Sunday, May 8, 2016

Mansur Al-Hallaj

Nama lengkap beliau adalah al-Husain bin Mansur, populer dipanggil dengan Abul Mughits, berasal dari penduduk Baidha’ Persia, lalu berkembang dewasa di Wasith dan Irak. Menurut catatan As-Sulamy, Al-Hallaj pernah berguru pada Al-Junaid al-Baghdady, Abul Husain an-Nury, Amr al-Makky, Abu Bakr al-Fuwathy dan guru-guru lainnya. Walau pun ia ditolak oleh sejumlah Sufi, namun ia diterima oleh para Sufi besar lainnya seperti Abul Abbad bin Atha’, Abu Abdullah Muhammad Khafif, Abul Qasim Al-Junaid, Ibrahim Nashru Abadzy. Mereka memuji dan membenarkan Al-Hallaj, bahkan mereka banyak mengisahkan dan memasukkannya sebagai golongan ahli hakikat. Bahkan Muhammad bin Khafif berkomentar:
“Al-Husain bin Manshur adalah seorang a’lim Rabbany.”

Menurut pandangan Al-Hallaj, Allah SWT menciptakan menusia menurut bentuk-Nya, dalam pengertian bahwa, kendati manusia adalah makhluk dan bukan Tuhan, manusia mempunyai tabiat kemanusiaan yang menyerupai tabiat ketuhanan Allah SWT. Dengan kata lain, tabiat kemanusiaan adalah tabiat ke-Tuhan-an yang tidak sempurna, sedangkan tabiat ketuhanan Allah SWT Maha Sempurna, suci dari kekurangan. Banyak sufi se zamannya yang berbicara seperti itu, misalnya Syekh As-Syibli, yang bahkan dianggap gila. Lain halnya dengan AL-Hallaj, ia tidak dianggap gila, tapi orang waras yang bijak.

Banyak kisah yang menarik jika kita membicarakan mengenai Al-Hallaj, semisalnya tentang pergaulannya dengan Junaid Al-Bagdadi. Pada suatu hari Syekh Junaid berkata: "Duhai, Mansur (Al-Hallaj) tak lama lagi akan timbul suatu titik dari sebilah papan akan diwarnai oleh darahmu!".

Lalu Al-Hallaj menjawab:
"Benar sekali duhai Junaid, tapi engkau jua yang akan melemparkan pakaian kesufianmu dan mengenakan pakaian Maulwi Ana Al-Haq". 

Dan dikemudian hari dua ramalan itu kelak akan menjadi kenyataan. 

Pada suatu hari, karena  Al-Hallaj telah benar-benar dirangsang oleh Api cinta Ilahiyah yang sedang memuncak,  Al-Hallaj kembali   berseru dengan meninggikan  suaranya:
 "Ana al-Haq".

Dan Al-Hallaj terus saja meninggikan suarannya tanpa henti-hentinya . Lalu para guru dan sahabat-sahabatnya seperti Syekh Junaid dan As-Syibli, lalu mengingatkan dan menasihati Al-Hallaj agar dapat menahan diri. Namun Al-Hallaj tidak memperdulikanya dan terus saja mengulang seruannya dengan tetap meninggikan  suaranya.

Pandangan Al-Hallaj banyak dikafirkan oleh para Fuqaha’ yang biasanya hanya bicara soal halal dan haram. Sementara beberapa kalangan juga menilai, kesalahan Al-Hallaj, karena ia telah membuka rahasia Tuhan, yang seharusnya ditutupi. Kalimatnya yang sangat terkenal hingga saat ini, adalah “Ana al-Haq”, yang berarti, “Akulah kebenaran”. Karena itulah, para  Fuqaha’ bangkit melawan Al-Hallaj, didukung oleh Hamid bin Abbas, Perdana Menteri Irak. Dan akhirnya keluarlah Fatwa Kufur, yang menyatakan bahwa Al-Hallaj melanggar ketentuan agama dan dapat dihukum mati.


Padahal dalam seluruh pandangan Al-Hallaj tak satu pun kata atau kalimat yang menggunakan Wahdatul Wujud (kesatuan wujud antara hamba dengan Khaliq). Wahdatul Wujud atau yang disebut pantheisme hanyalah penafsiran keliru secara filosufis atas wacana-wacana Al-Hallaj. Bahkan yang lebih benar adalah Wahdatusy Syuhud (Kesatuan Penyaksian). Sebab yang manunggal itu adalah penyaksiannya, bukan DzatNya dengan dzat makhluk.Para pengkritik yang kontra Al-Hallaj, menurut Kiai Abdul Ghafur, Sufi kontemporer dewasa ini, melihat hakikat hanya dari luar saja. Sedangkan Al-Hallaj melihatnya dari dalam.


Sebagaimana Al-Ghazali melihat sebuah bangunan dari dalam dan dari luar, lalu menjelaskan isi dan bentuk bangunan itu kepada publik, sementara Ibnu Rusydi melihat bangunan hanya bentuk luarnya saja, dan menjelaskannya kepada publik pula. Tentu jauh berbeda kesimpulan Al-Ghazali dan Ibnu Rusydi.

Setidak-tidaknya ada tiga kelomp0k besar dari kalangan Ulama, baik fuqaha’ maupun Sufi terhadap pandangan-pandangan Al-Hallaj ini. Mereka ada yang langsung kontra dan mengkafirkan; ada pula yang secara moderat tidak berkomentar; dan ada yang langsung menerima dan mendukungnya. Menurut penelitian Dr. Abdul Qadir Mahmud, dalam bukunya Al-Falsafatush Shufiyah fil Islam, mengatakan:

Mereka yang mngkafirkannya, antara lain adalah para Fuqaha’ formalis, dan kalangan mazhab Dzahiriyah, seperti Ibnu dawud dan Ibnu Hazm. Sedangkan dari kalangan Syi’ah Imamiyah antara lain Ibnu Babaweih al-Qummy, ath-Thusy dan al-Hilly. Dari kalangan mazhab Maliki antara lain Ath-Tharthusy, Iyyadh, Ibnu Khaldun. Dari kalangan mazhab Hanbaly antara lain Inu Taymiyah. Dan kalangan Syafi’iyah antara lain Al-Juwainy dan ad-Dzahaby.

Sementara itu dari kalangan Mutakallimin yang mengkafirkan: Al-Jubba’i dan al-Qazwiny (Mu’tazilah); Nashiruddin ath-Thusy dan pengukutnya (Imamiyah); Al-Baqillany (Asy’ariyah); Ibnu Kamal dan al-Qaaly (Maturidiyah). Dari kalangan Sufi antara lain, Amr al-Makky dan kalangan Salaf, diantaranya juga para Sufi mutakhir, selain Ahmad ar-Rifai’y dan Abdul Karim al-Jily, keduanya tidak berkomentar.

Mereka yang mendukung pandangan Al-Hallaj, dari kalangan Fuqaha’ antara lain: At-Tusytary dan Al-Amily (Imamiyah); Ad-Dilnajawy (Malikiyah); Ibnu Maqil dan an-Nabulisy (Hambaliyah),; Al-Maqdisy, Al-Yafi’y, Asy-Sya’rany dan Al-Bahtimy (Syafi’iyah). Dari kalangan Mutakallimin, Ibnu Khafif, Al-Ghazaly dan Ar-Razy (kalangan Asy’ary) serta kalangan Mutakallim Salaf.

Dari kalangan Filsuf pendukungnya adalah Ibnu Thufail. Sedangkan dari kalangan Sufi antara lain asSuhrawardy al-Maqtul, Ibnu Atha’ as=Sulamy dan Al-Kalabadzy. Kelompok yang tidak berkomentar, dari kalangan Fuqaha’ antara lain: Ibnu Bahlul (Hambaliyah), Ibnu Suraij, Ibnu Hajar dan As-Suyuthy (Syafi’iyah). Dari kalangan Sufi antara lain, Al-Hushry, Al-Hujwiry, Abu Sa’id al-Harawy, Al-Jilany, Al-Baqly, Al-Aththar, Ibnu Araby, Jalaluddin ar-Ruumy, Ahmad Ar-Rifa’y, dan Al-Jiily.


Tapi ketika hukuman mati untuk Al-Hallaj telah dijatuhkan dan  untuk mendapat persetujuannya,  Khalifah Muqtadir Billah menolaknya, kecuali fatwa tersebut telah ditanda tangani oleh Syekh Junaid Al-Bagdadi, maka Khalifah Muqtadir pun mengirimkan fatwa itu kepada Syekh Junaid sampai enam kali. Pada kiriman yang ke tujuh, Syekh Junaid lalu  membuang pakaian kesufiannya untu kemudian memakai pakaian keulamaan. Setelah itu ia menulis pada surat jawaban: 
"Menurut hukum syariat, Al-Hallaj dapat di jatuhi hukuman mati, tapi menurut ajaran rahasia kebenaran, Allah Maha Tahu!". 

Maka Al-Hallaj pun ditangkap pada tahun 913 M / 309 H. Al-Hallaj ditahan dan dijebloskan kedalam penjara. Para fuqoha yang pro pemerintah menuduhnya sering mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang tidak sesuai dengan syariat. Bahkan ia dituduh berkomplot dengan kelompok perusuh Qaramithah yang mengancam kedaulatan Bani Abbasiyah. Maka Al-Hallaj pun dihukum mati dengan cara disalib.

Saat mereka membawa Al-Hallaj ke tiang gantungan di Bab al-Taq, ia mencium kayunya dan menaiki tangganya sendiri.

Merekapun bertanya:
"Bagaimana perasaanmu?".

Dengan tenang Al-Hallajpun menjawab:
"Mirajnya seorang kasatria adalah di tiang gantungan".

Pada saat itu Al-Hallaj hanya mengenakan celana sebatas pinggang dan mantel di bahunya. Sambil menghadap ke arah kiblat, Al-Hallaj menengadahkan kedua tangannya dan mulai bercengkrama dengan Allah. 

Lalu Al-Hallaj berkata:
"Apa yang diketahui-Nya, tak seorang pun mengetahuinya".

Lalu Al-Hallaj pun naik ke tiang gantungan. Dan beberapa orang pengikutnya bertanya:
"Bagaimana menurutmu, mengenai kami yang merupakan para pengikutmu, dan mengenai mereka, yang hendak merajammu?".

Al-Hallaj lalu  berkata:
"Mereka mendapat dua pahala, sedangkan kalian satu. Karena Kalian hanyalah berprasangka baik padaku, sedangkan mereka digerakkan oleh kekuatan keimanan terhadap Allah untuk menjaga kelurusan hukum-Nya".

Kemudian As-Syibli mendekat dan berdiri di hadapan Al-Hallaj dan mengatakan:
"Bukankah kami telah melarangmu dari (melindungi) manusia?".

Lalu As-Syibli bertanya:
"Wahai Al-Hallaj, apakah sesungguhnya sufisme itu?".

Al-Hallaj menjawab:
"Yang engkau lihat ini adalah derajat terendahnya".

Lalu As-Syibli bertanya kembali:
"Lalu apa yang lebih tinggi daripada ini?".

Al-Hallajpun menjawab:
"Yang tak dapat engkau capai".

Orang-orangpun mulai melempari Al-Hallaj dengan batu-batuan. Sedangkan As-Syibli, demi menyesuaikan diri, hanya melemparnya dengan segumpal tanah. Al-Hallaj pun merintih.

Karena merasa heran merekapun bertanya:
"Wahai Al-Hallaj, mengapa engkau merintih sewaktu terkena lemparan segumpal tanah akan tetapi engkau tidak merintih saat dilempar dengan batu-batuan itu?".

Al-Hallajpun menjawab:
"Karena mereka yang melemparku dengan batu tidak mengetahui apa yang mereka lakukan. Mereka punya alasan. Sedangkan ia yang melempar gumpalan tanah itu, ia mengetahui bahwasanya tidak seharusnya ia melakukan itu kepadaku. Itulah yang menyakitkanku".

Kemudian mereka memenggal kedua tangannya akan tetapi mereka dibuat bingung ketika Al-Hallaj malah tertawa. Merekapun bertanya:
"Mengapa engkau malah tertawa? ".

Al-Hallaj lalu  berkata:
"Sangatlah mudah untuk memenggal kedua tangan orang seseorang yang terbelenggu. Namun dibutuhkan seorang kasatria untuk memenggal tangan-tangan segenap sifat yang melepaskan mahkota cita-cita dari dahi-Nya".

Mereka lalu memotong kedua kakinya.  Al-Hallaj  pun malah tersenyum dan  berkata:
"Dengan kedua kaki ini, aku telah melakukan perjalanan duniawi. Oleh karenanya dengan dua kaki lainnya yang telah aku miliki, aku bahkan bisa berjalan di dua alam (dunia dan akhirat). Jika kalian mampu, potonglah kedua kaki itu!".

Lalu  Al-Hallaj mengusapkan kedua tangannya yang sudah buntung ke wajahnya, sehingga lengan dan wajahnyapun telah berlumuran darah. Sambil kebingungan merekapun bertanya: 
"Mengapa engkau melakukan itu?".

Al-Hallaj lalu  berkata:
"Aku telah kehilangan banyak darah. Dan aku sadar bahwa wajahku telah memucat. Kalian menyangka bahwa pucatnya wajahku disebabkan oleh ketakutanku. Maka kuusapkan darah ke wajahku agar pipiku tampak semerah mawar di mata kalian. Riasan para ksatria adalah darah mereka".

Merekapun kembali bertanya:
"Lalu mengapa engkau juga melumuri lenganmu dengan darah?".

Al-Hallaj lalu  berkata:
"Aku ini sedang berwudlu".

Merekapun bertanya lagi:
"Wudlu untuk apa?".

Al-Hallaj lalu  berkata:
"Saat seseorang hendak mendirikan shalat dua rakaat dalam cinta, Wudlunya belum sempurna bila tidak dilakukan dengan darah".

Kemudian mereka mencungkil kedua bola matanya. Raungan terdengar di antara kerumunan orang. Sebagian menangis, sebagian lagi melemparkan batu. Lalu merekapun hendak memotong lidahnya. Tapi Al-Hallaj   berkata:
"Sabarlah sedikit, berikan aku waktu dan setelahnya aku akan mengutarakan sepatah-dua patah kata".

Lalu  Al-Hallaj bersegera untuk mengerjakan sholat 2 rakaat dan ketika selesai sholat sambil menengadahkan wajahnya ke langit Al-Hallaj lalu  berdoa:
"Ya Allah,  Janganlah engkau usir mereka dari haribaan-Mu lantaran apa yang mereka lakukan padaku karena Engkau. Jangan pula Engkau cabut kebahagiaan ini dari mereka. Segala puji bagi Allah, karena mereka memotong kedua kakiku saat aku tengah meniti jalan-Mu. Dan jika mereka memenggal kepalaku, sungguh mereka telah mengangkatku ke tiang gantungan, merenungkan keagungan-Mu".

Al-Hallaj lalu  melanjutkan doanya:
"Ya Allah, mereka adalah hamba yang berhimpun untuk membunuhku, karena fanatik kepada agama-Mu dan hendak mendekatkan diri kepada-Mu. Maka ampunilah dan berilah rahmat kepada mereka. Karena jika engkau membuka hati mereka, seperti engkau membuka hatiku, mereka tidak akan melakukan seperti yang sedang mereka lakukan terhadapku. Dan jika engkau tutup hatiku seperti engkau menutup hati mereka, niscaya aku tidak akan diperlakukan seperti ini".

Setelah Al-Hallaj selesai   melanjutkan doanya, kemudian merekapun memotong daun telinga dan hidung Al-Hallaj. Beberapa saat kemudian seorang yang membawa kendi juga hadir di sana. Ketika melihat Al-Hallaj, pembawa kendi  lalu mengatakan:
"Penggal, penggal dengan keras dan benar! Apa urusannya ia bicara tentang Tuhan?".

Kata-kata terakhir Al-Hallaj adalah:
"Cinta-Nya adalah pengasingan-Nya". 

Kemudian Al-Hallaj membacakan sebuah ayat: 
"Orang-orang yang tidak beriman kepada hari kiamat meminta supaya hari itu segera didatangkan, dan orang-orang yang beriman merasa takut padanya dan mereka yakin bahwa kiamat itu adalah benar (akan terjadi)".

Itulah kata-kata terakhir dari Al-Hallaj. Kemudian mereka memotong lidahnya. Dan mereka mereka memenggal kepala Al-Hallaj ketika shalat maghrib tiba. Bahkan saat mereka memenggal akan kepalanya, Al-Hallaj pun tersenyum. 

Seketika itu pecah tangisan membahana dari kerumunan orang-orang. Al-Hallaj telah membawa bola takdir ke batas medan tawakal. Tiap-tiap potongan tubuhnya menyerukan:
" Akulah Kebenaran".

Keesokan harinya mereka mengatakan:
"Problematika ini menjadi sangat kompleks dan akan bertambah buruk daripada saat ia masih hidup".

Maka mereka pun membakar jasadnya. Dari abu jasadnya pun terdengar seruan:
"Akulah Kebenaran". 

Bahkan pada saat eksekusi berlangsung, tiap tetes darah dari  Al-Hallaj  membentuk lafadz Allah. Mereka tercengang melihat kejadian itu, lalu mereka membuang abu  jasad Al-Hallaj  ke Sungai Tigris. Abu  jadasd Al-Hallaj pun  mengambang di permukaan sungai Tigris dan terus menyerukan:
"Akulah kebenaran".

Akan tetapi untuk kemaslatan ummat, sebelum dieksekusi Al-Hallaj telah berpesan kepada pembantunya dan berkata: 
"Saat mereka membuang abu jasadku ke Sungai Tigris, Maka Baghdad akan tenggelam. Lalu hamparkanlah jubahku di sungai, karena jika  tidak, maka Baghdad akan hancur".

Setelah  melihat apa yang telah terjadi, pembantunya bersegera membawa jubah Al-Hallaj dan menghamparkannya di tepi Sungai Tigris. Air pun kembali surut dan abu jasad Al-Hallaj pun menjadi diam. Kemudian mereka mengumpulkan abu jasadnya dan menguburkannya.

Wallahu Alam Bishowab. 

No comments: