saja".
Tenang dulu gak usah panik mari kita simak dulu cara dan pembahasannya. Syaikh Mutawalli Sya'rawi berkata :

"Jika engkau tidak mendapatkan orang yang dengki kepadamu, maka ketahuilah sesungguhnya engkau adalah manusia yang gagal ".

Dan dikisahkan pula seorang guru yang terkenal bijaksana pernah mendoakan murid kesayangannya dengan lafadz doa yang sangat tidak terduga-duga ataupun disangka-sangka muridnya.
Doanya sebagai berikut:

اللهم اكثر حسادك

"Semoga Allah menjadikan banyak orang mendengki kepadamu".

Setelah mendengar doa dari gurunya, muridnyapun terperangah. Namun dia tidak berani berkata apapun dihadapan gurunya. Sang Guru yang menyaksikan muridnya yang terperangah lalu mengatakan :
" Ketika banyak orang yang hasad (dengki) kepadamu, maka berarti hidupmu telah penuh dengan kenikmatan. Tahukah engkau, hanya pohon kurma yang berbuahlah yang mendapatkan lemparan."

Seketika itu muridnya langsung bisa memahami hakekat dari doa Sang Guru. Karena itu telah menjadi sebuah pembuktian didalam kehidupan. Sang Guru lalu melanjutkan kebijakannya dan berkata:

كل ذي نعمة محسود

"Setiap orang yang mendapatkan nikmat pasti ada pendengkinya".

Semakin kita berhasil dan mencapai puncak, semakin kencang pula hembusan angin namun sedikit yang bisa bertahan dan banyak yang tumbang diterpa angin.

Allah سبحانه و تعالى sendiri dalam surat Al-Falaq mengajak kita untuk berdoa memohon perlindungan dari kejahatan orang yang hasad.

Salah satu dari bentuk jahatnya hasad adalah orang yang memiliki hasad itu tidak ingin naik keatas menyamai level kita, akan tetapi ia menginginkan dan berambisi untuk menjatuhkan kita, agar kita turun kebawah dan menjadi sama rendahnya seperti dirinya. Jika kita telah jatuh dan turun lalu berada sama rendahnya dengan dirinya, barulah ia akan menjadi puas dan bangga.

Seperti halnya dengan Iblis, ia tidak mau berusaha untuk mengangkat derajatnya agar dapat menyamai Adam عليه السلام, akan tetapi ia lebih memilih jalan singkat agar Adam عليه السلام itu menjadi rendahdan terhina seperti dirinya di dalam neraka jahannam.

Karena begitu jahatnya hasad, iblis masih belum puas juga dengan keadaan Adam, bahkan ia bercita-cita agar seuruh anak keturunan Adam عليه السلام (termasuk kita) juga bersama-sama menjadi penduduk di neraka.

Allah سبحانه و تعالى berfirman:
Iblis menjawab: "Karena Engkau telah menghukumku tersesat, maka aku benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan-Mu yang lurus, kemudian aku akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur”. Allah berfirman: "Keluarlah kamu dari surga itu sebagai orang terhina lagi terusir. Sesungguhnya barang siapa di antara mereka mengikuti kamu, benar-benar Aku akan isi neraka Jahannam dengan kalian semuanya”.(QS Al-A’raaf: 16-18).

Semoga Allah سبحانه و تعالى memberikan kita kesabaran dan kelapangan hati kita dan menjauhkan kita dari dzalimnya para haters.

Wallahu A'lam Bishowab.

Sujud Hati

Syaikh Abdullah Al-Jahaf pernah berkata:

Suatu waktu saat menghadapi caci-maki orang terhadap gurunya, Guru Mulia Habib Umar bin Hafidz pernah menasihatinya untuk tidak sibuk dengan hal /perkara yang dibuat oleh para haters. 

Habib Umar bin Hafidz berkata:
"Jaga hatimu untuk senantiasa bersujud kepada Allah سبحانه و تعالى. Apa yang akan mereka tulis, mereka katakan, mereka fitnahkan, tidak akan berkurang diri kita sesuatu pun karenanya, umur kita tidak akan berkurang karena mereka, mereka tidak kurangkan satu pun anugerah Allah سبحانه و تعالى kepada kita, biarkanlah, maafkan mereka, semoga Allah mengampuni mereka. Sibukkan hati kita dengan bersujud kepada Allah سبحانه و تعالى. Saat kita sujud, tak nampak apa-apa yang orang lain lakukan, entah itu baik, atau buruk, karena hanya Allah سبحانه و تعالى saja dihadapan kita".

Inilah sujud hati, ia tidak lah nampak secara lahiriah bersujud, melainkan tampaklah hanya hal-hal yang baik, sebab apa-apa saja yang baik itu berasal dari Allah سبحانه و تعالى, dan keburukan yang terjadi kepada kita, itu semua karena Allah سبحانه و تعالى. Bila hati kita sudah senantiasa bersujud kepada Allah سبحانه و تعالى , maka tidak ada lagi yang perlu dirisaukan, tidak akan bangun dari sujud itu hingga kita mati, Insyaa Allah. Semoga dengan sujudnya hati kita, Allah jaga hati kita untuk senantiasa bersujud hati itu kepada Allah سبحانه و تعالى dan Allah سبحانه و تعالى limpahkan diri kita dengan kebaikan-kebaikan.
Amiin Yaa Robbal Alaamiin.


Wallahu a'lam bishowab.

Hakekat Diam Ketika Sedang Dicaci-maki.

Dalam suatu riwayat telah diceritakan Suatu waktu tiba-tiba datang seorang laki-laki yang menemui Abu Bakar رضي الله ﺗﻌﺎﻟﯽٰ عنه. Tanpa basa-basi lelaki tersebut langsung menghardik Abu Bakar رضي الله ﺗﻌﺎﻟﯽٰ عنه yang merupakan salah seorang sahabat yang sangat Rasulullah ﷺ cintai ini. Rasulullah ﷺ yang saat itu tengah duduk di sampingnya, tampak terheran-heran sambil tersenyum-senyum ketika melihat Abu Bakar رضي الله ﺗﻌﺎﻟﯽٰ عنه diam saja menanggapai hardikan lelaki tersebut.



Namun ketika kata makian semakin banyak Abu Bakar رضي الله ﺗﻌﺎﻟﯽٰ عنه pun meladeninya. Rasulullah ﷺ lalu segera bangkit dengan wajah tidak suka dengan sikap Abu Bakar رضي الله ﺗﻌﺎﻟﯽٰ عنه itu. 

Rasulullah ﷺ lalu berdiri dan Abu Bakar mengikutinya. Lalu Abu Bakar رضي الله ﺗﻌﺎﻟﯽٰ عنه berkata:
“Ya Rasulullah, ketika lelaki itu mencaci-maki diriku dan engkau tetap saja duduk. Akan tetapi ketika aku membalas sebagian kata-katanya, engkau telah marah lalu berdiri". 

Lalu Abu Bakar رضي الله ﺗﻌﺎﻟﯽٰ عنه bertanya:
"Mengapa demikian ya Rasulullah?”.

Rasulullah ﷺ lalu bersabda:
“Sesungguhnya bersamamu ada malaikat, kemudian dia berpaling dari padamu. Ketika engkau meladeni perkataannya, datanglah syaitan dan aku tak sudi duduk bersama syaitan itu”.

Kemudian Rasulullah ﷺ meneruskan sabdanya:
“Tidak teraniaya seseorang karena penganiayaan yang ia sabar memikulnya kecuali Allah akan menambahkan kepadanya kemuliaan dan kebesaran.” (HR. Imam Ahmad).

Dalam riwayat lain, Rasulullah  ﷺ telah bersabda:
"Sesungguhnya ada seorang hamba yang mengucapkan satu kalimat, yang dia tidak terlalu memikirkan dampaknya, namun menggelincirkannya ke neraka yang dalamnya sejauh timur dan barat". (HR. Bukhari -Muslim).

Diriwayatkan dari  Ibnu Umar رضي الله ﺗﻌﺎﻟﯽٰ عنه, bahwa sesungguhnya Rasulullah  ﷺ telah bersabda:

"Siapa saja yang dapat menahan emosinya maka Allah akan tutupi kekurangannya. Siapa yang menahan marah, padahal jika dia mau, dia mampu melampiaskannya, maka Allah akan penuhi hatinya dengan keridhaan pada hari kiamat". (HR. Ibnu Abu Dunya).

Wallahu A'lam Bishowab.

Monday, March 6, 2017

Hakekat Cinta Majnun Kepada Laila.


Laila dan Majnun, juga dikenali sebagai Majnun atau disebut dengan seorang pemuda Gila karena mencintai seorang gadis bernama Laila (Bahasa Arab: مجنون ليلى‎, Majnun-Layla atau قيس وليلى, Qays dan Layla) ialah cerita cinta klasik dari Timur Tengah. Kisah  Majnun-Layla diangkat berdasarkan kisah nyata seorang pemuda bernama Qays ibn al-Mulawwah (Bahasa Arab: قيس بن الملوح‎) dari utara semenanjung Arab semasa era dinasti Umayyah pada abad ketujuh.


Terdapat dua versi dari kisah  ini. Menurut versi pertama, semenjak kecil Majnun telah menghabiskan waktunya menggembala kambing bersama sepupunya Laila  sehingga tumbuhlah benih cinta diantara mereka. 

Dalam versi kedua, Laila adalah cinta pada pandangan pertama Majnun. Dalam versi kedua-duanya, pemuda ini menjadi gila ketika mendapati ayah Laila melarangnya menikahi Laila. Oleh karenanya, pemuda ini dipanggil dengan sebutan Majnun Laila yang memiliki arti menjadi gila karena Laila. Dari pemuda Majnun inilah  lahirnya pelbagai syair-syair Arab yang menggambarkan gelora cinta diantara 2 orang pasangan kekasih.



Suatu waktu dikisahkan seorang bangsawan berjalan dengan pakaian kebesarannya sambil membawa makanan dan minuman. 


Bangsawan tersebut manatap kearah majnun yang duduk di bawah sebuah pohon dengan pakaian kusut dan serpihan roti keringnya.  Warna hitam cekung menghias bawah kedua matanya. 

Bangsawan tersebut lalu berkata:
"Duhai Majnun, mengapa engkau siksa dirimu hanya demi cintamu kepada Laila. Apa arti hidup ini jika engkau hanya menghabiskan waktu untuk hal itu saja?".

Tanpa memandang wajah bangsawan itu Majnun lalu menjawab:
"Duhai tuan yang memiliki pakaian kebesaran, ketahuilah bahwa sebagian orang itu yang terlihat itu hanyalah kesedihan diraut wajahnya namun pada hakekatnya hatinya itu gembira dan bahagia. Begitu juga sebaliknya, sebagiannya lagi itu yang terlihat itu hanyalah kebahagian diraut wajahnya yang membuatnya tertawa  namun pada hakekatnya ia sedang merana dan tersiksa". 

Bangsawan tersebut hanya terdiam setelah mendengarkan perkataan dari Majnun.

Majnun lalu kembali meneruskan perkataannya dan berkata:
"Bagiku siksa yang terpedih adalah, jika aku terhalang dari cinta Laila, walaupun semua kenikmatan yang lain telah terhimpun di diriku". 

Majnun lalu kembali melanjutkan perkataannya dan berkata:
"Demi Allah, jika para raja mengetahui kenikmatan yang kurasakan dalam siksa ini, mereka akan saling membunuh untuk memperebutkannya".

Bangsawan tersebut masih hanya terdiam membisu saja setelah mendengarkan semua jawaban dari Majnun.

Karena pada hakekatnya kisah diatas itu menggambarkan rasa cinta dan rindunya seorang hamba kepada Allah dan Rasul-Nya serta guru ruhani mereka dengan kisah Majnun dan Laila.

Wallahu A'lam Bishowab.

Sunday, March 5, 2017

Para Pelaku Bid'ah.

Dalam sebuah riwayat menyebutkan bahwa Rasulullah  bersabda:
“Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam urusan kami ini (urusan agama) yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak” (HR.Bukhari -Muslim).

Lalu bagaimana dengan para pelakunya, padahal Imam Bukhari telah mengerjakan shalat sunnah sebanyak 15126 rakaat. Dalam sebuah Riwayat menyebutkan jika Al-Farbari telah berkata:
Bahwa al-Bukhari berkata:
" Aku tidak meletakkan 1 hadist pun dalam kitab Sahih saya, kecuali aku telah mandi terlebih dahulu dan aku juga shalat 2 rakaat”.

Diriwayatkan oleh banyak ahli hadist, diantaranya adalah:
  • Thabaqat al-Huffadz,
  • Al-Hafidz as-Suyuthi,1/48,
  • Siyar A’lam an-Nubala’,
  • Al-Hafidz adz-Dzahabi 12/402,
  • Thabaqat al-Hanabilah, 1/274,
  • Tarikh Baghdad 2/9,
  • Tahdzib al-Asma,
  • Imam an-Nawawi, 1/74,
  • Wafayat al-A’yan 4/190,
  • Tahdzib al-Kamal,
  • Al-Hafidz al-Mizzi 1169,
  • Thabaqat as-Subki 2/220,
  • Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Muqaddimah al-Fath 490 .
  • At-Tahdzib 9/42) Hadist yang tertera dalam Sahih al-Bukhari berjumlah 7563 hadist.
Maka shalat yang beliau lakukan juga sesuai jumlah hadist tersebut atau 15126 (lima belas ribu seratus dua puluh enam) raka'at.
Disadur dari kitab Tahdzib Al-Asma':

“Kami meriwayatkan dari Abdul Quddus bin Hammam, bahwa ia mendengar dari para guru yang berkata seputar al-Bukhari ketika menulis bab-bab salam kitab Sahihnya diantara makam Nabi dan mimbarnya, dan al-Bukhari salat 2 rakaat dalam tiap-tiap bab”  (Tahdzib al-Asma’, an-Nawawi, 1/101).



Imam Ahmad Bin Hanbal pernah berkata:
“Sungguh saya berdoa kepada Allah untuk Syafii dalam salat saya sejak 40 tahun. Doanya: Ya Allah ampuni saya, kedua orang tua saya dan Muhammad bin Idris asy-Sfafii”.
~ Thabaqat al-Syafiiyah al-Kubra, as-Subki, 3/194
~ Manaqib asy-Syafii, al-Baihaqi, 2/254.

Disadur dari kitab Mukhtashar Tharikh Dimasyqa bahawa Abdullah bin Ahmad berkata:
" Bapak saya (Ahmad bin Hanbal) melakukan salat dalam sehari semalam sebanyak 300 rakaat. Ketika beliau sakit liver, maka kondisinya melemah, beliau salat dalam sehari semalam sebanyak 150 rakaat, Dan usianya mendekati 80 tahun” (Mukhtashar Tarikh Dimasyqa, Ibnu Rajab al-Hanbali, 1/399)

Disadur dari kitab Tabhaqat Al Hanabilah  bahwa Ja'far bin Muhammad bin Ma’bad berkata:
 "Aku melihat Ahmad bin Hanbal salat 6 rakaat setelah Jumat, masing-masing 2 rakaat”.(Thabaqat al-Hanabilah, Ibnu Abi Ya’la, 1/123).


Imam Malik bin Anas ( Shalat 800 rakaat). 
Abu Mush’ab dan Ahmad bin Ismail berkata:
" Malik bin Anas berpuasa sehari dan berbuka sehari selama 60 tahun dan ia salat setiap hari 800 rakaat”. (Thabaqat al-Hanabilah, Ibnu Abi Ya’la, 1/61).


Imam Basyar bin Mufadlal (Shalat 400 rakaat).
Imam Ahmad berkata tentang Basyar bin Mufadzal al-Raqqasyi:
"Kepadanyalah puncak kesahihan di Bashrah. Ia shalat setiap hari sebanyak 400 rakaat, Ia puasa sehari dan berbuka sehari. Ia terpercaya dan memiliki banyak hadist, wafat pada tahun 180 H". (Thabaqat al-Huffadz, al-Hafidz as-Suyuthi,1/24).

Sayidina Ali bin Husein bin Ali bin Abi Thalib (Shalat 1000 rakaat).
“Ali bin Husain bin Ali bin Abi Thalib, hiasan ahli ibadah, Disebut demikian karena Belia shalat dalam sehari sebanyak 1000 rakaat, Sehingga di lututnya terdapat benjolan seperti punuk unta”.  (Tahdzib al-Asma’, al-Hafidz al-Mizzi, 35/41).

Disadur dari kitab Tadzkirah Al-Huffadz:
Bahwa Malik telah berkata:
" Telah sampai kepada saya bahwa Ali bin Husain shalat dalam sehari semalam 1000 rakaat sampai wafat”. (Tadzkirah al-Huffadz, al-Hafidz adz-Dahabi, 1/60).


Maimun bin Mahran ( Shalat 17000 rakaat).
“Diriwayatkan bahwa Maimun bin Mahran shalat dalam 17 hari sebanyak 17000 rakaat”.(Tadzkirah al-Huffadz, al-Hafidz adz-Dahabi, 1/99).

Basyar bin Manshur ( Shalat 500 rakaat).
Ibnu Mahdi telah berkata:
"Saya tidak melihat seseorang yang paling takut kepada Allah selain Basyar bin Manshur.
Ia salat dalam sehari 500 rakaat, wiridannya adalah 1/3 al-Quran”. (Tahdzib at-Tahdzib, al-Hafidz Ibnu Hajar, 1/403).

Al-Harits bin Yazid ( Shalat 600 rakaat).
Ahmad berkata:
" Terpercaya diantara orang-orang terpercaya".
Laits berkata:
"Al-Harits salat dalam sehari 600 rakaat” (Tahdzib at-Tahdzib, al-Hafidz Ibnu Hajar, 2/142).

Ibnu Qudamah ( Shalat100 rakaat) .
“Ibnu Qudamah tidak mendengar tentang salat kecuali ia lakukan. Ia tidak mendengar 1 hadist kecuali ia amalkan. Ia salat bersama dengan orang lain di malam Nishfu Sya’ban 100 rakaat, padahal ia sudah tua”. (Dzail Thabaqat al-Hanabilah, Ibnu Rajab al-Hanbali, 1/203).

 Ibnu Rajab Al-Hanbali berkata:
“Ibnu Qudamah shalat antara Maghrib dan Isya’ sebanyak 4 rakaat, dengan membaca surat Sajdah, Yasin Tabaraka dan ad-Dukhan. Beliau shalat Tasbih setiap malam Jumat antara Maghrib dan Isya’ dan memanjangkannya. Di hari Jumat ia shalat 2 rakaat dengan membaca al-Ikhlas 100 kali. Ia shalat sunah sehari semalam sebanyak 72 rakaat. Ia memiliki banyak wiridan. Ia melakukan ziarah kubur setiap Jumat setelah Ashar” (Dzail Thabaqat al-Hanabilah, Ibnu Rajab al-Hanbali, 1/204).

Umair bin Hani’ (Shalat1000 sujud).
“Umair bin Hani’ shalat dalam sehari sebanyak 1000 sujud (500 raka'at) dan membaca tasbih sebanyak 100.000” (Tahdzib at-Tahdzib, al-Hafidz Ibnu Hajar, 8/134).

Murrah bin Syarahil (Shalat 600 rakaat).
“Ibnu Hibban menambahkan bahwa Marrah bin Syarahil shalat dalam sehari 600 rakaat. al-Ajali berkata, ia tabii yang tsiqah, ia salat dalam sehari 500 rakaat”.
(Tahdzib at-Tahdzib, al-Hafidz Ibnu Hajar, 10/80).

Abdul Ghani ( Shalat 300 rakaat).
“Abdul Ghani, ia terpercaya, kokoh, agamis yang dipercaya, banyak karangannya, selalu puasa, selalu mendahulukan ibadah. Ia shalat dalam sehari semalam 300 rakaat” . (Dzail Thabaqat al-Hanabilah, Ibnu Rajab al-Hanbali, 1/185).

Abu Ishaq asy-Syairazi (Tiap bab dalam kitab).
Abu Bakar bin Khadhibah berkata:
"Saya mendengar dari sebagian santri Abu Ishaq di Baghdad bahwa Syaikh (Abu Ishaq) shalat 2 rakaat setiap selesai menulis setiap Fasal dalam Muhadzab”. (Thabaqat asy-Syafiiyat al-Kubra, as-Subki, 4/217).

Qadli Abu Yusuf (Shalat 200 rakaat).
Ibnu Sama’ah berkata:
"Setelah Abu Yusuf menjadi Qadli, ia shalat dalam sehari sebanyak 200 rakaat” (Tadzkirah al-Huffadz, al-Hafidz adz-Dzahabi, 1/214).

 Ali bin Abdillah (Shalat 1000 rakaat).
Abu Sanan berkata:
"Ali bin Abdillah shalat dalam sehari 1000 rakaat”. (Tahdzib al-Asma’, an-Nawawi, 1/492)

Al-Hafidz ar-Raqqasyi (Shalat 400 rakaat).
“Ar-Raqqasyi, terpercaya, ia shalat dalam sehari semalam 400 rakaat” (Tadzkirah al-Huffadz, al-Hafidz adz-Dzahabi, 2/73).


Abu Qilabah (Shalat 400 rakaat).

Qadli Ahmad bin Kamil berkata:
Diceritakan bahwa Abu Qilabah shalat dalam sehari semalam sebanyak 400 rakaat” (Tadzkirah al-Huffadz, al-Hafidz adz-Dzahabi, 2/120).


Cucu Abdullah bin Zubair (Shalat 1000 rakaat).
“Mush’ab bin Tsabit bin Abdillah bin Zubair, ia shalat dalam sehari semalam 1000 rakaat”
(Shifat ash-Shafwah, Ibnu Jauzi, 2/197 dan al-Ishabah, al-Hafidz Ibnu Hajar, 2/326)

Malik Bin Dinar (Shalat1000 rakaat).
Ibnu Abi Dunya meriwayatkan dari beberapa jalur bahwa Malik bin Dinar mewajibkan pada dirinya sendiri untuk shalat 1000 rakaat dalam setiap hari”
(Al-Ishabah, al-Hafidz Ibnu Hajar, 5/77).

Bilal Bin Sa’d (Shalat 1000 rakaat).
Auzai berkata:
"Dalam masalah ibadah tidak didengar 1 orang yang lebih kuat daripada Bilal bin Sa’d, Ia shalat 1000 rakaat setiap hari” (Tahdzib al-Asma’, an-Nawawi, 1/441).



Jika demikian, apakah bisa dibenarkan kita mengatakan bahwa mereka itu yang melakukan hal tersebut diatas sebagai orang yang berbuat bid’ah dan sesat?

Ibn Rajar al- Asqalani dalam Fathul Bari ketika menjelaskan pernyataan dari  Umar bin Khattab رضي الله ﺗﻌﺎﻟﯽٰ عنه “Sebaik-baik bid’ah adalah ini” mengatakan:
“Pada mulanya, bid’ah dipahami sebagai perbuatan yang tidak memiliki contoh sebelumnya. Dalam pengertian syar’i, bid’ah adalah lawan kata dari sunnah. Oleh karena itu, bid’ah itu tercela. Padahal sebenarnya, jika bid’ah itu sesuai dengan syariat maka ia menjadi bid’ah yang terpuji. Sebaliknya, jika bidطah itu bertentangan dengan syariat, maka ia tercela. Sedangkan jika tidak termasuk ke dalam itu semua, maka hukumnya adalah mubah: boleh-boleh saja dikerjakan. Singkat kata, hukum bid’ah terbagi sesuai dengan lima hukum yang terdapat dalam Islam”.


Wallahu A'lam Bishowab.

Thursday, March 2, 2017

Umar Bin Khatab dan Burung Pipit.

Disadur dari Kitab Al Mawaidh Al Ushfuriyyah karya Syaikh Muhammad bin Abu Bakar Al Ushfury dikisahkan bahwa pada suatu waktu, saat Umar Bin Khatab  رضي الله ﺗﻌﺎﻟﯽٰ عنه  sedang berjalan-jalan di kota Madinah. Umar Bin Khatab رضي الله ﺗﻌﺎﻟﯽٰ عنه melihat seorang anak kecil yang sedang mempermainkan seekor burung Pipit. Umar Bin Khatab رضي الله ﺗﻌﺎﻟﯽٰ عنه tiba-tiba merasa iba melihat si burung Pipit tersebut, lalu membelinya dan segera melepaskannya ke angkasa. 


Ketika Umar Bin Khatab  رضي الله ﺗﻌﺎﻟﯽٰ عنه wafat, salah seorang ulama terkenal bertemu beliau dalam mimpinya. 


Ulama tersebut lalu bertanya:

"Bagaimana kabar anda, duhai Amirul Mukminin?". 

Ulama tersebut lalu melanjutkan pertanyaannya:

"Apa yang telah dilakukan Allah atas dirimu?"

Umar Bin Khatab  رضي الله ﺗﻌﺎﻟﯽٰ عنه lalu menjawabnya dan berkata:
"Allah telah mengampuniku dan melewatkan segala dosaku".

Ulama tersebut lalu bertanya lagi dan berkata:
"Apa sebabnya? Apa semua itu karena kedermawananmu? Keadilanmu? Atau karena zuhudmu yang membuatmu acuh tak acuh terhadap dunia?".

Umar Bin Khatab رضي الله ﺗﻌﺎﻟﯽٰ عنه  hanya menggelengkan kepalanya saja. Lalu berkata:
"Ketika kalian menguburkanku dan menutupiku dengan tanah serta meninggalkanku sendiri, datang dua malaikat yang menakutkanku. Akalku hilang, gemetar sendi-sendi tulangku. Dua malaikat itu mengambilku dan mendudukkanku, hendak menanyaiku. Tapi tiba-tiba muncul suara tanpa sosok yang menghardik keduanya".


Lalu suara itu berkata:
"Tinggalkan hamba-Ku ini, jangan kalian takut-takuti. Aku menyayanginya dan segala dosanya telah Kuampuni, karena dia telah menyayangi seekor burung Pipit di dunia. Pahalanya, Kusayangi dia di akhiratnya" .

Subhanallah. Begitu indahnya ajaran agama Islam. Hanya dengan menyayangi hewan saja mendapatkan pahala yang begitu besar, bagaimana jika kita telah menyayangi sesama manusia?.

Wallahu A'lam Bishowab.

Sunday, February 26, 2017

Intuisi Rabbani - Bagian 2

Dalam suatu riwayat diceritakan bahwa Intuisi Rabbani terlibat percakapan dengan Intuisi Nafsu, suatu ketika Intuisi Nafsu lalu bertanya:


“Betapa menakjubkan berita yang telah engkau berikan kepadaku, betapa kalangan yang dinisbatkan dengan sifat yang luhur itu berlaku aturan? Bagaimana itu terjadi, sampai aku mengetahuinya?”

Intuisi Rabbani menjawab:
“Pahamilah, Ketika mereka mencari-Nya dalam kehendak-Nya, dan diri mereka terhalang, lantas mereka tetap mencari-Nya dalam pelimpahan-Nya tehadap mereka, pada harapan bencana yang ada pada sifat-sifat mereka". 

"Karena kelezatannya ada pada mereka, dimana mereka menutupinya agar melaksanakan dengan kejatiandirinya dan berkerja dengan indra mereka serta menikmati kelezatan dengan diri mereka dalam tempat-tempat kebanggaan, hasil-hasil dzikir dan pelimpahan paksa".

Intuisi Nafsu lalu bertanya lagi:
"Bagaimana engkau mengetahui hal itu, padahal tidak ada yang mengetahuinya kecuali ahlinya, tidak bisa menemukan selain mereka dan tidak ada yang kuat selain mereka pula". 

"Bagaimana engkau tahu, kenapa mereka mencari-Nya namun juga menghalangi-Nya, lantas mereka berperantara dengan sesuatu dari-Nya sebagai keharusan kepada-Nya, dan mereka pun memohon pertolongan dalam keperantaraan itu melalui hakikat-hakikat yang ada pada-Nya..?

Intuisi Rabbani menjawab:
"Karena sebenarnya Dia telah mempertemukan mereka dengan Wujud-Nya untuk mereka. Lalu Dia menetapkan ghaibnya rahasia-rahasia-Nya dalam diri mereka dan kepada mereka, yang sampai kepada-Nya". 

"Maka terhapuslah makhluk-makhluk dan terputuslah berbagai kebutuhan, sehingga hubungan menjadi melimpah, derajat menjadi luhur, melalui kesirnan indra dan kefana’an diri".

"Kemudian mereka dihadirkan oleh fana’ dalam kefana’an mereka, dan mereka dipersaksikan Wujud dalam wujud mereka. Sesuatu yang menghadirkan dan mempersaksikan mereka dari diri mereka, adalah tirai yang samar dan hijab yang lembut, dimana mereka menemukan tirai pada sekat kesirnaan dan kepayahan yang berat, untuk menutupi segala yang tidak selaras, berupa sebab-sebab langsung, dengan menghadirkan berbagai sebab yang layak, dan layak pula sifatnya bagi makhluk".

"Maka mereka pun mencari sesuatu itu di tempat-tempat pencarian mereka, namun mereka tidak mengetahuinya dari dalam diri mereka". 

"Karena mereka menempati tempat kekuatan, dan mereka meraih hakikat-hakikat kehormatan, maka pada mereka ditempatkan sesuatu yang menyibukkan mereka". 

'Maka muncullah sepenuhnya yang ada dan yang tidak ada pada sifat.  Walaupun sekat cobaan bertambah”.

Karena masih penasaran Intuisi Nafsu lalu bertanya lagi:
"Aku meminta, Uraikan ragam cobaan mereka kepadaku di tempai-tempat mereka yang menakjubkan dan kedudukan mereka yang dekat!”

Intuisi Rabbani menjawab:
“Mereka merasa sudah cukup dengan apa yang ada, lalu mereka keluar dari segala hajat kebutuhan, meninggalkan telaah, menggunakan kemenangan dengan mengerahkan kemampuan, dan dengan sergapan kebanggaan". 

"Dengan begitu mereka memandang kepada segala sesuatu melalui apa yang ada pada mereka, tanpa menaiki tahap yang ada pada-Nya, sehingga mereka menegakkan keterpisahan dan keterputusan".

"Maka ketika mereka melihat dan menemukan dengan dua matanya,  dan terlimpahi dua perkara, tiba-tiba tampak lembah AI-Haq di hadapan mereka,  yang datang dari-Nya untuk mereka, berupa sesuatu yang diperuntukkan bagi mereka, untuk berkonsentrasi kepada-Nya sepenuh kemampuannya".  

"Maka keluarlah mereka dari hal tersebut tanpa ada keraguan kepada-Nya, memprioritaskan terhadap kemandirian sukacita mereka, yang menunjukkan kepada-Nya dan meyakinkan dengan penuh kelapangan dada".

"Mereka tidak ingin kembali atas apa yang ada pada diri mereka dan tidak ingin pula mencari tempat yang menuju kepada mereka.  Bila keadaannya demikian, mereka diliputi oleh cobaan, sementara mereka tidak tahu”.

Intuisi Nafsu lalu berkata:
“Engkau telah membuat aneh akalku dan menambah ketololanku. Karena itu dekatkan pada pemahamanku.”

Intuisi Rabbani menjawab:
“Para pemilik cobaan (ahlul bala’) ketika sedang bertemu dengan Sang Pembicara Yang Benar pada diri mareka, dan hikmah-hikmah-Nya berlaku pada mereka,  maka rahasia-rahasia mereka jadi asing, arwah-arwah mereka lebur sepanjang umur,  hingga tidak menghinggapi wilayah-wilayah dan tidak pula menenterami.  Ia menjadi mesra dengan Sang Pengujinya, dan manja dengan kefana’an pemanja yang lunglai".

"Ia benar-benar digelisahkan oleh kesirnaannya, sedang kehinaannya adalah kerinduannya, dimana ia didahagakan dan dilaparkan di hadapan-Nya, digelorakan rindu kepada-Nya, yang diikuti oleh dahaga demi dahaga akan bertumbuhan". 

"Ia di paksa oleh ma’rifatnya, dan tergilas oleh kesirnaannya. Kedahagaan kepada-Nya agar terus menuju paripurna, sementara setiap tutup yang terbuka adalah ilmu baginya, yang dirasakan melalui rasa fakir, yang dibaharui dengan memandang kemungkinan jerih payah, yang dibebani oleh pengaruh bahan makanan (jiwa), rindunya sampai membelah gelisahnya, yang senantiasa mecari obatnya".

"Ia senantiasa menggantungkan jejak-jejak Sang Kekasih,  segala yang jauh di mata, amatlah dekat. Ia ditirai dengan persembunyian karena sirna tirainya yang harus dipakai di hadapan-Nya. Ia merasa lapang dada dengan kemusnahannya melalui cobaan yang ditimpakan kepadanya. Ia sudah tak peduli dengan dirinya sendiri, cukup dengan cintanya,  dan ketergantungan dalam tempat taqarrubya. Ia melihat batas-batas kejapan-kejapan dalam kecepatan bangunnya. Kebinasaannya tenggelam, lalu mengalir pada dirinya dalam kelanggengan abadi, dan pemedihan cobaan, bahkan sampai cobaan itu sendiri lekat nikmat dengannya, dan merasa masra dengan cobaan itu demi keabadiannya". 

"Ketika ia melihat-Nya begitu dekat, ia mencegah dirinya dengan mendatangi sengatannya. Ia tak pernah merasa lelah memikulnya, tidak diletihkan oleh kebosanannya". 

"Mereka adalah orang-orang gagah dalam menghadapi cobaan, karena adanya kegembiraan bagi mereka. Mereka berdiri dalam keperkasaan-Nya, menunggu perintah-Nya, agar Allah سبحانه و تعالى melakukan suatu perintah untuk dilaksanakan".

Kalangan ahlul bala’ diantaranya adalah: 
  • Di antara mereka ada yang menyenangi pada cobaan-Nya, maka lalu ia tenteram pada kehendak-Nya, ia tak memedulikan kesenangan untuk memuaskan dirinya terhadap segala sesuatu. 
  • Kesenangannya dengan wujud rasanya, hingga ia terkalahkan dan termakar dengannya, yang membuatnya cerai-berai.  Namun ia bersiap diri untuk menyambut cobaan-Nya sebagai kehormatan, dan ia memandang bahwa penyebab keluar dari cobaan adalah faktor yang menyebabkan kekurangan dan kelemahan .
Wallahu a'lam bishowab.

Intuisi Rabbani

Intuisi adalah istilah untuk kemampuan memahami sesuatu tanpa melalui penalaran rasional dan intelektualitas. Sepertinya pemahaman itu tiba-tiba saja datangnya dari dunia lain dan di luar kesadaran. Misalnya saja, seseorang tiba-tiba saja terdorong untuk membaca sebuah buku.


Intuisi Rabbani atau intuisi Ilahi akan diraih ketika berusaha menghidupkan hati dengan ma’rifatullâh. Intuisi Rabbani bukanlah sekadar intuisi biasa, tapi merupakan nur Ilahi yang memenuhi seluruh sudut hati. Intuisi Rabbani ditunjukkan melalui dua bukti:

  • Pertama, muncul bersamaan dengan syariat bagi pelakunya, dan ada bukti-bukti kebenarannya.Tidak diawali hasrat nafsu ketika menerima intuisi tersebut, justru muncul ragam keleluasaan. Intuisi tersebut merobohkan nafsu, tanpa adanya permulaan seperti pada intuisi syetan.  Hanya saja kecepatan nafsu berselaras dengan intuisi syetan, lebih banyak, lebih gamblang, dan lebih membuatnya malas.
  • Kedua, kita harus mengetahui perbedaan antara intuisi RabbanI, intuisi nafsu dan intuisi syetan. Intuisi syetan itu datang dari sisi syahwat dan kesenangannya.  Sedangkan intuisi Rabbani datang dari segi beban dan tugas.  Intuisi Nafsu menolak kedatangan tugas dari intuisi Rabbani. 


Apabila kita kedatangan intuisi, maka timbanglah dengan tiga kriteria di atas, sehingga kita bisa membedakan berbagai intuisi.



Jadikanlah prioritas agar  setiap intuisi syetan dan intuisi nafsu  itu dapat sdengan segera kita enyahkan dan  bergegaslah dengan intuisi Rabbani. Jangan pernah kita abaikan intuisi Rabbani itu, sebab waktu itu sempit dan kondisi ruhani kita bisa berubah. Kita harus waspada dengan buaian nafsu dan  syetan.  Sebab pintu ini termasuk pintu kebajikan yang dibukakan untuk kita, maka raihlah hingga kita bisa memulainya dari awal.



Sebagai contohnya adalah muncul bisikan kepada kita yang dianjurkan untuk berpuasa sunnah lalu intuisi itu datang dan berkata:
“Sudahlah, nanti saja. Besok juga masih bisa”.

Ketika kita akan mengerjakan qiyamullail, lalu intuisi itu datang dan berkata:
“Nanti saja, bukankah lebih utama jika dikerjkan di akhir waktu”.

Padahal intuisi seperti itu adalah rekayasa syetan untuk menghalang-halangi suatu yang bermanfaat. Intuisi seperti itu tidak abadi, namun cepat berubah.

Sedangkan bergegas untuk berpegang erat pada intuisi Rabbani, sangat dianjurkan dalam syariat.  Ada dua manfaat di dalamnya:

  • Pertama,  bahwa waktu yang ada adalah waktu yang paling sempurna,  seperti waktu-waktu dimana hadist-hadist menyebutkan turunnya anugerah dari Allah سبحانه و تعالى,  dan turunnya rahmat beserta ampunan-Nya.  Sementara pandangan-pandangan Allah سبحانه و تعالى  kepada makhluk-Nya tiada terbatas.
  • Kedua, ghirah untuk bersegera untuk menjalankan segala amalan kebajikan dan kita juga akan menjadi pribadi yang taat ketika muncul berkah dibaliknya.  Di sinilah rasa malas akan menjadi sirna, karena berhadapan dengan hembusan-hembusan Rahmat Allah سبحانه و تعالى

Demikian pula sekaligus menjadi manfaat olah jiwa (riyadhoh nafsu) untuk segera melaksanakan amal kebajikan. 


Wallahu A'lam Bishowab.

Friday, February 24, 2017

Ratib Al-Attas


  • Ratib Al-Attas adalah:

عَزِيْزُ الْمَنَالِ وَ فَتْحُ بَابِ الْوِصَالِ
"Sesuatu yang sukar di peroleh dan kunci bagi pintu penghubung kepada Allah".

Nama inilah yang dipilih oleh Al Habib Muhammad bin Salim Al-Attas ketika menyusun Ratib Al Habib Umar bin Abdurrahman Al-Attas dalam bahasa arab, Melayu dan Tamil.

  • Ratib Al-Attas itu adalah:
حِصْنُ الْحَصِيْنُ 
"Benteng yang kokoh".

  • Ratib Al-Attas itu adalah:
اَلْكِبْرِيْتُ الْأَحْمَرُ 
"Belerang yang merah".

Salah satu istilah untuk menafsirkan sesuatu benda yang amat berharga yang sukar didapati di sembarang waktu dan tempat.

  • Ratib Al-Attas itu adalah:
مَغْنَاطِيْسُ الْأَسْرَارِ لِمَنْ وَاظَبَ عَلَيْهِ بِاللَّيْلِ وَ النَّهَارِ

"Magnet rahasia-rahasia bagi mereka yang mengamalkannya pada waktu malam dan siang".

  • Ratib Al-Attas itu adalah:
اَلدِّرْيَاقُ (الترياق) الْمُجَرَّبُ 
"Penawar bagi racun yang mujarrab".

Menurut perkataan dari Al Habib Husein bin Abdullah Al-Attas di dalam kitab فتح رب الناس fathu rabbin naas, nama ini dinamakan oleh gurunya Al Habib Ahmad bin Hasan Al-Attas apabila menerangkan kelebihan ratib Al Habib Umar bin Abdurrahman Al-Attas.

  • Ratib Al-Attas itu adalah:
مَنْهَلُ الْمَنَالِ وَ فَتْحُ بَابِ الْوِصَالِ

"Sumber pencapaian dan kunci bagi pintu penghubung kepada Allah".

Nama ini hanya terdapat di Tajul A'ras oleh Al Habib Ali bin Husein Al-Attas yang menerangkan bahwa dalam kitab Al Qirtas yang beliau terima tertulis nama Ratib Al-Attas sebagai مَنْهَلُ الْمَنَالُ dan bukan عَزِيْزُ الْمَنَالُ.

Ratib Al-Attas merupakan kumpulan dzikir yang telah disusun oleh Al Habib Umar bin Abdurrahman Al-Attas, seorang ulama dan wali yang besar di negeri Hadhramaut. Al Habib Umar bin Abdurrahman Al-Attas lahir di Al-Lisik pada tahun 992 H dan meninggal dunia di Nafhun dan dimakamkan di Huraidhah pada hari kamis 23 Rabiuts-Tsani tahun 1072 H pada umurnya 80 Tahun.

Al Habib Umar bin Abdurrahman Al-Attas tidak meninggalkan satupun tulisan kecuali Ratib Al-Attas yang sekarang telah berumur kira-kira 400 tahun.

Ratib Al-Attas hingga sekarang masih dibaca di berbagai negara seperti di Afrika termasuk Darussalam, Mombassa dan Afrika selatan. Juga di Great Britain, Burma (Myanmar), India dan Negara-negara Arab.

Di Afrika, Ratib Al-Attas disebarkan oleh murid-murid Al Habib Ahmad bin Hasan Al-Attas seperti Al Habib Ahmad Masyhur Al Haddad dan lain-lain. Di India, Kamboja dan Burma oleh Al Habib Abdullah bin Alawi Al-Attas. Sehingga sekarang kumpulan-kumpulan ratib Al Habib Umar bin Abdurrahman Al-Attas atau Zawiyah masih diamalkan di Rangoon dan di beberapa daerah di Burma. Tetapi mereka lebih terkenal disana dengan Tariqah Al-Attasiyyah.

Di Terangkan oleh Al Faqir Al Akhwani Fillah Al Habib Agil bin Mukhsin bin Syeikh Al-Attas di Majelis Bulanan Ash-Shafa fii Madhi Rasulillah .

Wallahu A'lam Bishowab.

Friday, February 17, 2017

Caci-maki Dan Cara Menghadapinya.

Caci-maki dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dapat diartikan sebagai kata-kata kotor (tidak sopan) yang dikeluarkan untuk mengumpat seseorang; kata-kata makian (sebagai penghinaan); celaan; cercaan; nistaan; dampratan; maki-makian.sedangkan mencaci maki itu berarti menghina dengan kata yang kurang sopan; memaki-maki.

Siapa sih yang tidak pernah dicaci-maki oleh haters. Jangankan kita sebagai manusia yang memang hina, manusia yang paling muliapun Rasulullah   tak luput dari caci-maki. Rasulullah   pernah dituduh sebagai tukang sihir, orang gila, pendusta, dan tudahan-tuduhan miring lainnya oleh orang-orang kaum Kafir Quraisy dan orang-orang yang munafik.

Sebagai manusia yang dhoif, kita tidak luput dari salah, pastinya dalam menghadapi caci-maki tersebut kita hadapi dengan emosi juga. Bahkan hanya karena dicaci maki bisa membuat kita menjadi bersedih hati dan hidup menjadi getir karenanya. Seakan-akan dunia ini telah kiamat.

Oleh sebab itu, janganlah kita bersedih hati,  jangan biarkan hati menjadi keruh dan jangan biarkan hidup menjadi getir karenanya. Berbahagialah karena kita yang tetap akan mulia walau sedang dihina. Mari kita ambil contoh dari akhlaqul karimah Rasulullah  .

Bagaimana cara menghadapinya? 
Caci maki dapat kita hadapi dengan:
  • Bersyukur ketika ada orang yang menghardik kita.
  • Sujud Hati alias diam, memaafkan pelakunya dan kita ikhlas menerimanya.

Jika kita dapat menunaikan melakukan 2 hal ini maka insya Allah kita telah memilki akhlaqul karimah. Sebagai mana dalam sebuah riwayat Abdullah bin Ash رضي الله ﺗﻌﺎﻟﯽٰ عنه berkata: 
"Akhlaq Rasulullah bukanlah orang yang keji dan bukan orang yang jahat, bahkan Rasulullah ﷺ. bersabda "sesungguhnya orang yang paling baik diantara kalian adalah yang paling baik budi pekertinya." (HR. Bukhari -Muslim)

Dan Ketika ada orang yang mencaci-maki kita, maka kita tidak boleh membalasnya dan harus memaafkannya, serta kita harus tetap untuk dapat menjalankan kewajiban kita untuk mememenuhi hak seorang seorang muslim atas muslim lainnya.

Dalam sebuah riwayat Rasulullah ﷺ. bersabda:
"Hak seorang Muslim atas Muslim lainnya ada enam: (1) Jika engkau bertemu dengannya, maka ucapkan salam, dan (2) jika dia mengundangmu maka datangilah, (3) jika dia minta nasihat kepadamu berilah nasihat, (4) jika dia bersin dan mengucapkan hamdalah maka balaslah (dengan doa: Yarhamukallah), (5) jika dia sakit maka kunjungilah, dan (6) jika dia meninggal maka antarkanlah (jenazahnya ke kuburan).” (HR. Muslim).


Wallahu a'lam bishowab.