Showing posts with label Kisah. Show all posts
Showing posts with label Kisah. Show all posts

Tuesday, August 8, 2017

Sungguh , Hancurnya Hati Anak Cucu Keturunanku Itu Telah Sampai Kepadaku.

Dikisahkan oleh Al Habib Alwi bin Abdurrahman Assegaf. Dahulu kala ada seorang Waliyullah yang setiap malam bermimpi Rasulullah ﷺ, dan pada suatu hari dia berjumpa dengan seorang yang dia kenal sebagai anak cucunya Rasulullah ﷺ. 

Dia melihat orang itu dalam keadaan mabuk (anak cucu keturunan  Rasulullah ﷺ ini sama seperti umumnya manusia, ia bergaul seperti yang lain). 

Dan kemungkinan dalam kisah ini yang dimaksud jauh dari Agama dan bergaul dengan bebas, atau memang mungkin ia sangat tidak mengerti bahwa dirinya adalah anak cucunya keturunan Rasulullah ﷺ. 

Akhirnya si Wali tersebut menegurnya, dan sambil mencaci maki :
"Engkau ini tidak tahu diri, engkau adalah anak cucunya 
keturunan dari Rasulullah ﷺ, akan tetapi kenapa engkau malah senang mabuk-mabukan dan bukan menjadi contoh yang benar!".

Anak cucu Keturunan dari Rasulullah ﷺ tersebut menjawab:
"Memangnya anda itu siapa dan apa urusan anda dengan saya?".

Belum selesai orang tersebut bicara si Wali dengan kesal lalu menamparnya dan berkata :
"Dasar orang tak tahu  tahu di untung! Pergi kamu! Biar sadar diri, kamu itu keturunan dari Rasulullah ﷺ dan seharusnya tidak seharusnya begitu!".

Akhirnya pergilah Anak cucu  Keturunan dari Rasulullah ﷺ tersebut dengan menahan kesal pada si Wali yang telah memaki dan menamparnya

Singkat cerita setelah kejadian itu, dimalam hari si Wali tidak lagi bermimpi Rasulullah ﷺ. Hari berganti hari dan terus sampai seminggu lamanya. Yang pada akhirnya si Wali tersebut memohon kepada Allah Swt agar ia bisa mimpi lagi berjumpa dengan Rasulullah ﷺ. 

Dimalam harinya dengan izin Allah si Wali dapat bermimpi Rasulullah ﷺ lagi dan didalam mimpi itu si Wali berlari dan berusaha ingin mencium Tangan Rasulullah ﷺ. Akan tetapi Rasulullah ﷺ tidak mengizinkannya. 

Pada akhirnya si Wali pun bertanya pada Rasulullah ﷺ:
"Apa yang telah membuat ummatmu ini tidak bisa lagi bertemu denganmu ya Rasulullah ﷺ dalam mimpiku?". 

Rasulullah ﷺ menjawabnya dan bersabda :
"Ketahuilah olehmu...Sesungguhnya aku ini enggan untuk berjumpa denganmu dan ini adalah karunia kasih sayang Allah kepadamu agar kita bisa di pertemukan, Aku enggan bertemu denganmu karena kamu telah menyakiti hati anak cucuku, karena engkau telah memakinya bahkan engkau telah berani menamparnya".

Rasulullah ﷺ lalu melanjutkan sabdanya:
"Bila ada salah dari anak keturunanku, apa tidak ada jalan yang baik untuk membawanya menjadi baik...Sesungguhnya hancurnya hati anak cucuku itu telah sampai padaku".

Mendengar jawaban dari Rasulullah ﷺ si Wali terbangun dari tidurnya dan menangis sejadi-jadinya, menyesali apa yang di perbuatnya dan keesokan harinya ia mencari orang yang masih termasuk anak cucu keturunan  Rasulullah ﷺyang kemarin dimaki dan ditamparnya untuk meminta maaf padanya. 

Akhirnya mereka bertemu dan berjumpa, lalu si Wali meminta maaf pada si anak cucu keturunan Rasulullah ﷺ itu atas perbuatannya...Terkaget kagetlah anak cucu keturunan Rasulullah ﷺ tersebut dan terdiam, tidak lama menangis sejadi jadinya seraya berkata :
"Kirimkan Salam pada Datukku, aku sudah memafkan kamu dan aku mau merubah diriku mengikuti perjalanan sebagai mana yang digariskan oleh Datukku Rasulullah ﷺ".

Di kesempatan malam berikutnya si Wali kembali bermimpi Rasulullah ﷺ yang pada kesempatan tersebut Rasulullah ﷺ lalu tersenyum padanya dan memanggil dirinya, dengan rasa senang yang tidak terhingga si Wali itu berlari dan mendekati Rasulullah ﷺ lalu mencium tangannya yang mulia sepenuh hatinya, lalu Rasulullah ﷺ bersabda pada si Wali tersebut :

"Ketahuilah olehmu...Andai saja anak keturunanku itu tidak memaafkan dirimu, sampai kapanpun aku tidak mau bertemu denganmu, bersyukurlah pada Allah yang telah menyelamatkan kamu dari hal tersebut".

Wallahu Alam Bishowab.

Thursday, April 6, 2017

Pengurus Masjid Itu Seorang Yang mulia.

Apakah pekerjaan atau jabatan yang paling tinggi dan paling mulia itu?.

Mengenai hal ini Menurut  Prof. H. Bambang Hartadi, Ph.D,MM, CPA Senior Eksekutif Universitas Teknologi Yogyakarta (UTY):
“Jabatan atau pekerjaan yang paling mulia dan paling tinggi, adalah sebagai pengurus Masjid, bukan Rektor, Bupati, Gubernur atau bahkan Presiden. Karena Masjid merupakan Rumah Allah, maka mereka yang mengelola rumah Alloh pasti lebih mulia daripada yang lainnya”. 

Memakmurkan masjid sekaligus mengajak dan memudahkan orang lain beribadah kepada Allah, sungguh merupakan perbuatan yang sangat mulia. Dan semua pekerjaan dan jabatan memang bisa dijadikan sarana beribadah, namun pada kenyataannya tidak mudah. Sedangkan jabatan sebagai pengurus masjid yang notabene ‘reward’ nya adalah keridhoaan Allah, tentunya lebih mulia, karena membutuhkan  pengorbanan waktu, tenaga, pikiran, dan lain sebagainya, hal ini dilakukan semata-mata hanya untuk melayani hamba-hamba Allah yang hendak beribadah kepada Allah di rumah-Nya.

Dalam sutu riwayat disebutkan selama kurun waktu kurang lebih 20 tahun  ada seorang yang sangat sholeh telah menjadi pengurus masjid Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani. Pada suatu waktu dimalam Jumat, Beliau tiba-tiba saja terbangun karena dikejutkan oleh riuh suara orang yang sangat banyak. Ketika beliau melihat keluar rumahya, ternyata suara tersebut berasal dari masjid Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani bersamaan dengan adanya cahaya yang terang benderang dari dalam masjid Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani , tanpa berpikir panjang lagi maka beliaupun segera bergegas untuk mengambil air wudhu dan bergegas pergi menuju ke masjid untuk mengikuti sholat berjamaah di masjid Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani, karena beliau mengira telah tertinggal sholat subuh secara berjamaah di masjid Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani.

Setelah setibanyanya di masjid Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani, beliaupun langsung ikut bergabung dalam jamaah sholat dan karena masjid telah penuh naka beliau menjadi masbuk di shaf paling belakang. Namun setelah beliau selesai melakukan sholat dan mengucapkan salam serta membaca dzikir dan tahmid, ternyata beliaupun baru menyadari, jika beliau itu hanyalah seorang diri yang berada di dalam masjid Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani, tidak ada orang lain yang mengerjakan sholat di dalam masjid Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani kecuali beliau seorang diri. Suasana masjidpun masih tetap sama seperti malam-malam sebelumnya, masih sepi yang hanya dihiasi oleh cahaya lampu yang redup tidak terlalu terang. Pada saat itu beliaupun baru menyadari jika ternyata waktunya pada saat itu bukanlah waktu subuh yang beliau perkirakan, akan tetapi waktunya masih sepertiga malam yang akhir . Dengan hati yang penuh dengan tanda tanya kemudian beliaupun memutuskan untuk bergegas kembali ke rumahnya.

Keesokan harinya seperti biasanya, setiap ba'da sholat subuh berjamaah beliaupun mengikuti ziarah ke makam Quthbil-anfas Al-Habib Umar Bin Abdurrahman Al-Atthos sebagaimana lazimnya yang dilakukan setiap hari Jum'at. 

Ziarah ke makam Quthbil-anfas Al-Habib Umar Bin Abdurrahman Al-Atthos tersebut dipimpin oleh Al-Qutbh Al Habib Ahmad bin Hasan Al-Atthos. Setelah selesai ziarah, Al-Qutbh Al-Habib Ahmad Bin Hasan Al-Atthos memegang tangan beliau dengan mengabarkan suatu bisyarah ( kabar gembira),  Al-Qutbh Al-Habib Ahmad Bin Hasan Al-Atthos lalu berkata: 
"Masya Allah, engkau telah diajak sholat berjamaah oleh para Wali yang dipimpin oleh Al Imam Al-Qutbh Rabbani Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani semalam, sebagai hadiah karena engkau telah mengurusi masjidnya dengan baik". 

Dalam riwayat lain diceritakan jika pengurus masjid Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani yang sangat sholeh tersebut adalah Alhabib Muhammad Bin Hasan Al-Atthos yang merupakan ayah dari  Alhabib Umar Bin Hoed. Sedangkan istri beliau bernama Syarifah Nur binti Hasan Al Attas seorang wanita sholehah,

Wallahu A'lam Bishowab.

Sunday, April 2, 2017

"Ketika Sayyidatina Fatimah Az-Zahra Wafat"

Disaat Sayyidina Ali bin Abi Thalib رضي الله ﺗﻌﺎﻟﯽٰ عنه memasukkan jenazah istri tercintanya, Sayyidatina Fatimah Az-Zahra رضي الله ﺗﻌﺎﻟﯽٰ عنه (Penghulu seluruh Wanita Muslim di dunia) ke liang lahat, beliau menangis terisak-isak sehingga putranya Sayyidina Hasan رضي الله ﺗﻌﺎﻟﯽٰ عنه berkata :
"Duhai ayahku, gerangan apakah yang telah membuat dirimu menangis sedemikian rupa ?"


Sayyidina Ali bin Abi Thalib رضي الله ﺗﻌﺎﻟﯽٰ عنه  menjawab :
"Duhai  Hasan putraku, aku teringat pesan kakekmu Rasulullah , beliau bersabda :
"Kelak jika putriku Fatimah telah tiada wahai Ali, maka akulah yang akan pertama kali menerima jasadnya diliang lahat".

Sayyidina Ali bin Abi Thalib رضي الله ﺗﻌﺎﻟﯽٰ عنه lalu menambahkan:
"Dan demi Allah wahai Hasan putraku, aku melihat tangan kakekmu Rasulullah menerima jasad ibumu Fatimah. Aku melihat kakekmu Rasulullah  menciumi wajah ibumu Fatimah".


Sayyidina Ali bin Abi Thalib رضي الله ﺗﻌﺎﻟﯽٰ عنه berkata :
"Duhai Rasulullah , kini aku kembalikan amanah yang telah engkau berikan kepadaku.
Aku kembalikan belahan jiwamu, yang dimana setiap engkau rindu akan surga, engkau cium wajah suci putrimu Fatimah Az-Zahra رضي الله ﺗﻌﺎﻟﯽٰ عنه .


"Ya Allah , Kumpulkan kami Bersama Keluarga  Rasulullah ﷺ dan para sahabatnya kelak di Hari Kiamat Nanti".
Aamiin Allahumma aamiin.........

Wallahu A'lam bishowab.

Monday, March 6, 2017

Hakekat Cinta Majnun Kepada Laila.


Laila dan Majnun, juga dikenali sebagai Majnun atau disebut dengan seorang pemuda Gila karena mencintai seorang gadis bernama Laila (Bahasa Arab: مجنون ليلى‎, Majnun-Layla atau قيس وليلى, Qays dan Layla) ialah cerita cinta klasik dari Timur Tengah. Kisah  Majnun-Layla diangkat berdasarkan kisah nyata seorang pemuda bernama Qays ibn al-Mulawwah (Bahasa Arab: قيس بن الملوح‎) dari utara semenanjung Arab semasa era dinasti Umayyah pada abad ketujuh.


Terdapat dua versi dari kisah  ini. Menurut versi pertama, semenjak kecil Majnun telah menghabiskan waktunya menggembala kambing bersama sepupunya Laila  sehingga tumbuhlah benih cinta diantara mereka. 

Dalam versi kedua, Laila adalah cinta pada pandangan pertama Majnun. Dalam versi kedua-duanya, pemuda ini menjadi gila ketika mendapati ayah Laila melarangnya menikahi Laila. Oleh karenanya, pemuda ini dipanggil dengan sebutan Majnun Laila yang memiliki arti menjadi gila karena Laila. Dari pemuda Majnun inilah  lahirnya pelbagai syair-syair Arab yang menggambarkan gelora cinta diantara 2 orang pasangan kekasih.



Suatu waktu dikisahkan seorang bangsawan berjalan dengan pakaian kebesarannya sambil membawa makanan dan minuman. 


Bangsawan tersebut manatap kearah majnun yang duduk di bawah sebuah pohon dengan pakaian kusut dan serpihan roti keringnya.  Warna hitam cekung menghias bawah kedua matanya. 

Bangsawan tersebut lalu berkata:
"Duhai Majnun, mengapa engkau siksa dirimu hanya demi cintamu kepada Laila. Apa arti hidup ini jika engkau hanya menghabiskan waktu untuk hal itu saja?".

Tanpa memandang wajah bangsawan itu Majnun lalu menjawab:
"Duhai tuan yang memiliki pakaian kebesaran, ketahuilah bahwa sebagian orang itu yang terlihat itu hanyalah kesedihan diraut wajahnya namun pada hakekatnya hatinya itu gembira dan bahagia. Begitu juga sebaliknya, sebagiannya lagi itu yang terlihat itu hanyalah kebahagian diraut wajahnya yang membuatnya tertawa  namun pada hakekatnya ia sedang merana dan tersiksa". 

Bangsawan tersebut hanya terdiam setelah mendengarkan perkataan dari Majnun.

Majnun lalu kembali meneruskan perkataannya dan berkata:
"Bagiku siksa yang terpedih adalah, jika aku terhalang dari cinta Laila, walaupun semua kenikmatan yang lain telah terhimpun di diriku". 

Majnun lalu kembali melanjutkan perkataannya dan berkata:
"Demi Allah, jika para raja mengetahui kenikmatan yang kurasakan dalam siksa ini, mereka akan saling membunuh untuk memperebutkannya".

Bangsawan tersebut masih hanya terdiam membisu saja setelah mendengarkan semua jawaban dari Majnun.

Karena pada hakekatnya kisah diatas itu menggambarkan rasa cinta dan rindunya seorang hamba kepada Allah dan Rasul-Nya serta guru ruhani mereka dengan kisah Majnun dan Laila.

Wallahu A'lam Bishowab.

Thursday, March 2, 2017

Umar Bin Khatab dan Burung Pipit.

Disadur dari Kitab Al Mawaidh Al Ushfuriyyah karya Syaikh Muhammad bin Abu Bakar Al Ushfury dikisahkan bahwa pada suatu waktu, saat Umar Bin Khatab  رضي الله ﺗﻌﺎﻟﯽٰ عنه  sedang berjalan-jalan di kota Madinah. Umar Bin Khatab رضي الله ﺗﻌﺎﻟﯽٰ عنه melihat seorang anak kecil yang sedang mempermainkan seekor burung Pipit. Umar Bin Khatab رضي الله ﺗﻌﺎﻟﯽٰ عنه tiba-tiba merasa iba melihat si burung Pipit tersebut, lalu membelinya dan segera melepaskannya ke angkasa. 


Ketika Umar Bin Khatab  رضي الله ﺗﻌﺎﻟﯽٰ عنه wafat, salah seorang ulama terkenal bertemu beliau dalam mimpinya. 


Ulama tersebut lalu bertanya:

"Bagaimana kabar anda, duhai Amirul Mukminin?". 

Ulama tersebut lalu melanjutkan pertanyaannya:

"Apa yang telah dilakukan Allah atas dirimu?"

Umar Bin Khatab  رضي الله ﺗﻌﺎﻟﯽٰ عنه lalu menjawabnya dan berkata:
"Allah telah mengampuniku dan melewatkan segala dosaku".

Ulama tersebut lalu bertanya lagi dan berkata:
"Apa sebabnya? Apa semua itu karena kedermawananmu? Keadilanmu? Atau karena zuhudmu yang membuatmu acuh tak acuh terhadap dunia?".

Umar Bin Khatab رضي الله ﺗﻌﺎﻟﯽٰ عنه  hanya menggelengkan kepalanya saja. Lalu berkata:
"Ketika kalian menguburkanku dan menutupiku dengan tanah serta meninggalkanku sendiri, datang dua malaikat yang menakutkanku. Akalku hilang, gemetar sendi-sendi tulangku. Dua malaikat itu mengambilku dan mendudukkanku, hendak menanyaiku. Tapi tiba-tiba muncul suara tanpa sosok yang menghardik keduanya".


Lalu suara itu berkata:
"Tinggalkan hamba-Ku ini, jangan kalian takut-takuti. Aku menyayanginya dan segala dosanya telah Kuampuni, karena dia telah menyayangi seekor burung Pipit di dunia. Pahalanya, Kusayangi dia di akhiratnya" .

Subhanallah. Begitu indahnya ajaran agama Islam. Hanya dengan menyayangi hewan saja mendapatkan pahala yang begitu besar, bagaimana jika kita telah menyayangi sesama manusia?.

Wallahu A'lam Bishowab.

Monday, October 31, 2016

Jassasah Binatang Bumi

Siapakah  Jassasah itu? Jassasah adalah seekor binatang yang akan keluar dari bumi yang besar, berbulu panjang, berbulu roma pendek dan halus dan mempunyai beberapa kaki. 


Allah سبحانه و تعالى berfirman:
“Dan apabila perkataan telah jatuh atas mereka, kami akan mengeluarkan seekor binatang melata dari bumi yang akan mengatakan kepada mereka bahwa sesungguhnya manusia sudah tidak yakin kepada ayat-ayat kami.”(QS:An Naml: [82]).

Rasulullah ﷺ bersabda,
“Sesungguhnya tanda-tanda kiamat pertama yang akan terjadi adalah terbitnya matahari dari tempat terbenamnya dan keluarnya seekor binatang kepada manusia pada waktu Dhuha, yang manapun diantara dua hal ini akan duluan terjadi, maka yang keduanya akan terjadi dalam waktu yang dekat.” (Riwayat Ahmad, Muslim, Abu Dawud dan Ibn Majah dari ‘Abdullah bin ‘Umar).


Rasulullah ﷺ bersabda:

Binatang bumi itu akan keluar dengan membawa Tongkat Musa dan Cincin Sulaiman, maka ia akan mencap hidung orang kafir dengan tongkat dan akan membuat terang wajah orang Mu’min degan cincin, sehingga degan demikian apabila telah berkumpul beberapa orang-orang yang makan di suatu meja hidangan, maka salah seorang dari mereka akan berkata: “Makanlah ini wahai orang Mu’min” dan “makanlah ini wahai orang kafir” .(Riwayat Abu Dawud Ath Thayalisi, Ahmad dan Ibn Majah, semua riwayat tersebut berasal dari Hammad bin Salamah dari Abi Hurairah).

Dari Fathimah bintu Qois رضي الله ﺗﻌﺎﻟﯽٰ عنه ia berkata,


صَلَّيْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَكُنْتُ فِي صَفِّ النِّسَاءِ الَّتِي تَلِي ظُهُورَ الْقَوْمِ فَلَمَّا قَضَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَاتَهُ جَلَسَ عَلَى الْمِنْبَرِ وَهُوَ يَضْحَكُ فَقَالَ لِيَلْزَمْ كُلُّ إِنْسَانٍ مُصَلَّاهُ ثُمَّ قَالَ أَتَدْرُونَ لِمَ جَمَعْتُكُمْ قَالُوا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ إِنِّي وَاللَّهِ مَا جَمَعْتُكُمْ لِرَغْبَةٍ وَلَا لِرَهْبَةٍ وَلَكِنْ جَمَعْتُكُمْ لِأَنَّ تَمِيمًا الدَّارِيَّ كَانَ رَجُلًا نَصْرَانِيًّا فَجَاءَ فَبَايَعَ وَأَسْلَمَ وَحَدَّثَنِي حَدِيثًا وَافَقَ الَّذِي كُنْتُ أُحَدِّثُكُمْ عَنْ مَسِيحِ الدَّجَّالِ حَدَّثَنِي أَنَّهُ رَكِبَ فِي سَفِينَةٍ بَحْرِيَّةٍ مَعَ ثَلَاثِينَ رَجُلًا مِنْ لَخْمٍ وَجُذَامَ فَلَعِبَ بِهِمْ الْمَوْجُ شَهْرًا فِي الْبَحْرِ ثُمَّ أَرْفَئُوا إِلَى جَزِيرَةٍ فِي الْبَحْرِ حَتَّى مَغْرِبِ الشَّمْسِ فَجَلَسُوا فِي أَقْرُبْ السَّفِينَةِ فَدَخَلُوا الْجَزِيرَةَ فَلَقِيَتْهُمْ دَابَّةٌ أَهْلَبُ كَثِيرُ الشَّعَرِ لَا يَدْرُونَ مَا قُبُلُهُ مِنْ دُبُرِهِ مِنْ كَثْرَةِ الشَّعَرِ فَقَالُوا وَيْلَكِ مَا أَنْتِ فَقَالَتْ أَنَا الْجَسَّاسَةُ قَالُوا وَمَا الْجَسَّاسَةُ قَالَتْ أَيُّهَا الْقَوْمُ انْطَلِقُوا إِلَى هَذَا الرَّجُلِ فِي الدَّيْرِ فَإِنَّهُ إِلَى خَبَرِكُمْ بِالْأَشْوَاقِ قَالَ لَمَّا سَمَّتْ لَنَا رَجُلًا فَرِقْنَا مِنْهَا أَنْ تَكُونَ شَيْطَانَةً قَالَ فَانْطَلَقْنَا سِرَاعًا حَتَّى دَخَلْنَا الدَّيْرَ فَإِذَا فِيهِ أَعْظَمُ إِنْسَانٍ رَأَيْنَاهُ قَطُّ خَلْقًا وَأَشَدُّهُ وِثَاقًا مَجْمُوعَةٌ يَدَاهُ إِلَى عُنُقِهِ مَا بَيْنَ رُكْبَتَيْهِ إِلَى كَعْبَيْهِ بِالْحَدِيدِ قُلْنَا وَيْلَكَ مَا أَنْتَ قَالَ قَدْ قَدَرْتُمْ عَلَى خَبَرِي فَأَخْبِرُونِي مَا أَنْتُمْ قَالُوا نَحْنُ أُنَاسٌ مِنْ الْعَرَبِ رَكِبْنَا فِي سَفِينَةٍ بَحْرِيَّةٍ فَصَادَفْنَا الْبَحْرَ حِينَ اغْتَلَمَ فَلَعِبَ بِنَا الْمَوْجُ شَهْرًا ثُمَّ أَرْفَأْنَا إِلَى جَزِيرَتِكَ هَذِهِ فَجَلَسْنَا فِي أَقْرُبِهَا فَدَخَلْنَا الْجَزِيرَةَ فَلَقِيَتْنَا دَابَّةٌ أَهْلَبُ كَثِيرُ الشَّعَرِ لَا يُدْرَى مَا قُبُلُهُ مِنْ دُبُرِهِ مِنْ كَثْرَةِ الشَّعَرِ فَقُلْنَا وَيْلَكِ مَا أَنْتِ فَقَالَتْ أَنَا الْجَسَّاسَةُ قُلْنَا وَمَا الْجَسَّاسَةُ قَالَتْ اعْمِدُوا إِلَى هَذَا الرَّجُلِ فِي الدَّيْرِ فَإِنَّهُ إِلَى خَبَرِكُمْ بِالْأَشْوَاقِ فَأَقْبَلْنَا إِلَيْكَ سِرَاعًا وَفَزِعْنَا مِنْهَا وَلَمْ نَأْمَنْ أَنْ تَكُونَ شَيْطَانَةً فَقَالَ أَخْبِرُونِي عَنْ نَخْلِ بَيْسَانَ قُلْنَا عَنْ أَيِّ شَأْنِهَا تَسْتَخْبِرُ قَالَ أَسْأَلُكُمْ عَنْ نَخْلِهَا هَلْ يُثْمِرُ قُلْنَا لَهُ نَعَمْ قَالَ أَمَا إِنَّهُ يُوشِكُ أَنْ لَا تُثْمِرَ قَالَ أَخْبِرُونِي عَنْ بُحَيْرَةِ الطَّبَرِيَّةِ قُلْنَا عَنْ أَيِّ شَأْنِهَا تَسْتَخْبِرُ قَالَ هَلْ فِيهَا مَاءٌ قَالُوا هِيَ كَثِيرَةُ الْمَاءِ قَالَ أَمَا إِنَّ مَاءَهَا يُوشِكُ أَنْ يَذْهَبَ قَالَ أَخْبِرُونِي عَنْ عَيْنِ زُغَرَ قَالُوا عَنْ أَيِّ شَأْنِهَا تَسْتَخْبِرُ قَالَ هَلْ فِي الْعَيْنِ مَاءٌ وَهَلْ يَزْرَعُ أَهْلُهَا بِمَاءِ الْعَيْنِ قُلْنَا لَهُ نَعَمْ هِيَ كَثِيرَةُ الْمَاءِ وَأَهْلُهَا يَزْرَعُونَ مِنْ مَائِهَا قَالَ أَخْبِرُونِي عَنْ نَبِيِّ الْأُمِّيِّينَ مَا فَعَلَ قَالُوا قَدْ خَرَجَ مِنْ مَكَّةَ وَنَزَلَ يَثْرِبَ قَالَ أَقَاتَلَهُ الْعَرَبُ قُلْنَا نَعَمْ قَالَ كَيْفَ صَنَعَ بِهِمْ فَأَخْبَرْنَاهُ أَنَّهُ قَدْ ظَهَرَ عَلَى مَنْ يَلِيهِ مِنْ الْعَرَبِ وَأَطَاعُوهُ قَالَ لَهُمْ قَدْ كَانَ ذَلِكَ قُلْنَا نَعَمْ قَالَ أَمَا إِنَّ ذَاكَ خَيْرٌ لَهُمْ أَنْ يُطِيعُوهُ وَإِنِّي مُخْبِرُكُمْ عَنِّي إِنِّي أَنَا الْمَسِيحُ وَإِنِّي أُوشِكُ أَنْ يُؤْذَنَ لِي فِي الْخُرُوجِ فَأَخْرُجَ فَأَسِيرَ فِي الْأَرْضِ فَلَا أَدَعَ قَرْيَةً إِلَّا هَبَطْتُهَا فِي أَرْبَعِينَ لَيْلَةً غَيْرَ مَكَّةَ وَطَيْبَةَ فَهُمَا مُحَرَّمَتَانِ عَلَيَّ كِلْتَاهُمَا كُلَّمَا أَرَدْتُ أَنْ أَدْخُلَ وَاحِدَةً أَوْ وَاحِدًا مِنْهُمَا اسْتَقْبَلَنِي مَلَكٌ بِيَدِهِ السَّيْفُ صَلْتًا يَصُدُّنِي عَنْهَا وَإِنَّ عَلَى كُلِّ نَقْبٍ مِنْهَا مَلَائِكَةً يَحْرُسُونَهَا قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَطَعَنَ بِمِخْصَرَتِهِ فِي الْمِنْبَرِ هَذِهِ طَيْبَةُ هَذِهِ طَيْبَةُ هَذِهِ طَيْبَةُ يَعْنِي الْمَدِينَةَ أَلَا هَلْ كُنْتُ حَدَّثْتُكُمْ ذَلِكَ فَقَالَ النَّاسُ نَعَمْ

“Aku pernah sholat bersama Rasulullah ﷺ . Aku berada di shaff wanita yang berada dekat dengan punggung kaum lelaki. Tatkala Rasulullah ﷺ telah menyelesaikan sholatnya, maka Rasulullah ﷺ  duduk di atas mimbar sambil tertawa. Kemudian Rasulullah ﷺ bersabda:
 “Hendaknya setiap orang melazimi tempatnya”, 
lalu Rasulullah ﷺ bersabda lagi:
 “Tahukah kalian kenapa aku kumpulkan kalian?”



“Hanya Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu”, kata mereka.



Rasulullah ﷺ bersabda: 
“Demi Allah, sesungguhnya aku tidaklah mengumpulkan kalian karena keinginan (dalam membagi ghonimah) dan tidak pula karena takut (terhadap musuh). Akan tetapi aku kumpulkan kalian, karena Tamim Ad-Dariy dahulu seorang yang beragama Nasrani. Kemudian ia datang berbai’at dan masuk Islam. Dia telah menceritakan kepadaku sebuah kisah yang sesuai dengan kisah yang pernah aku ceritakan kepada kalian tentang Al-Masih Ad-Dajjal. Dia telah menceritakan kepadaku bahwa telah berlayar dalam sebuah perahu besar bersama 30 orang lelaki dari Suku Lakhm dan Judzam. Mereka dipermainkan oleh ombak selama sebulan di lautan. Kemudian mereka berlabuh pada sebuah pulau di tengah lautan ketika terbenamnya matahari. Mereka pun duduk di perahu kecil, lalu memasuki pulau itu".



Mereka dijumpai oleh binatang yang lebat bulunya; mereka tak tahu mana depan dan belakangnya karena banyak bulunya. Mereka berkata (kepada binatang itu), “Celaka engkau, siapakah engkau?” Binatang itu menjawab, “Aku adalah Jassasah (tukang cari berita)”. Mereka bilang, “Apa itu Jassasah?” Binatang itu berkata, “Duhai kalian semua, pergilah kalian kepada laki-laki ini di dalam istana itu. Karena ia amat rindu dengan berita kalian”.



Dia (Tamim) lalu berkata:
 “Tatkala ia (si binatang) menyebutkan seorang lelaki kepada kami, maka kami khawatir jangan-jangan binatang itu adalah setan perempuan”. 
Tamim berkata:
“Kami pun pergi dengan cepat sampai kami memasuki istana tersebut. Tiba-tiba di dalamnya terdapat orang yang paling besar kami lihat dan paling kuat ikatannya dalam keadaan kedua tangannya terbelenggu ke lehernya antara kedua lututnya sampai kedua mata kakinya dengan besi”. 
Kami katakan:
“Celaka anda, siapakah anda?” Dia (Dajjal) menjawab, “Sungguh kalian telah tahu beritaku. Kabarkanlah kepadaku siapakah kalian?” Mereka menjawab, “Kami adalah orang-orang Arab. Kami telah berlayar dalam sebuah perahu besar. Kami pun mengarungi lautan saat berombak besar. Akhirnya, ombak mempermainkan kami selama sebulan. Kemudian kami berlabuh di pulau anda ini. Kami pun duduk-duduk di perahu kecil, lalu masuk pulau. Tiba-tiba kami dijumpai oleh binatang yang lebat bulunya; mereka tak tahu mana depan dan belakangnya karena banyak bulunya. kami berkata (kepada binatang itu), “Celaka engkau, siapakah engkau?” Binatang itu menjawab, “Aku adalah Jassasah (tukang cari berita)”. Kami bilang, “Apa itu Jassasah?” Binatang itu berkata, “Pergilah engkau kepada laki-laki ini di dalam istana. Karena ia amat rindu dengan berita kalian”. Lalu kami menghadap kepadamu dengan cepat, kami takut kepadanya dan tak merasa aman jika ia adalah setan perempuan”. Dia (Dajjal) berkata, “Kabarilah aku tentang pohon-pohon korma Baisan (nama tempat di Yordania, –pent.)!!”. Kami bertanya, “Engkau tanya tentang apanya?”. Dajjal berkata, “Aku tanyakan kepada kalian tentang pohon-pohon kurmanya, apakah masih berbuah?”. Kami jawab, “Ya”. Dajjal berkata, “Ingatlah bahwa hampir-hampir ia tak akan berbuah lagi”. Dajjal berkata, “Kabarilah aku tentang Danau Thobariyyah!!”. Kami katakan, “Apanya yang kau tanyakan?” Dajjal berkata, “Apakah di dalamnya masih ada air?” Mereka menjawab, “Danau itu masih banyak airnya”. Dajjal berkata, “Ingatlah, sesungguhnya airnya hampir-hampir akan habis”. Dajjal bertanya lagi, “Kabarilah aku tentang mata air Zughor!!” Mereka bertanya, “Apanya yang kau tanyakan?” Dajjal berkata, “Apakah di dalam mata air itu masih ada air? Apakah penduduknya masih menanam dengan memakai air dari mata air itu?” Kami jawab, “Ya, mata air itu masih banyak airnya dan penduduknya masih bercocok tanam dari airnya”. Dajjal berkata lagi, “Kabarilah aku tentang Nabinya orang-orang Ummi (ummi : buta huruf, yakni orang-orang Quraisy), apa yang ia lakukan? Mereka berkata, “Dia telah keluar dari Kota Makah dan bertempat tinggal di Yatsrib (Madinah)”. Dajjal bertanya, “Apakah ia diperangi oleh orang-orang Arab?” Kami katakan, “Ya”. Dajjal bertanya, “Apa yang ia lakukan pada mereka?” Lalu mereka kabari Dajjal bahwa sungguh ia (Nabi itu, yakni Nabi Muhammad -Shallallahu alaihi wa sallam-) telah berkuasa atas orang-orang yang ada di sekitarnya dari kalangan Arab dan mereka menaatinya”. Dajjal berkata kepada mereka, “Apakah hal itu sudah terjadi?” Kami jawab, “Ya”.



Dajjal berkata, “Ingatlah bahwa hal itu lebih baik bagi mereka untuk menaatinya. Sekarang aku kabari kalian bahwa aku adalah Al-Masih (yakni, Al-Masih Ad-Dajjal). Sungguh aku hampir diberi izin untuk keluar. Aku akan keluar, lalu berjalan di bumi. Aku tak akan membiarkan suatu negeri, kecuali aku injak dalam waktu 40 malam, selain Makkah dan Thoibah (nama lain bagi kotaMadinah, –pent.). Kedua kota ini diharamkan bagiku.



Setiap kali aku hendak memasuki salah satunya diantaranya, maka aku dihadang oleh seorang malaikat, di tangannya terdapat pedang terhunus yang akan menghalangiku darinya. Sesungguhnya pada setiap jalan-jalan masuk padanya ada malaikat-malaikat yang menjaganya”



Dia (Fathimah bintu Qois) berkata, “ Rasulullah ﷺ - bersabda seraya menusuk-nusukkan tongkatnya pada mimbar, “Inilah Thoibah, Inilah Thoibah, Inilah Thoibah, yakni kota Madinah. Ingatlah, apakah aku telah menceritakan hal itu kepada kalian?”



Orang-orang pun berkata, “Ya”.



[HR. Muslim dalam Kitab Asyroot As-Saa'ah, bab : Qishshoh Al-Jassasah (no. 2942), Abu Dawud dalam Kitab Al-Malaahim(4326), At-Tirmidziy dalam Kitab Al-Fitan (2253) dan Ibnu MajahKitab Al-Fitan (4074)].

Wallahu A'lam Bishowab.

Wednesday, June 8, 2016

An-Nifari

Nama lengkap beliau ialah Muhammad ibnu Abdul Jabbar bin Al-Husain An-Nifari yang lahir di Basrah, Irak, tapi tanggal dan tahunnyatidak diketahui.  Semua ini dikarenakan An-Nifari suka menyendiri. dan berkelana. Orang-orang menyebutnya dengan sebutan An-Nifari, Sang Pengelana yang enggan bicara.  Ketinggian tokoh sufi dari Irak yang satu ini konon melebihi Rumi dan Hallaj. An-Nifari adalah teoritikus sufi sekaligus sastrawan terbesar ini pernah mengatakan:
"Ketika kita sudah melakukan sesuatu dengan baik dan bersungguh-sungguh, mengapa harus meributkan penilaian orang lain? Bukankah Ridha-Nya yang kita harapkan?".

An-Nifari nama seorang mistikus yang agak asing di telinga orang-orang awam. Tidak seperti al-Hallaj, An-Nifari seakan kurang begitu terdengar. Padahal dimata para ahli tasawuf, pandangan-pandangan sufistiknya sangatlah berpengaruh. Terbukti dari banyaknya para sufi sesudahnya yang banyak mengikutinya. An-Nifari, yang telah meninggalkan jejak kesufian yang luar biasa. Dalam memaknai tasawuf, misalnya, ia lebih berhati-hati. Itu sebabnya ia menjadi panutan bagi para sufi yang lain. Di dunia sastra klasik Irak, namanya menjulang karena karya-karyanya yang masyhur. Tapi sejarah hidupnya sulit dilacak. 

Itu pula sebabnya seorang pengamat sufisme Dr. Margareth Smith mernjulukinya sebagai Guru besar di jalan Mistik. Kalaupun sekarang ditemukan karya-karyanya, hal itu semata-mata lantaran jasa orientalis Ingris, Arthur Jhon Arbery, pengamat Islam ini berhasil menerjemahkan beberapa karya an-Nifari pada 1934  meski tidak semuanya berhasil dilacak.  Karya-karya An-Nifari penuh dengan catatan perjalanan spritual  yang tahap demi tahap dilakukannya sampai kepuncak ruhaniyah paling tinggi. Sosok an-Nifari memang unik. Pengalaman spritualnya terbingkai dengan indah dalam bahasa sastra nan elok. Karena itu tak dapat dipungkiri bahwa nama an-Nifari disejajarkan dengan para sufi dan sastrawan Irak lainnya. Bait-bait puisinya selalu menampilkan pemaknaan tentang Allah. Dengarlah, misalnya, puisinya tentang penyerahan diri kepada Allah.
  • Ilmu adalah huruf yang tak terungkap kecuali oleh perbuatan.
  • Dan perbuatan adalah huruf yang tak terungkap kecuali oleh keikhlasan.
  • Dan keikhlasan adalah huruf yang tak terungkap kecuali oleh kesabaran.
  • Dan kesabaran adalah huruf yang tak terungkap kecuali oleh penyerahan.
 Menurut An-Nifari, sabar ialah upaya untuk menahan diri dalam menanggung penderitaan, baik dalam menemukan sesuatu yang tidak di inginkan, maupun dalam bentuk kehilangan sesuatu yang disenangi. Sabar adalah kondisi mental dalam mengendalikan nafsu yang tumbuh atas dasar ajaran agama. Karena merupakan kondisi mental dalam mengandalikan diri, sabar merupakan salah satu tingkatan yang harus dijalani oleh seorang sufi dalam mendekatkan diri kepada Allah  سبحانه و تعالى.

Dalam tingkatan-tingkatan yang harus dilalui oleh seorang sufi, biasanya sabar diletakkan sesudah zuhud, karena orang yang dapat mengendalikan diri dalam menghadapi duniawi berarti telah berusaha menahan diri dari dunia. Keberhasilan dalam tingkatan zuhud akan membawanya ke tingkatan sabar. Dalam tingkatan sabar ia tidak lagi terguncang oleh penderitaan, dan hatinya sudah betul-betul teguh menghadap Allah  سبحانه و تعالى.

Menurut An-Nifari, unsur sabar adalah ilmu. Sedang yang dimaksud dengan ilmu ialah pengetahuan atau kesadaran bahwa sabar mengandung kemaslahatan dalam agama, dan memberi manfaat bagi seseorang dalam menghadapi segala problem kehidupan  yang seterusnya bersemayam di hati.

Dalam kesanggupan dalam mengendalikan kesabaran, manusia dibagi menjadi tiga tingkatan. 
  • Pertama, orang yang sanggup mengalahkan hawa nafsu karena mempunyai daya juang dan kesabaran yang tinggi. 
  • Kedua, orang yang kalah oleh hawa nafsu. Ia telah mencoba bertahan atas dorongan nafsu, tapi karena kesabarannya lemah, ia kalah. 
  • Ketiga, orang yang mempunyai daya tahan  terhadap dorongan nafsu, tapi suatu kali ia kalah, karena besarnya dorongan nafsu. 

Dalam hal ini para sufi berpijak pada hadist Rasulullah ﷺ yang di riwayatkan oleh Imam Tirmidzi, Sabar terhadap segala sesuatu yang engkau benci merupakan kebajikan yang sangat besar.

Sikap kepasrahan itu ia ungkapkan dalam  bahasa yang begitu indah. Puisi ini menggambarkan bagaimana memaknai kepasrahan kepada Allah secara mendasar, kepasrahan dengan totalitas yang penuh, yang menghasilkan pemaknaan yang benar tentang islam. Dan itulah pula makna sujud dalam shalat. Bukan hanya kening yang melekat dihamparan Sajadah, tapi lebih jauh lagi adalah menyerahkan segenap jiwa dan raga kepada Allah. Pemahamannya yang tinggi terhadap nilai-nilai tasawuf menempatkannya dalam deretan teoritikus mistik yang piawai.

Ada yang berpendapat, An-Nifari mempunyai kemiripan dengan al-Hallaj, keduanya telah mencapai Wahdatus Syuhud (penyatuan penyaksian). Bedanya hanya dalam hal kehati-hatian. An-Nifari cendrung lebih hati-hati, sementara al-Hallaj dan al-Bustami lebih suka berterus terang, al-Hallaj dalam menanggapi perjalanan spritualnya sering kali emosional. Kata-katanya tidak jarang menimbulkan kontroversi. Bahkan gara-gara pencapaiannya yang diluar jangkauan kaum awam, ia dihukum mati. Berbeda dengan al-Bustami dan an-Nifari yang lebih hati-hati dalam mengungkapkan pencapaian-pencapaian spritualnya.

Terlepas dari semuanya, pemikiran tasawufnya memang sangat memukau. Tasawuf, dikaji secara mendalam dengan argumentasi yang cerdas. Sufisme merupakan bahasa spritual sekaligus ilmu pengetahuan. Melalui simbol-simbol tampaklah perjalanan dan konsep-konsep tentang tasawuf. Meski dengan dengan hati-hati, seorang sufi mampu menerjamahkannya dalam sebuah pola pikir yang pas. An-Nifari menulis sebuah kitab berjudul Al-Mawafiq Wal Mukhthabat (posisi-posisi dan percakapan-percakapan). Para pengamat sufi mengakui, karya ini sarat dengan simbol. Di dalamnya terkandung berbagai kiasan yang sering menimbulkan kontroversi dalam penafsiran. Jika menafsirkannya kurang hati-hati pastilah bisa menimbulkan pemaknaan yang salah.

Kitab tersebut dibagi dalam dua bagian penting, tapi dua-duanya tidak bisa dipisahkan satu dari yang lain. Menurut Afifuddin at-tilmisani, pensyarah karya-karya an-Nifari, sayang ia tidak menulis sendiri karya-karyanya. Melainkan hanya mendiktekan ide dan pengalaman spritualnya kepada anaknya. Atau hanya menulis pada sobekan-sobekan kertas yang kemudian di susun kembali oleh anaknya. Andai ia menulis sendiri, pastilah jauh lebih sempurna dan indah. Bagian pertama kitab itu menjelaskan tentanag maqam, posisi, atau tempat berdiri seorang sufi, sementara Muafiq (Jamak dari Mauqif) menunjukkan posisi seorang sufi dalam tingkatan spritualitas. Posisi itu sendiri disebut Waqfah, yang juga merupakan sumber ilmu. Tentang hal ini, Dr. Fudholi Zaini, pengamat sufi dari Indonesia, menulis Waqfah adalah Ruh dari Marifat, dan pada Marifat adalah Ruh dari kehidupan. Pada waqfah telah tercakup didalamnya Marifah, dan pada Marifah telah tercakup di dalamnya ilmu. Waqfah berada di balik kejauhan (al-Abud) dan kedekatan (al-Qurb) dan Marifah berada dalam kedekatan, dan ilmu ada dalam kejauhan. Waqfah adalah kehadiran Allah dan Marifah adalah ucapan Allah, sementara ilmu adalah tabir Allah. Dengan demikian urutan dari besar ke kecil sebagai berikut: Waqfah, Maifah dan Ilmu.

Proses penyaksian seperti itu pada seorang sufi menjadi hal yang sangat pribadi. Bila seorang sufi mencapai maqam tinggi, ucapan-ucapannya bisa menjadi sesuatu yang tidak jelas dan sulit dimengerti, bahkan dalam beberapa hal sulit dikomunikasikan. Oleh karena itu an-Nifari memilih diam ketika melewati tahapan spritualitasnya. Baginya kata-kata tidak bisa menampung pengalaman dan penglihatannya. Dalam kitab tersebut juga diterangkan tentang ilmu dan amal perbuatan atau Marifah dan Ibadah. Ia berpendapat bahwa hakikat ilmu adalah perbuatan, hakikat perbuatan adalah keikhlasan, hakikat keikhlasan adalah kesabaran, dan hakikat kesabaran adalah penyerahan. Dan baginya hakikat tidak akan terbentuk kecuali dengan Syariat. Demikian pula ide tidak akan terlaksana jika tidak ada penerapan dan perbuatan. Oleh karena itu keterkaitan antara Syariat dan hakikat menjadi sangat penting.

Wallahu A'lam Bishowab.

Tuesday, June 7, 2016

Jalaluddin Rumi.

Siapa yang tidak kenal dengan tokoh yang satu ini, seorang sufi dan Penyair besar. Dialah Jalaluddin Rumi  yang telah mendirikan tarekat Darwisy Berputar yang terkenal dengan tarian sufinya. Syair-syair karya Rumi sanagat dikenal luas, dan menjadi sumber rujukan bagi dunia sufi selama beberapa abad terakhir. Nama lengkapnya adalah Maulana Jalaluddin Rumi Muhammad bin Hasin Al Khattabi Al-Bakri atau sering pula disebut dengan nama Rumi, yang merupakan seorang penyair sufi yang lahir di daerah Balkh (kini Afganistan) pada tanggal 30 September 1207 Masehi  atau bertepatan dengan tanggal 6 Rabiul Awwal tahun 604 Hijriah. Ayahnya bernama Bahauddin Walad masih bernasab dari Abu Bakar. Sedang ibunya berasal dari keluarga kerajaan Khwarazm. Ayah Rumi seorang cendekia yang shaleh, seorang Fuqaha (ahli Fiqih) yang juga sufi yang berpandangan ke depan, seorang pengajar yang terkenal di Balkh.Saat Rumi berusia 3 tahun karena adanya bentrok di kerajaan maka keluarganya meninggalkan Balkh menuju Khorasan. Dari sana Rumi dibawa pindah ke Nishapur, tempat kelahiran penyair dan alhi matematika Omar Khayyam. Di kota ini Rumi bertemu dengan Attar yang meramalkan si bocah pengungsi ini kelak akan masyhur yang akan menyalakan api gairah Ketuhanan.

Meski Baha telah menikah dengan wanita Bangsawan, Baha sangatlah menentang kibijakan Sultan Kharazmashan ketika itu. Mula-mula Sultan selalu menghadiri majlis ilmu Baha, tetapi hanya karena Baha dituduh sebagai pembelot dan rasa cemburu yang membabi buta dari sultan, hal ini dikarenakan bila dibandingkan dengan sultan maka Baha yang paling populer di mata rakyat. Sejak saat itu ultan tidak lagi hadir dalam majlis ilmu Baha. Bahkan belakangan Sultan mencurigai ajaran Baha dan akhirnya Baha dianggap sebagai musuh.

Ketika Rumi berusia 12 tahun, pada tahun 1219 M, bangsa Mongol menguasai Balkh, sehingga Baha sekeluarga memutuskan untuk hijrah meninggalakan Balkh menuju ke kota Mekah sekaligus menunaikan ibadah haji. Dalam perjalanannya, Baha memutuskan untuk transit terlebih dahulu  ke Nishapur, lalu bertemu dengan Fariduddin Athar, seorang ulama dan juga penyair sufi. Melihat Rumi kecil Athar mengatakan kepada Baha: Anakmu tidak lama lagi akan menjadi api yang membakar para pecinta Allah diseluruh dunia. Athar menghadiahi Rumi sebuah kitab karyanya, Asrarnama (kitab rahasia), yang berisi prinsip-prinsip sufisme melalui kisah dan Fabel, yang kelak sangat mempengaruhi karya-karya Rumi.

Usai menunaikan ibadah haji, Baha singgah di kota kecil Larnada di Konya, Turki. Raja Konya, yang sangat menghargai ilmu pengeatahuan dan filsafat serta mendukung kegiatan kaum terpelajar, menulis surat kepada Baha , isinya, tawaran bagi keluarga Baha untuk tinggal sekaligus mengajar di perguruan tinggi Konya. Baha menerima tawaran tersebut.

Berkat keahliannya dalam ilmu agama dan kedekatannya dengan penguasa, Baha menjadi orang terhormat dan mendapat gelar Sulthan Al-Ulama. Sementara itu Rumi yang mulai menginjak usia remaja terus belajar berbagai ilmu: Tata Bahasa dan Sastra Arab, sejarah, logika, matematika, Astronomi, Filsafat dan Tasawuf.

Baha Walad wafat pada tahun 1231 M, ketika Rumi berusia 24 tahun dan sudah menguasai berbagai ilmu. Rumi lalu menggantikan peran Baha sebagai Muballigh dan Fuqaha. Namanyapun segera masuk ke dalam daftar para Fuqaha yang menjadi rujukan para ulama mazhab Hanafi.

Perkenalan Rumi dengan Tasawuf berawal dari bimbingan Baha. Belakangan salah seorang murid kesayangan Baha, Burhanuddin Tirmidzi, datang ke Konya untuk mengunjungi gurunya, tetapi Baha sudah wafat. Akhirnya, Tirmidzi mengajarkan Tasawuf kepada Rumi hingga ia meninggal pada tahun 1240 M.

Tak lama kemudian Rumi menduduki jabatan terhormat di Universitas Konya. Meski diakui juga sebagai guru sufi, kehidupan sehar-hari rumi masih  tetap seperti biasanya. Kadang-kadang Rumi membahas materi spritual dalam khotbahnya, namun dalam kehidupan sehari-hari rumi tidak pernah menunjukkan kelebihannya dibanding para Fuqaha yang lain. Tetapi ketika Syam Tabridzi yang mendapatkan gelar Sultan al-Faqir datang, semuanya berubah. Setidaknya ada dua versi yang mengisahkan pertemuan antara Rumi dan Tabrizi. Dua kisah berikut paling sering diceritakan.

Pada suatu hari, Tabridzi seorang yang berpakaian kumal mengikuti pelajaran Rumi masuk ke ruang kelas tempat Rumi mengajar di Universitas Konya. Tanpa basa basi, Tabridzi yang berpakaian kumal  itu bertanya: 
"Siapakah manusia yang lebih agung, antara Bayazid Bistami atau Nabi Muhammad SAW?".

Rumi menjawab:
"Nabi Muhammad adalah orang lebih agung". 

Lalu kata Tabridzi:
"Bukankah Nabi bersabda, Ya Allah, aku belum mampu memuji-Mu dengan pujian sebagaimana engkau memuji diri-Mu, Sedangkan Bayazid berkata, Betapa Agung muaraku, kemuliaan datang kepadaku ketika aku diangkat, akulah yang derajatnya ditinggikan".

Tabridzi, yang melihat Rumi tidak mampu menjawab pertanyaan itu, kemudian menjelaskan bahwa kehausan Bayazid akan sifat-sifat ketuhanan dipuaskan ketika ia minum seteguk air, sedangkan hausnya Nabi Muhammad SAW tidak akan pernah terpuaskan karena Nabi selalu haus akan air pengetahuan ketuhanan yang lebih banyak. Mendengar itu Rumi menjatuhkan diri di kaki Tabridzi, lalu menangis tak sadarkan diri. Ketika sadar, kepalanya tergeletak di pangkuan Tabridzi yang sedang duduk. Tak lama kemudian, mereka ini mengasingkan diri bersama-sama selama tiga bulan.

Versi kedua sedikit berbeda dari versi pertama tadi, tetapi pada hakaekatnya adalah sama. Suatu hari Rumi sedang duduk di perpustakaan pribadi bersama sekelompok murid yang berkumpul di sekelilingnya mendengar pelajarannya. Tiba-tiba seseorang berpakaian kumal masuk dan duduk. Ia menunjuk buku-buku di sudut ruangan, katanya, Apakah itu?

Rumi yang mengira bahwa Tabridzi adalah seorang pengemis, menjawab, Engkau tidak akan mengerti. Mendadak, muncul api berkobar dari rak buku. Apa itu? Rumi berteriak karena panik. Dengan tenang Tabridzi berkata, Engkau pun tidak akan mengerti, Tabridzi lalu bergegas pergi. Rumi kembali berteriak dan mengejar Tabridzi. Rumi kemudian meninggalkan tugasnya mengajar, dan bertapa bersama Tabridzi. Hanya Tabridzi, Rumi dan Allah SWT sajalah yang mengetahui apa yang telah diajarkan Tabridzi kepada Rumi di dalam pengasingannya.  

Ketika Rumi berusia 38 tahun tidak lagi memberikan materi-materi  ceramah agama dan memimpin doa,  melainkan hanya membimbing tarian sufi saja. Rumi yang semula tidak punya latar belakang sebagai seorang penyair, mulai menulis syair-syair yang sangat indah, untuk mengekspresikan cintanya kepada Allah.

Syair-syairnya sangat menyentuh, ciri khasnya secara jelas menunjukkan, penampakan luar hanyalah selubung yang menutup makna di dalam. Karya utama yang diakui sebagai salah satu buku luar biasa di dunia ialah Matsnawi-I-Manawi (untaian puisi dua bait)  yang terdiri dari enam jilid, terdiri dari 25 ribu puisi panjang dan merupakan mutiara ajaran sufi.

Kitab Matsnawi-I-Manawi ditulis atas permintaan dari Husainuddin Khalabi, murid kesayangannya. Rumi mengucapkan puisi dan Khalabi yang menuliskannya. Setelah selesai ditulis selama dua tahun, Khalabi membacakannya kembali  dihadapan Rumi. Beberapa karya Rumi merupakan kumpulan anekdok dan kisah sehari-hari yang berkaitan dengan moral Islam, yang juga merupakan repsentasi spritual yang tenang dalam memaparkan berbagai  dimensi kehidupan dan latihan rohani.

Rumi juga menulis kitab Diwan-I-Tabrizi, terdiri dari 3.200 bait, meliputi 35 ribu syair, 44 ribu Tarifat (syair yang terdiri dari dua bait atau lebih). Diwan dan Matsnawi merupakan kitab pegangan wajib bagi murid-murid Rumi. Sebagian besar syair didalam kitab Diwan menggambarkan pengalaman spritual Rumi. Misalnya, persatuan dan perpisahan dengan Allah, yang dilukiskan melalaui berbagai simbol dan perumpamaan metafisik. Rumi menggambarkan pengalaman pendakian terjal ke langit (pencapaian dan kedekatan dengan Allah) melalui Mabuk Spritual.

Karya monumental lainnya ialah kumpulan pelajaran yang disampaikan oleh Rumi kepada murid-muridnya di meja makan. Di tulis dalam bentuk prosa, Fihi ma Fihi. Isinya menjelaskan berbagai dimensi ajaran sufi secara terperinci melalui sejumlah analogi dan perbandingan. Karya prosa lainnya adalh kitab Majlis-I-Sabah (tujuh pertemuan), kumpulan khotbah pendek yang ditujukan kepada masyarakat umum. Kitab lainnya, Mahatib, kumpulah 145 surat untuk para Pangeran dan Bangsawan Konya.

Karya-karya Rumi banyak diterjemahkan oleh penulis barat. Dalam Amazon.Com, situs toko buku on-line terbesar, hanya dalam hitungan bulan tak kurang dari ratusan buku syair Rumi di terbitkan telah sold out. Tidak hanya itu dalam beberapa kali acara ataupun festival pembacaan syair-syair karya Rumi telah di gelar. Tak tanggung-tanggung, bintang-bintang Hollywood seperti Pop Star Madonna, Aktris Demi Moore dan Goldie Hawn, ikut membacakan syair-syair rumi tersebut.

Buku-buku yang berisikan syair-syair karangan rumi dan masuk best seller antara lain adalah The Essential Rumi, kumpulan syair terjemahan Coleman Barks. Kemudian sebuah buku suntingan pasangan suami-istri Camille Adams Helminski dan Edmund Kabir Helminski yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul: Rumi, pesona suci dunia Timur.

Beberapa karya Rumi yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia (melalui bahasa Ingris), antar lain, Dunia Rumi: Hidup dan Karya Penyair Besar Sufi, karya Annemare Schimmel (pustaka Sufi), Jalan cinta sang sufi, karya William C. Chittick (penerbit Qalam), Firdaus Para Sufi, karya Dr. Javad Nurbaksh, Rajawali Sang Raja, ditulis oleh Jhon Renard (serambi), Menari bersama Rumi, oleh Denise Breton dan Christoper Legent, dan masih banyak lainnya.

Sebagai seorang guru sufi,  Rumi dikenal dengan tarekat yang menjalani ritusnya dengan berputar-putar menari, karena proses pendekatan diri kepada Allah dilakukan dengan menari berputar-putar, di iringi musik, instrumen musiknya bisa berupa Gitar khas sufi, atau bisa juga semacam Drum. Untuk mencapai Cinta Prima kepada Allah, mereka terus berputar ratusan kali dalam waktu cukup lama. Mereka ternyata tidak merasa pusing, justru semakin cepat dan lama berputar, mereka akan semakin menemukan Cinta Alahi.

Hingga kini ritus kaum tarekat ajaran Rumi dengan berputar menari itu masih diamalkan oleh para pengikutnya, dan berkembang ke Afganistan, Pakistan, Timur Tengah, Afrika, Eropa,bahkan Kuba. Beberapa koreografer tari modern dan teater Kontemporer juga mengemas tarian berputar dalam karya-karya mereka. Namun, nuansanya sudah berbeda.

Ada yang mengenalnya sebagai penyair, ada yang mengenalnya sebagai penari, ada yang mengenalnya sebagai ulama, ada yang mengenalnya sebagai sufi, namun lebih dari semua itu, Rumi adalah seorang Maestro yang karya-karyanya sangat popular setelah 700 tahun lamanya Rumi meninggal. Nama Rumi hingga kini masih mampu memberi warna bagi kehidupan masyarakat dunia yang sudah serba canggih ini. Bahkan sejak satu dekade belakangan  ini puisi-puisi Rumi menjadi karya seni yang paling banyak dibaca di Amerika Serikat. Karya Rumi yang dihimpun oleh Coleman Barks dalam buku yang berjudul The Essential Rumi menjadi buku puisi terlaris di Amerika Serikat pada tahun 1997, menurut The Christian Science Monitor.

Dona Karan, perancang mode terkemuka asal New York, menjadikan Rumi sebagai sumber inspirasinya ketika menggelar peragaan busananya musim panas tahun 1998 lalu. Sampai saat ini, karya-karya Rumi telah diterjemahkan ke berbagai bahasa di dunia, termasuk Rusia, Jerman, Prancis, Italia dan Spanyol, bahkan telah dikembangkan secara kreatif dalam berbagai bentuk ekspresi, seperti Konser, pertunjukan tari, berbagai bentuk bacaan dan sebagainya.

Kini ketika berkembang pemahaman yang keliru terhadap dunia Islam, peranan Rumi sebagai simbol pengusung nilai-nilai universal dalam Islam menjadi semakin relevan.

Walaupun kecemerlangannya bagaikan cerita-cerita dongeng, namun sesungguhnya terdapat begitu banyak tantangan dan kepahitan hidup yang harus di lalui sebelum Rumi tumbuh menjadi sosok seperti yang di kenal orang sekarang.

Dalam usia 24 tahun Rumi tumbuh tidak saja sebagai intelektual Islam terkemuka, tetapi juga ahli di bidang hukum, sejarah dan sastra. Sesudah ayahnya mwninggal, pada 1231, Rumi menggantikan peran  ayahnya sebagai ahli dalam ilmu-ilmu agama.

Ketika dalam diri Rumi masih bergolak kegelisahan yang amat dahsyat. Ketika itulah saat Rumi berusia kira-kira 37 tahun, muncul sang Darwish, Syam dari Tabriz. Syamsuddin At-Tabridzi, yang namanya kira-kira berarti, Surya keagamaan, ternyata mampu membawa pencerahan bagi jiwa Rumi yang sedang bergolak. Selama lebih dari 2 tahun, sang Mursyid dan sang Murid, mabuk dalam cinta Ilahi. Ibarat api, kedekatan dengan sang Mursyid sanggup Membakar Rumi hingga sang muridpun ikut menyatu dalam nyala api Ilahi.

Sejak saat itulah Rumi tidak lagi dikenal sebagai ahli tentang agama dan ketauhidan. Rumi tidak lagi mengandalkan pemahaman rasional belaka untuk menjelaskan tentang Allah SWT, melainkan mengajak pengikutnya untuk langsung merasakan kebesaran Allah SWT dengan masuk kedalam cintanya.

Kedakatan Rumi dengan sang Mursyid, tidak mudah dipahami oleh banyak kalangan, termasuk bagi mantan pengikut-pengikut Rumi serta mereka yang tidak memahami hubungan spritual antara Mursyid dan Murid. Bagi kaum sufi, hubungan istimewa semacam itu merupakan ajakn dari seorang mursyid untuk membuka hati seorang murid agar merasakan kehadiran Tuhan. Namun tidak sedikit yang menganggap keputusan Rumi tinggal serumah dengan sang Mursyid sebagai sebuah percintaan yang didasari ketertarikan semu belaka.

Rumi membuktikan bahwa hubungannya dengan sang Mursyid bukan sebuah hubungan biasa, terutama setelah secara misterius sang Mursyid menghilang pada sekitar tahun 1247. Berbagai dugaan mengatakan bahwa sang Mursyid di bunuh oleh pengikut atau bahkan anak Rumi sendiri yang tidak mau Rumi terus berhubungan dengan sang Guru itu. Lewat karya-karyanya sepeninggal sang Mursyid, Rumi menunjukkan tingginya nilai spritual dari hubungannya dengan sang Mursyid. Misalnya dalam sajak berikut:

Siapapun yang pernah mendengar tentangKu,
Biarlah ia menyiapkan diri dan menemuiKu
Siapapun yang menginginkanKu,
Biarlah ia mencariKu
Ia akan menemukanKu
Lalu biarkan ia untuk tidak memilih yang lain selain Aku

Divani Syamsi Tabridzi atau syair-syair dari  Syams Tabridzi serta Masnawi adalah karya-karya monomental Rumi yang dilahirkan setelah kepergian sang Mursyid. Masnawi yang terdiri dari 6 jilid menjadi salah satu leteratur dan pemikiran yang amat berpengaruh dalam dunia Islam.

Semua karya Rumi, dari Sajak hingga Tarian Sufi (Whirling dance) yang dipopulerkannya, sebetulnya merupakan berbagai bentuk kreatif dari sebuah ide yang mendasarinya, cinta Ilahi.

Cinta bagi sebagian orang dianggap sebagai Tema yang sudah Usang dapat dibuat segar lewat karya-karya Rumi, bahkan mampu membakar mereka yang mendengarkan atau yang membacanya. Di tengah situasi perang dan kekacauan pada zaman Rumi, sajak-sajak cintanya sungguh menguatkan tali persaudaraan. Tariannya sanggup meleburkan ego mereka yang menarikannya.

Bagi Leslie Wines, penulis Rumi A Spritual Biography (lives I Legacies), misalnya, sajak-sajak Rumi memungkinkan kita menjalani hidup keseharian dengan penuh rasa bahagia. Hal ini sebenarnyasangat relevan dalam masyarakat modern sekarang ini, yang menurut Leslie, Meskipun canggih secara teknologi, tapi terpecah belah secara sosial.

Rumi tidak hanya bicara lewat karya, tetapi terutama lewat kehidupannya. Pemahamannya akan citra Ilahi yang universal membuatnya tak lagi dapat mengkotak-kotakkan manusia. Ia berhubungan baik dengan berbagai macam orang dengan aneka ragam latar belakang. Saat kematiannya, selama 40 hari penuh warga Muslim, Kristen, Yahudi, Yunani dan Persia tak henti-henti menangisi kepergiannya.

Rumi adalah tokoh yang utuh, yang memberikan tempat bagi cinta untuk mewarnai seluruh hidup dan karyanya. Karya-karyanya dapat menjadi inspirasi, seperti kata Andrew Harvey, seorang penulis, Rumi merupakan penunjuk jalan utama bagi zaman kebangkitan baru yang sedang berjuang untuk bangkit saat ini. Ia adalah inspirasi spiritual di abad ke 21.

Wallahu A'lam Bishowab

Wednesday, June 1, 2016

Pertemuan Abu Said Al-Kharraz dengan Nabi Muhamad SAW, Malaikat, Iblis Dan Anaknya.

Abu Said Al-Kharraz adalah orang yang pertama  kali berbicara tentang keadaan Fana dan Baqa dalam pengertian mistis, merangkum keseluruhan doktrinnya dalam dua istilah tersebut. Abu Said Al-Kharraz  dijuluki sebagai lidahnya Sufi. Dalam perjalanan spiritualnya Abu Said telah bertemu dengan Nabi Muhamad SAW, malaikat, Iblis, dan Anaknya didalam mimpi-mimpinya.

Abu Said bertemu dengan Nabi Muhamad SAW.
Suatu waktu saat Abu Said telah  berada di Damaskus, Abu Said bermimpi bertemu dengan Nabi SAW dan berkata:

Beliau mendakati diriku. Ketika aku tengah membaca sebuah bait syair sambil menepuk-nepuk dadaku dalam keadaan lapar.
Nabi SAWlalu bersabda:
"Keburukannya lebih besar daripada kebaikannya".


Dilain waktu Abu Said bertemu kembali dengan Nabi SAW dan berkata kepada Abu Said:
"Apakah engkau mencintaiku"?.

Dengan penuh kesadaran Abu Said lalu menjawab:
"Maafkan aku ya Rasulullah, cintaku hanya kepada Allah yang telah menyibukkanku".

Lalu Nabi SAW berkata:
"Siapa yang mencintai Allah berarti dia juga telah mencintaiku".

Tuesday, May 31, 2016

Siapakah Azar Itu?

Tulisan ini hanya ingin meluruskan  pemahaman orang-orang awam mengenai:
  • Siapakah Azar itu? 
  • Apakah benar jika Azar adalah  ayah kandung  Nabi Ibrahim AS? 
Untuk mendapatkan jawabannya mari kita cari tahu mengenai siapa sebenarnya azar itu. Azar telah dijelaskan dalam suatu riwayat bahwa Nabi Muhamad SAW bersabda:
“Pada hari Kiamat kelak, Nabi Ibrahim AS bertemu dengan ayahnya, Azar, sementara wajah Azar hitam kelam dan berdebu. Lantas Nabi Ibrahim‘alaihissalam berkata kepadanya, ‘Bukankah saya pernah melarangmu agar tidak durhaka kepadaku?’ Ayahnya menjawab, ‘Hari ini aku tidak akan durhaka kepadamu.’ Lalu Nabi Ibrahim ‘alaihissalam berkata, ‘Ya Rabbi! Sungguh, Engkau telah berjanji kepadaku agar Engkau tidak menghinakan aku pada hari mereka dibangkitkan. Lalu kehinaan apalagi yang lebih hina daripada keadaan ayahku yang dijauhkan dari rahmat-Mu?’ Lantas Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, ‘Sesungguhnya Aku mengharamkan surga bagi orang-orang kafir.’ Selanjutnya ditanyakan kepada kepada Nabi Ibrahim ‘alaihissalam, ‘Wahai Ibrahim! Apa yang ada di bawah kedua kakimu?’ Beliau pun melihat di bawahnya, ternyata di situ terdapat sesosok anjing hutan yang berlumur kotoran terlihat sedang tertunduk, lalu kaki-kakinya diikat dan dilemparkan ke dalam neraka.” (HR. Al-Bukhari).