Wednesday, December 4, 2019

Kisah: Allah Telah Membayarnya Dengan Syurga


Kisah berikut ini disadur dari Kitab al-Zuhd wa al-Raqaiq dan dinukilkan oleh Abdul Wahid bin Zaid Abul Fadl Abdul Waahid Bin Zaid, seorang tokoh sufi terkemuka Bashrah pada masa Dinasti Umayyah. Kisah ini menceritakan tentang keutamaan bagi orang yang mati syahid  karena berjihad di jalan Allah SWT. Dan Allah SWT langsung membayarnya secara kontan dengan kenikmatan syurga beserta dengan isinya.

Kisah ini terjadi pada zaman keemasan Islam, sekitar zaman Dinasti Bani Umayyah. Pada hari itu, pasukan Abdul Wahid bin Zaid sedang bersiap untuk berperang melawan musuh. Beberapa sahabatnya segera bersiap dan membacakan ayat- ayat Alquran yang menegaskan janji Allah tersebut, sebagaimana Allah SWT berfirman:
 "Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil, dan Alquran. Dan, siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka, bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar." ( QS: At-Taubah : 111).

Tiba-tiba asaja ada seorang pemuda yang masih berusia belia, kira-kira berumur sekitar 15 tahunan, menghadap Abdul Wahid bin Zaid. Pemuda ini adalah seorang  anak tunggal yang tak lagi memiliki keluarga. Dan sang ayah telah wafat dengan peninggalan warisan yang melimpah. 

Pemuda itu lalu  bertanya kepada  Abdul Wahid bin Zaid;
 ''Benarkah Allah akan membayar jiwa dan harta orang-orang mukmin dengan surga?'' . 

 Abdul Wahid bin Zaid menjawabnya dengan berkata:
"Benar sekali'.

Pemuda inipun kemudian menyatakan bahwa dirinya ingin menyerahkan jiwa dan hartanya untuk ikut ambil bagian   berjihad dijalan Allah.  Abdul Wahid bin Zaid pun berkata;
"Wahai saudaraku, sesungguhnya tebasan pedang itu sangat dahsyat, sedangkan engkau masih sangat belia. Aku khawatir, engkau tidak mampu bersabar dan akhirnya lemah ketika menghadapi ujian itu".

Sang pemuda tetap memantapkan hatinya untuk berjihad di jalan Allah. seraya berkata:
''Wahai Abd al-Wahid , sesungguhnya aku telah menjual jiwaku kepada Allah dengan imbalan surga. Dan, aku sangat bergembira, aku telah bersumpah kepada Allah dengan sungguh-sungguh untuk menyerahkan diriku kepada-Nya''.

Mendengar perkataan pemuda tersebut,  Abdul Wahid bin Zaid merasa jiwanya berubah menjadi kerdil dan lalai.  Abdul Wahid bin Zaid membayangkan anak laki-laki semuda itu mampu berpikir dengan indahnya.

Kemudian, pemuda itu segera mengambil seluruh harta yang dia miliki dan diinfakkan semuanya kecuali seekor kuda dan persenjataan yang  dimilikinya. Ketika datang waktu keluar untuk berjihad, pemuda itulah orang yang pertama kali maju untuk berjihad.

Mereka mulai melakukan perjalanan menuju medan perang dan selama itu pula si pemuda selalu memenuhi harinya dengan berpuasa pada siang hari serta menegakkan qiyamul lail pada malam harinya.

Pemuda tersebut juga yang memenuhi keperluan semua perbekalan dan kuda-kuda tunggangan pasukan. Pemuda tersebut juga yang berjaga ketika pasukan yang lain tidur. Terus-menerus, pemuda itu melakukan amalnya sampai pasukan tersebut menghadapi musuh di negeri Romawi.

Suatu hari, Pemuda tersebut pun berkata:
"Betapa rindunya aku dengan Al- Ain Al-Mardhiyyah (nama panggilan untuk bidadari surga.)".

 Abdul Wahid bin Zaid pun yang mendengarkannya lalu bertanya:
"Siapakah gerangan Al- Ain Al-Mardhiyyah  itu?".

Sang pemuda kemudian bercerita kepada  Abdul Wahid bin Zaid:
"Tadinya aku sempat mengantuk dan tertidur sekejap. Kemudian,  tiba- tiba saja datang  seorang laki-laki yang mendatangiku".

Laki-laki itu lalu berkata :
 "Pergilah engkau menuju Al- Ain Al-Mardhiyyah."

Laki-laki itu kemudian membawa aku menuju sebuah taman yang di dalamnya terdapat sungai yang alirannya terbuat dari air yang tidak berubah bau dan tidak berasa. Di pinggir sungai itu terdapat sekelompok gadis-gadis jelita yang memakai perhiasan yang sangat indah.

Ketika melihat kedatanganku, gadis-gadis itupun menyambutku dengan ceria dan berkata:
 "Inilah dia suami Al- Ain Al-Mardhiyyah!".

Akupun kemudian mengucapkan salam dan berkata:
"Apakah salah seorang di antara kalian ini ada yang bernama Al- Ain Al-Mardhiyyah?".

Para gadis itu pun menjawab;
"Tidak ada, tetapi kami ini hanyalah para dayang dan pelayannya semata, berjalanlah terus ke depan, maka engkau akan bertemu dengannya".

Perjalananku pun terus berlanjut. Aku kemudian menemui banyak taman-taman yang sangat indah dengan berbagai sungai ajaib dari yang aliran airnya merupakan air susu, khamr, hingga madu yang jernih.

Di setiap taman pun selalu ada para gadis- gadis jelita yang semakin cantik dengan perhiasan yang semakin indah. Namun, tak satu pun dari mereka yang bernama Al- Ain Al-Mardhiyyah.

Hingga akhirnya, tibalah aku pada sebuah istana yang terbuat dari mutiara putih. Di depannya ada seorang gadis yang kemudian bertutur pada seseorang, dengan berkata;
"Duhai Al- Ain Al-Mardhiyyah., ini suamimu telah datang".

Akupun mengarahkan pandanganku kepada gadis yang bernama Al- Ain Al-Mardhiyyah tersebut. Al- Ain Al-Mardhiyyah  sedang duduk di atas ranjang emas dengan mengenakan mahkota yang terbuat dari permata dan mutiara.

Kecantikan Al- Ain Al-Mardhiyyah membuatku takjub, Akupun tak bisa berkata-kata lagi. Al- Ain Al-Mardhiyyah pun berkata;
"Selamat datang, wahai Waliyur-rahman, telah dekat waktu kehadiranmu kepada kami".

Akupun segera bergegas berjalan mendekati Al- Ain Al-Mardhiyyah untuk memeluknya, tapi ditolaknya. Dengan lembut Al- Ain Al-Mardhiyyah pun berkata;
"Jangan tergesa- gesa, belum tiba waktunya bagimu untuk dapat memelukku. Engkau masih memiliki ruh di dalam jasad, maka berpuasalah esok hari, kemudian engkau akan berbuka bersama kami malam harinya".

Tiba-tiba saja, akupun terbangun dari mimpiku. 

Saat pemuda itu selesai menceritakan kisahnya tersebut kepada Abdul Wahid bin Zaid, tiba-tiba  saja datang gerombolan pasukan musuh menyerang pasukan Abdul Wahid bin Zaid.

Pemuda tersebut segera bangkit untuk menghadapi serangan tersebut dan berhasil mengalahkan sembilan orang dari pasukan musuh. Hingga saat menghadapi musuh kesepuluh,  pemuda tersebut kalah &  mati syahid.

Tubuhnya yang berlumuran darah itu pun telah ditinggalkan oleh ruhnya. Wajahnya menyunggingkan senyuman yang sangat  indah. Tampaknya, inilah  saatnya pemuda tersebut untuk  bertemu Al- Ain Al-Mardhiyyah

Itulah salah satu keutamaan dari Mati syahid Sebagaimana dalam sebuah riwayat dari Miqdam bin Ma’dikarb berkata, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:

( لِلشَّهِيدِ عِنْدَ اللَّهِ سِتُّ خِصَالٍ : يُغْفَرُ لَهُ فِي أَوَّلِ دَفْعَةٍ ، وَيَرَى مَقْعَدَهُ مِنْ الْجَنَّةِ ، وَيُجَارُ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ ، وَيَأْمَنُ مِنْ الْفَزَعِ الْأَكْبَرِ ، وَيُوضَعُ عَلَى رَأْسِهِ تَاجُ الْوَقَارِ ، الْيَاقُوتَةُ مِنْهَا خَيْرٌ مِنْ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا ، وَيُزَوَّجُ اثْنَتَيْنِ وَسَبْعِينَ زَوْجَةً مِنْ الْحُورِ الْعِينِ ، وَيُشَفَّعُ فِي سَبْعِينَ مِنْ أَقَارِبِهِ)

رواه الترمذي 

Artinya: "Orang syahid di sisi Allah mendapatkan enam hal, diampuni pertama kali meninggal, melihat tempat tinggalnya di surga, dilindungi dari siksa kubur, akan aman dari kegentingan besar, ditaruh di atas kepalanya mahkota kebesaran, dan perhiasanya lebih baik dari dunia seisinya. Dinikahkan dengan tujuh puluh dua istri bidadari. Dapat memberi syafaat tujuh puluh dari kerabatnya". (HR. Tirmidzi).

Wallahu Alam Bishowab.

No comments: