Friday, April 13, 2018

Hakekat Mengikuti Guru

Dikutip dari kumpulan kisah As Syaikh Jalaluddin Rumi RA.

Suatu malam, As Syaikh Jalaluddin Rumi RA mengundang As Syaikh Syams Tabrizi RA ke rumahnya. Sang Mursyid Syamsuddin pun menerima undangan itu dan datang ke kediaman Rumi. Setelah semua hidangan makan malam siap, Syams lalu berkata pada Rumi: 
“Apakah kau bisa menyediakan minuman untukku?”. (yang dimaksud adalah: arak / khamr)

Rumipun terkaget setelah mendengarnya, lalu bertanya dan berkata:
“Memangnya anda juga minum?". 

Sang Mursyid lalu menjawabnya dan berkata:
“Iya”. 

Rumi masih terkejut dan berkata:
”Mohon maaf sebelumnta, karena saya tidak mengetahui hal ini”. 

Sang Mursyid lalu berkata:
“Sekarang kau sudah tahu. Maka sediakanlah”. 

Rumi lalu berkata:
“Di waktu malam seperti ini, dari mana aku bisa mendapatkan arak?”. 

Sang Mursyid lalu berkata:
“Perintahkan salah satu pembantumu untuk membelinya”. 

Rumi lalu berkata:
“Kehormatanku di hadapan para pembantuku akan hilang”. 

Sang Mursyid lalu berkata:
"Kalau begitu, kau sendiri pergilah keluar untuk membeli minuman”. 

Rumi lalu berkata:
“Seluruh kota mengenalku. Bagaimana bisa aku keluar membeli minuman?”. 

Sang Mursyid lalu berkata:
“Kalau kau memang muridku, kau harus menyediakan apa yang aku inginkan. Tanpa minum, malam ini aku tidak akan makan, tidak akan berbincang, dan tidak bisa tidur”. 

Karena rasa takdzim dan kecintaan pada mursyidnya, akhirnya Rumi memakai jubahnya, menyembunyikan botol di balik jubah itu dan berjalan ke arah pemukiman kaum Nasrani. 

Sampai sebelum ia masuk ke pemukiman tersebut, tidak ada yang berpikir macam-macam terhadapnya, namun begitu ia masuk ke pemukiman kaum Nasrani, beberapa orang terkejut dan akhirnya menguntitnya dari belakang. 

Mereka melihat Rumi masuk ke sebuah kedai arak.  Ia terlihat mengisikan botol minuman kemudian ia sembunyikan lagi di balik jubah lalu keluar. Setelah itu ia diikuti terus oleh orang-orang yang jumlahnya bertambah banyak.  Hingga sampailah Rumi di depan masjid tempat ia menjadi imam bagi masyarakat kota. 

Tiba-tiba salah seorang yang mengikutinya tadi berteriak:
“Ya ayyuhan naas, Syeikh Jalaluddin yang setiap hari jadi imam shalat kalian baru saja pergi ke perkampungan Nasrani dan membeli minuman!!!”. 

Orang itu berkata begitu sambil menyingkap jubah Rumi. Khalayak ramai melihat botol yang dipegang Rumi. Oknum itu menambahi siarannya dan berkata:
“Orang yang mengaku ahli zuhud dan kalian menjadi pengikutnya ini membeli arak dan akan dibawa pulang!!!”.

Orang-orang bergantian meludahi muka Rumi dan memukulinya hingga serban yang ada di kepalanya lengser ke leher.  Melihat Rumi yang hanya diam saja tanpa melakukan pembelaan, orang-orang semakin yakin bahwa selama ini mereka ditipu oleh kebohongan Rumi tentang zuhud dan takwa yang diajarkannya. 

Mereka tidak kasihan lagi untuk terus menghajar Rumi hingga ada juga yang berniat membunuhnya.  Tiba-tiba terdengarlah suara Syams Tabrizi; 
“Wahai orang-orang tak tahu malu. Kalian telah menuduh seorang alim dan faqih dengan tuduhan minum khamr, ketahuilah bahwa yang ada di botol itu adalah cuka untuk bahan masakan". 

Seorang oknum dari mereka masih mengelak.
“Ini bukan cuka, ini arak”. 

Syams lalu segera mengambil botol dan membuka tutupnya. Dia meneteskan isi botol di tangan orang-orang agar menciumnya. Mereka terkejut karena yang ada di botol itu memang cuka. Mereka memukuli kepala mereka sendiri dan bersimpuh di kaki Rumi. 

Mereka berdesakan untuk meminta maaf dan menciumi tangan Rumi hingga pelan-pelan mereka pergi satu demi satu. Rumi berkata pada Syams:
“Malam ini kau membuatku terjerumus dalam masalah besar sampai aku harus menodai kehormatan dan nama baikku sendiri". 

Rumi lalu bertanya dan berkata:
"Apa maksud semua ini?”. 

Sang Mursyid lalu berkata:
“Agar kau mengerti bahwa wibawa yang kau banggakan ini hanya khayalan semata. Kau pikir penghormatan orang-orang awam seperti mereka ini sesuatu yang abadi?". 

Padahal kau lihat sendiri, hanya karena dugaan satu botol minuman saja semua penghormatan itu sirna dan mereka jadi meludahimu, memukuli kepalamu dan hampir saja membunuhmu. Inilah kebanggaan yang selama ini kau perjuangkan dan akhirnya lenyap dalam sesaat.

Maka bersandarlah pada yang tidak tergoyahkan oleh waktu dan tidak terpatahkan oleh perubahan zaman. Bersandarlah hanya kepada Allah SWT.

Wallahu alam bishowab.

No comments: