Wednesday, February 17, 2016

Falsafah Kopi

Suatu waktu sekelompok alumni salah satu universitas yang telah mapan dan berhasil dalam karir masing-masing sepakat untuk berkumpul dan mendatangi professor kampus mereka yang telah tua renta. Percakapan segera terjadi dan mengarah pada curahan hati mereka tentang stress di pekerjaan dan kehidupan mereka.

Untuk menghormati mereka sebagai tamunya professor menawari mereka kopi, lalu professor segera bergegas pergi ke dapur dan kembali dengan membawa sebuah nampan yang berisi teko yang besar berisi kopi dan cangkir dari berbagai jenis, dari mulai porselin, plastik, gelas, kristal, gelas biasa, bahkan beberapa diantaranya adalah gelas yang sangat mahal dan beberapa lainnya sangat menarik perhatian. Lalu professor meminta kepada mereka untuk memilih cangkir dan menuang sendiri kopinya.

Setelah mereka semua mengambil cangkir dan menuangkan kopinya untuk mendapat secangkir kopi di tangan, professor itu mengatakan : 

“Jika kalian perhatikan, semua cangkir yang indah dan mahal telah diambil, yang tertinggal hanyalah gelas biasa dan yang murah saja. Meskipun normal bagi kalian untuk mengingini hanya yang terbaik bagi diri kalian, tapi sebenarnya itulah yang menjadi sumber masalah dan stress yang kalian alami.”

Professor melanjutkan:
“Pastikan bahwa cangkir itu sendiri tidak mempengaruhi kualitas kopi. Dalam banyak kasus, itu hanya lebih mahal dan dalam beberapa kasus bahkan menyembunyikan apa yang kita minum. Apa yang kalian inginkan sebenarnya adalah kopi, bukanlah cangkirnya, namun kalian secara sadar mengambil cangkir terbaik dan kemudian mulai memperhatikan cangkir orang lain”.

Professor melanjutkannya lagi:
“Sekarang coba kalian perhatikan hal ini : Kehidupan itu bagaikan kopi, sedangkan pekerjaan, uang dan posisi dalam masyarakat adalah cangkirnya. Cangkir bagaikan alat untuk memegang dan mengisi kehidupan. Jenis cangkir yang kita miliki tidak mendefinisikan atau juga mengganti kualitas kehidupan yang kita hidupi. Seringkali, karena berkonsentrasi hanya pada cangkir, kita gagal untuk menikmati kopi yang telah Allah SWT sediakan bagi kita”.

Allah SWT telah menciptakan dan memasakan kopinya untuk kita, bukan cangkirnya. Jadi nikmatilah kopinya, bukan cangkirnya.

Sadarilah jika kehidupan kita itu lebih penting dibanding pekerjaan kita. Jika pekerjaan kita membatasi diri kita dan mengendalikan hidup kita, maka tentunya kita akan menjadi orang yang mudah diserang dan rapuh akibat perubahan keadaan. Pekerjaan akan datang dan pergi, namun itu seharusnya tidak merubah diri kita sebagai manusia. Pastikanlah kepada diri kita untuk bersegera membuat tabungan kesuksesan dalam kehidupan selain dari pekerjaan kita.


Wallahu A'lam Bishowab.

No comments: