Tuesday, March 3, 2015

Akibat Menolak Poligami

Dalam Majalah Al-Usrah edisi 80 Dzulqa’dah 1420 H menuliskan curahan hati seorang wanita perawan tua dari kota Madinah Al-Munawaroh, sebagai berikut:

”Semula aku sangat bimbang sebelum menuliskannya semua karena ketakutanku terhadap cercaan dari kaum wanita, dan akupun sangat mengerti bahwasanya mereka akan mengatakan dan menganggapku bahwa aku ini sudah gila, ataupun sudah tidak waras lagi. Akan tetapi hal ini realita yang aku alami yang mungkin telah dialami pula oleh sebagian besar wanita-wanita lainnya, dan tidak ada seorangpun dapat mengetahuinya, hal inilah yang membuatku memberanikan diri untuk menceritakan kisahku ini".

"Sewaktu  umurku mulai menginjak usia 20 tahun, aku ini layaknya seperti gadis normal lainnya mengidamkan seorang pemuda yang multazim dan berakhlak mulia. Dahulu aku sering berpikiran dengan dipenuhi harapan-harapan bagaimana aku dan suamiku  hidup nanti dan bagaimana kami mendidik anak-anak kami… dan banyak hal lainnya".

Tetapi faktanya aku  adalah salah seorang dari wanita yang menentang dan sangat memerangi ta’adud (poligami). 

Bahkan suatu saat karena mendengar ada orang yang berkata:
“SiFulan telah menikah lagi untuk yang kedua kalinya”.

Lalu aku langsung mendoakan lelaki tersebut  agar ia mendapat celaka atau tertimpa musibah. Dalam hati akupun berandai-andai:
“Jika saja aku adalah istri pertamanya pastilah aku akan langsung mencampakkannya, sebagaimana ia telah mencampakkanku".

Akupun sering mengikuti diskusi dengan saudara laki-lakiku dan terkadang dengan pamanku mengenai  ta’addud. Mereka berusaha meyakinkanku agar aku mau menerima ta’addud, sementara aku tetap saja berkeras kepala untuk tetap tidak mau menerima ta’addud. 

Kepada mereka, seringkali aku mengatakan:
"Sangat mustahil bagiku jika ada wanita lain akan hidup berdampingan bersama denganku dan juga mendampingi suamiku”. 

Seringkali akupun yang menjadi penyebab munculnya kekisruhan antara pasangan suami-istri karena suami ingin memadu istrinya, dengan berusaha untuk menghasutnya agar ia menentang dan  memerangi ta’adud (poligami) sehingga ia melawan kepada suaminya.

Begitulah seterusnya , waktu demi waktu telah  berlalu sedangkan aku masih saja menanti lelaki idamanku. Tak terasa telah lama aku menanti, akan tetapi ia tetap saja belum juga datang dan akupun masih terus saja menanti. 

Hampir 30 tahun umurku dan masih hidup dalam penantian. Dan Telah lewat 30 tahun yang kunanti tak kunjung datang.

Ya Illahi, apa yang harus kuperbuat? Apakah aku harus keluar untuk mencari calon pengantin laki-laki? Akupun tidak sanggup lagi menahannya, orang-orang pastinya akan berkata bahwa aku adalah wanita yang tidak punya rasa malu. Jadi, apa yang akan aku lakukan? Tidak ada yang bisa aku perbuat, selain hanya menanti.

Pada suatu hari ketika aku sedang duduk-duduk, aku   mendengar salah seorang tetanggaku berkata :
"Si Fulanah telah menjadi perawan tua”. 

Aku berkata kepada diriku sendiri:
“Kasihan sekali ya Fulanah menjadi perawan tua”.

Akan tetapi, aku baru tersadar dan berkata dalam hati:
"Bukankah fulanah yang dimaksud itu adalah aku. Ya Illahi! ternyata itu memang diriku. Tanpa aku sadari  akupun telah menjadi perawan tua. Bagaimana aku  bisa melukiskannya, membayangkan saja aku tak sanggup, karena orang lainpun tidak akan sanggup untuk merasakannya. Akupun telah dihadapkan pada sebuah kenyataan sebagai seorang perawan tua. Akupun  mulai mengulang kembali kisah-kisah kehidupanku dan apa yang telah aku perbuat?".

Waktu terus berlalu, hari silih berganti, dan batinkupun  seolah ingin menjerit. Yang aku inginkan adalah  hanya seorang suami, Ya seorang laki-laki tempatku bernaung di bawah naungannya, membantuku menyelesaikan problema-problemaku.  Aku memang memiliki Saudara yang laki-laki yang  tidak akan akan melalaikanku sedikit pun, tetap saja dia itu bukanlah suamiku. Aku ingin hidup bahagia, aku ingin melahirkan anak-anak, aku ingin menjadi seorang istri soleha dan ibu bagi anak-anakku , yang aku harapkan hanya dapat menjalani kehidupan yang normal. Akan tetapi takdir telah menjadikanku seperti ini, akupun tidak sanggup dan ingin mengucapkan perkataan ini kepada setiap laki-laki. 

Tetapi mereka pasti akan mengatakan:
“Wanita ini tidak tahu malu”. 

Tidak ada yang dapat aku lakukan selain hanya berdoa dan menanti. Akupun mencoba untuk tersenyum,  akan tetapi ini munafik namanya karena tidak menggambarkan hatiku yang sesungguhnya. Apakah orang lain ingin melihatku  tersenyum, sedangkan hatiku ingin menjerit? Akupun   tidak sanggup lagi merasakan dan menghadapinya.

Suatu hari, Saudara laki-lakiku datang  mengunjungiku dan berkata:
“Hari ini telah datang seorang calon pengantin laki-laki untuk mu".

Tapi entah kenapa aku masih saja menolaknya. Tanpa sadar dari lubuk hatikupun berkata:
“Apa yang  kamu lakukan? Itu tidak boleh!”. 

Lalu ia berkata kepadaku:
“Apakah hanya karena ia menginginkanmu sebagai istri kedua, dan aku tahu kalau kamu sangat memerangi ta’addud (poligami)”. 

Hampir saja aku berteriak di hadapan Saudara laki-lakiku :
"Akupun rela menjadi istri kedua, atau ketiga, atau keempat… "

“Tetapi kenapa aku masih saja tidak menyetujuinya?".

Tetapi dalam hatikupun bergejolak dan  pada akhirnya akupun menyetujuinya, lalu akupun berdalih:
"Ya, dahulu memang aku telah berbuat mungkar  dengan memerangi ta’addud, tetapi  sekarang aku akan menerimanya".

Kakakkupun  berkata:
“Maaf Sudah terlambat”.

Sekarang akupun menyesal lalu tersadar dan mengetahui hakekat  dalam ta’addud. Satu hikmah ini telah membuatku menerima, bagaimana dengan hikmah-hikmah yang lain?.

Ya Allah, ampunilah dosaku. atas apa yang tidak aku ketahui.

Pesanku untuk setiap laki-laki:
“Berta’addud-lah, nikahilah satu, dua, tiga, atau empat djika memang kamu mampu dan adil. Aku ingatkan kepada laki-laki dengan firman-Nya:… Maka nikahilah olehmu apa yang baik bagimu dari wanita, dua, atau tiga, atau empat, maka jika kalian takut tidak mampu berlaku adil, maka cukuplah satu saja”.

"Duhai lelaki yang bijaksana Selamatkanlah kami. Kami adalah manusia seperti kalian, merasakan juga kepedihan. Tutupilah kami, kasihanilah kami dan bahagiakanlah kami”.

Pesanku kepada saudariku muslimah yang telah bersuami:
“Syukurilah nikmatmu ini karena kamu tidak merasakan gejolak hati menjadi wanita perawan tua. Aku harapkan kamu tidak marah apabila suamimu ingin menikah lagi dengan wanita lain. Janganlah kamu mencegahnya, akan tetapi doronglah dia. Aku tahu bahwa ini sangat berat atasmu. Akan tetapi, harapkanlah pahala di sisi Allah. Lihatlah keadaan suadarimu yang menjadi perawan tua, wanita yang dicerai, dan janda yang ditinggal mati, siapa yang akan mengayomi mereka? Anggaplah ia saudarimu, kamu pasti akan mendapatkan pahala yang sangat besar dengan kesabaranmu”.

Kamu mungkin akan mengatakannya kepadaku, :
“Akan datang seorang laki-laki yang akan menikahimu”.

Aku akan  katakan sekali lagi kepadamu:
“Cobalah kamu lihat dan  bandingkan  jumlah  penduduk wanita dan laki-laki. Ketahuilah karena sesungguhnya jumlah wanita lebih banyak daripada laki-laki. Jika saja setiap laki-laki menikah dengan satu wanita, niscaya akan banyak dari wanita-wanita seperti kita yang akan menjadi perawan tua. Janganlah kamu hanya memikirkan dirimu sendiri saja. Akan tetapi, pikirkanlah juga saudarimu. Anggaplah dirimu berada dalam posisinya”.

Kamu mungkin juga akan mengatakan:
“Semua itu tidak penting bagiku, yang penting suamiku tidak menikah lagi”. 

Akan tetapi  aku akan tegaskan kembali kepadamu,:
“Hati yang berada di dalam air tidak seperti hati yang berada di bara api. Ini mungkin saja terjadi. Jika suamimu menikah lagi dengan wanita lain, ketahuilah bahwasanya dunia ini adalah fana, akhiratlah yang kekal. Janganlah kamu bersikap egois, dan janganlah kamu halangi saudarimu dari nikmat ini. Tidak akan sempurna keimananmu sehingga kamu juga ikut  mencintai  saudaramu apa yang ia cintai untuk dirinya sendiri”. 

Demi Allah, Jika saja kamu merasakan jeritan hati seperti aku menjadi perawan tua, kemudian kamu menikah, kamu pasti akan bersyukur dan berkata kepada suamimu:
“Menikahlah dengan saudariku dan jagalah ia”. 
"Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepadamu kemuliaan, kesucian, dan suami yang shalih”.

Wallahu Alam Bishowab.

NN-Madinah

No comments: